Wahana antariksa tanpa awak milik NASA, OSIRIS-REx, mendapatkan penemuan yang menarik di fase awal misinya. Pada hari Selasa (19/3) ilmuwan dari misi tersebut mengumumkan bahwa mereka berhasil mendeteksi partikel yang tererupsi (terlontar) dari permukaan asteroid Bennu.
Fenomena tersebut pertama kali diamati pada tanggal 6 Januari 2019. Menggunakan instrumen kamera yang terdapat pada wahana antariksa tersebut, tim ilmuwan terus melakukan observasi selama dua bulan terakhir guna mempelajari lebih dalam tentang fenomena ini. Alhasil, mereka menemukan lebih banyak partikel yang tererupsi dari asteroid.
Dari 11 peristiwa yang mereka amati, mereka menemukan bahwa puluhan hingga ratusan partikel asteroid terlepas memiliki kecepatan yang berbeda-beda. Terdapat partikel yang jatuh kembali ke asteroid beberapa saat setelah terlepas, ada yang mengorbit Bennu selama beberapa waktu, bahkan ada yang mencapai kecepatan lepas sehingga melayang bebas menuju orbit Matahari.
Dante Laureta, spesialis misi Origin, Spectral, Interpretation, Resource Identification, Security, Regolith Explorer (OSIRIS-REx) mengatakan bahwa asteroid ini dapat digolongkan sebagai ‘asteroid aktif’ berkat penemuan ini. Asteroid aktif bukanlah sesuatu yang umum di tata surya. Sejauh ini hanya ditemukan sekitar selusin asteroid aktif di tata surya dan belum ada yang pernah diteliti melalui pengamatan jarak dekat.
Tim misi belum mengetahui secara pasti bagaimana partikel-partikel yang berukuran antara satu hingga sepuluh centimeter dapat tererupsi dari asteroid Bennu. Meskipun demikian, mereka memperkirakan bahwa peristiwa ini ada kaitannya dengan bentuk orbitnya mengelilingi Matahari.
Bennu mengorbit Matahari pada orbit berbentuk elips dengan periode 1,2 tahun. Dengan bentuk orbit seperti ini, Bennu mencapai titik terdekatnya dengan Matahari setiap tujuh bulan sekali. Titik terdekatnya dengan Matahari disebut perihelion.
Ketika komet mendekati perihelion, panas dari Matahari memanaskan material di komet hingga terlepas dan membentuk ekor (koma) di sekitar inti komet. Hal seperti ini juga diperkirakan dapat terjadi pada asteroid Bennu. Hipotesis ini didukung oleh fakta bahwa partikel yang dilepaskan dari asteroid Bennu pertama kali terdeteksi beberapa hari sebelum Bennu mencapai perihelion.
Tim misi menyimpulkan bahwa fenomena seperti ini tidak membahayakan wahana antariksa dan partikel yang terlepas dari asteroid tidak lagi terdeteksi sejak akhir Februari. Meskipun demikian, mereka akan terus meneliti fenomena ini.
Penemuan-penemuan Lain
Bukan hanya satu penemuan, NASA juga mengumumkan beberapa penemuan lain dalam sebuah konferensi yang dilakukan pada hari Selasa (19/3/2019).
OSIRIS-REx telah secara langsung mendeteksi percepatan pada rotasi asteroid Bennu. Percepatan ini adalah dampak dari sebuah efek yang bernama Yarkovsky Effect.
Baca juga: Bagaimana Satelit yang Jauh di Luar Angkasa Sana dapat Berkomunikasi Dengan Manusia di Bumi?
Efek ini dapat terjadi pada asteroid yang berotasi dan terpapar sinar Matahari. Panas yang didapatkan dari Matahari dilepaskan kembali oleh asteroid ketika asteroid berputar sehingga menghasilkan tenaga kecil yang mampu mengubah orientasi dan jalur orbit asteroid. Akibat dari Efek Yarkovsky, Bennu diperkirakan akan berputar dua kali lebih cepat dalam 1,5 juta tahun kedepan.
Asteroid Bennu juga teramati lebih kasar dari yang sebelumnya diperkirakan. Terdapat 200 batuan dengan diameter 10 meter yang terdeteksi. Kondisi seperti ini mempersulit tim misi dalam menentukan lokasi pengambilan sampel asteroid oleh wahana antariksa OSIRIS-REx.
Sebelumnya, OSIRIS-REx juga menggunakan dua instrumennya untuk mendeteksi jejak keberadaan air berupa indikasi reaksi antara batuan dengan cairan di permukaan asteroid.
Bennu dan OSIRIS-REx
Bennu merupakan asteroid yang terbentuk pada 4,5 miliar tahun yang lalu dan memiliki diameter 492 meter atau setara dengan gedung Empire State Building. Asteroid tersebut ditemukan pada tahun 1999 oleh Lincoln Near-Earth Asteroid Research (LINEAR) dengan designasi 1999 RQ36. Nama Bennu sendiri berasal dari kontes yang dimenangkan oleh seorang murid bernama Michael Puzio.
Dengan orbit yang relatif dekat dengan Bumi, Bennu mengalami jarak terdekatnya dengan Bumi setiap 6 tahun sekali. Ilmuwan memperkirakan bahwa Bennu memiliki peluang 1/2700 untuk menabrak Bumi pada abad ke-22. Meskipun demikian, Bennu lebih berpotensi menabrak Venus daripada Bumi.
Dengan mengirim wahana antariksa OSIRIS-REx, ilmuwan dapat meneliti lebih dalam tentang asal-usul tata surya dan karakteristik asteroid yang berpeluang menghantam Bumi.
Pada September 2016, OSIRIS-REx diluncurkan menggunakan roket Atlas V dan sampai di asteroid pada akhir 2018. OSIRIS-REx akan mengirim sampel asteroid menuju Bumi pada tahun 2023 untuk analisis lebih lanjut.
Misi OSIRIS-REx serupa dengan misi Hayabusa-2 yang dilakukan oleh agensi Jepang, JAXA. Hayabusa-2 ditugaskan untuk meneliti asteroid dekat Bumi lain yang bernama Ryugu. Dengan misi yang serupa dan bersamaan seperti ini, dua tim misi dapat saling bekerjasama dalam menjalankan misi mereka.
Referensi:
- https://www.nasa.gov/press-release/nasa-mission-reveals-asteroid-has-big-surprises diakses pada 13 April 2019
- https://spaceflightnow.com/2019/03/19/nasas-osiris-rex-spacecraft-finds-rocks-erupting-off-asteroid-bennu/ diakses pada 13 April 2019