Bio-Baterai dari Limbah Buah dan Sayuran: Alternatif Energi Ramah Lingkungan

Pemanfaatan limbah buah dan sayur sebagai bio-baterai dilatarbelakangi oleh kandungan dalam buah yang berupa asam askorbat, asam sitrat, dan NADH (Nikotinamida Adenosin Dinukleotida Hidrogen) sebagai penghasil energi sel, yang dalam kondisi tertentu bahan kimia tersebut bertindak sebagai elektrolit.

blank

Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan penting di dalamnya. Salah satu produk sektor pertanian adalah buah dan sayuran. Yang perlu diperhatikan adalah kelimpahan produk tersebut juga diiringi dengan potensi untuk menjadi limbah. Kandungan air yang tinggi (85-90%) pada sayuran menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme dan percepatan reaksi sehingga dapat menyebabkan sayuran mudah busuk dan rusak.

blank
Tidak semua lapisan masyarakat dapat menikmati energi surya karena biaya yang harus dikeluarkan untuk memperolehnya juga tidak sedikit. Biobaterai dari limbah sayur dan buah dapat menjadi alternatif solusi.

Untuk menangani permasalahan tersebut, telah dilakukan pengkajian solusi-solusi salah satunya yaitu dengan memanfaatkannya sebagai bio-baterai. Bio-baterai adalah suatu baterai dengan bahan alam organik sehingga lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan batu baterai konvensional yang mengandung bahan kimia berbahaya. Menurut Kartawidjaja dkk (2008), prinsip bio-baterai hanya melibatkan transportasi elektron antara dua elektroda yang dipisahkan oleh medium konduktif (elektrolit) dan memberikan kekuatan gerak elektro berupa potensial listrik dan arus.

Pemanfaatan limbah buah dan sayur sebagai bio-baterai dilatarbelakangi oleh kandungan dalam buah yang berupa asam askorbat, asam sitrat, dan NADH (Nikotinamida Adenosin Dinukleotida Hidrogen) sebagai penghasil energi sel, yang dalam kondisi tertentu bahan kimia tersebut bertindak sebagai elektrolit. Sayur-sayuran juga banyak mengandung air, asam, dan basa. Pada saat terjadi pembusukan pada buah dan sayuran, terjadi proses fermentasi. Selama proses ini, buah-buahan dan sayuran menghasilkan asam lebih yang meningkatkan kekuatan elektrolit dalam buah dan sayuran sehingga menjadi lebih reaktif dengan elektroda dan menghasilkan tegangan yang tinggi. Selain mengandung asam, buah dan sayur juga banyak mengandung air, sehingga apabila ada dua logam yang berbeda dicelupkan pada larutan limbah buah-buahan dan sayuran, akan timbul beda potensial antara logam dan air sehingga terjadilah potensial elektroda yang dapat menghasilkan arus listrik juga. Dari konsep dasar ini, maka sifat-sifat yang terkandung dalam limbah buah-buahan dan sayuran dapat digunakan sebagai bahan elektrolit bio-baterai.

Elektrolit atau medium konduktif merupakan zat-zat yang dalam larutan atau leburannya dapat menghantarkan listrik (Hiskia, 1996). Ion-ion dalam larutan elektrolit dihasilkan dengan dua cara yaitu zat terlarut merupakan senyawa ion dan zat terlarut bukan senyawa ion, tetapi jika dilarutkan dalam air, zat itu menghasilkan ion. Pada konduktor elektrolit, elektron mengalir dibawa oleh ion-ion dan yang dapat menghasilkan ion seperti asam, basa dan garam. Apabila suatu larutan konduktor elektrolit memiliki tingkat keasaman yang tinggi (pH kecil) maka semakin banyak ion yang dihasilkan sehingga arus listrik juga semakin besar, dan akibatnya konduktivitas juga semakin besar. Sebaliknya apabila suatu larutan konduktor elektrolit memiliki tingkat keasaman yang rendah (pH besar) maka semakin sedikit ion yang dihasilkan sehingga arus listrik juga semakin kecil, dan akibatnya konduktivitas juga semakin kecil (Purnomo, 2010).

Baca juga: Ilmuwan Berhasil Kembangkan Katoda Baterai Lithium Berbasis Organik yang Bebas Kobalt (warstek.com)

Marince (2006) menyatakan bahwa konduktivitas listrik larutan dipengaruhi oleh jumlah ion, mobilitas ion, tingkat oksidasi serta suhu Konduktivitas listrik berhubungan dengan tingkat kemampuan cairan dalam menghantarkan listrik yang berkaitan dengan pergerakan ion di dalam larutan. Ion yang mudah bergerak mempunyai daya hantar listrik yang besar.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Jauharah (2013), pembuatan bio-baterai menggunakan larutan elektrolit dari beberapa limbah buah dan sayuran antara lain buah tomat, pisang, jeruk, cabai, dan wortel yang dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam beberapa wadah bio-prototype. Dalam larutan tersebut dicelupkan elektroda yang disusun secara seri dan paralel. Sebagai katoda atau pengoksidasi (menerima elektron), digunakan elektroda tembaga (Cu) sedangkan sebagai anoda atau sumber elektron yang teroksidasi selama reaksi elektrokimia, digunakan elektroda seng (Zn). Beda potensial yang dihasilkan di antara keduanya dapat menimbulkan arus listrik yang bisa menghasilkan energi listrik. Dari penelitian ini akan didapatkan hasil data berupa nilai kuat arus dan beda potensial yang dihasilkan oleh alat ukur multimeter yang diaplikasikan pada masing-masing elektroda.

Kulit pepaya juga sangat potensial untuk digunakan (Adityawan, 2017). Biobaterai dari kulit pepaya memiliki keunggulan yaitu bahan baku mudah diperoleh, ramah lingkungan, dan bernilai ekonomis. Tahapan pembuatan biobaterai dari kulit pepaya diawali dari tahap preparasi kulit pepaya, tahap pembuatan pasta hingga uji aplikasi biobaterai. Biobaterai dari kulit pepaya merupakan salah satu baterai sel kering yang menggunakan prinsip sel galvanik/sel volta. Pada prinsipnya, sel volta memanfaatkan reaksi reduksi-oksidasi (redoks) spontan untuk menghasilkan tegangan listrik. Reaksi redoks terjadi pada suatu elektroda (anoda dan katoda). Anoda merupakan elektroda tempat terjadinya reaksi oksidasi dan katoda merupakan elektroda tempat terjadinya reaksi reduksi.

Pada biobaterai kulit pepaya, anoda selnya terbuat dari sebuah wadah seng yang bersentuhan dengan mangan dioksida (MnO2) dan sebuah elektrolit natrium klorida (NaCl). Umumnya pembuatan baterai menggunakan campuran pati/kanji sebagai pengental (pembentuk pasta) akan tetapi penambahan kanji tidak menghasilkan daya tahan yang optimum dikarenakan kanji mengalami pengeringan sehingga ion-ion dalam baterai tidak dapat bergerak dan tidak mengalirkan listrik (Achmad, 2017).

blank
Kerangka dalam sel baterai kulit pepaya

Sebatang karbon berfungsi sebagai katoda, yang direndam dalam elektroda ini pada bagian tengah dari sel. Reaksi selnya ialah :

Berdasarkan ujicoba yang telah dilakukan, voltase yang dihasilkan dari biobaterai kulit pepaya yaitu 1,2 V dengan perbandingan garam NaCl terhadap kulit pepaya yaitu (1:5). Hal ini menarik untuk dikaji lebih lanjut karena voltase baterai pada umumnya yaitu 1,5 V. Dengan pengembangan yang lebih lanjut, bukan tidak mungkin bahwa limbah buah dan sayur dapat menjadi sumber energi alternatif (bio-baterai) menggantikan baterai konvensional yang dapat dipakai masyarakat.

Referensi :

  • Hiskia, A. 1996. Kimia Lanjutan. Bandung : Citra Aditya Bakti.
  • Jauharah, Wira Dian. 2013. Analisis Kelistrikan yang Dihasilkan Limbah Buah dan Sayuran sebagai Energi Alternatif Bio-Baterai. Skripsi. Jember: Universitas Jember.
  • Kartawidjaja, M., dkk. 2008. Pencarian Parameter Bio-Baterai Asam Sitrat (C6H8O7). Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Hal.105-115.
  • Marince, R. 2006. Karakteriktik Fisik dan pH Sari Wortel. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
  • Purnomo, H. 2010. Pengaruh Keasaman Buah Jeruk terhadap Konduktivitas Listrik. ORBITH (2). Hal. 276-281.
  • Achmad.H. , 2017, Penuntun Belajar Kimia TPB II; Elektro Kimia, Departemen Kimia FMIPA – ITB, Bandung.
  • Adityawan, Eki. 2017. Studi Karakteristik Pencatuan Panel surya Terhadap Kapasitas Sistem Penyimpanan Energi Baterai, FT UI.

1 komentar untuk “Bio-Baterai dari Limbah Buah dan Sayuran: Alternatif Energi Ramah Lingkungan”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *