Cemaran limbah tembaga telah menimbulkan dampak serius terhadap sektor pertanian, seperti yang terjadi di Desa Cokrokembang, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Tanaman yang seharusnya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat lokal kini mengalami kemunduran yang signifikan akibat tercemarnya air irigasi oleh limbah tembaga. Kesuburan tanah terganggu, hasil panen menurun, dan lingkungan terancam. Pentingnya pemahaman mendalam mengenai dampak limbah tembaga terhadap pertanian menjadi kunci dalam mengidentifikasi solusi yang efektif untuk mengatasi masalah ini dan melindungi keberlangsungan hidup petani serta kelestarian lingkungan.
Duka Petani Desa Cokrokembang akibat Cemaran Limbah Tembaga
Para petani Desa Cokrokembang, Kab Pacitan, Jawa Timur mengalami kesedihan akibat tanaman padi tak tumbuh subur dan hasil panen pun menurun hingga 50% dalam beberapa tahun terakhir. Penyebabnya diduga dari air irigasi yang tercemar limbah tambang tembaga yang berada di atas bukit. Beberapa petani sudah mencoba mengganti tanaman palawija seperti jagung, kedelai, dan kacang-kacangan. Namun, tidak ada hasilnya dan seluruhnya mati. Hanya tanaman padi saja yang dapat bertahan, tetapi tidak tumbuh dengan subur dan bahkan menguning.

Menindaklanjuti permasalahan ini, Dinas Pertanian Pacitan melakukan uji biologi kualitas air sungai yang menjadi sumber irigasi warga. Ratusan bibit ikan nila yang ditebar hanya mampu bertahan semalam lalu mati. Hal ini juga sesuai dengan hasil uji laboratorium air limbah tambang tersebut bahwa terdapat cemaran tembaga sebanya 45 mg/L atau 20 kali lipat lebih tinggi dari baku mutu yaitu hanya 2 mg/L (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 202/2004). Berdasarkan kedua hasil uji ini sangat logis bahwa pencemaran air sungai sudah parah. Selain itu tampak jelas sisa-sisa endapan lumpur begitu pekat dan batuan besar mengalami perubahan warna menjadi kuning keemasan. Semakin mendekati lokasi tambang, semakin parah kondisi sungainya.
Sebelum adanya pertambangan tembaga di atas bukit tersebut, sawah di Cokrokembang sangat subur. Warga dapat panen sampai tiga kali dalam setahun. Namun, saat pertambangan dibangun banyak warga yang tidak begitu memahami dampak buruk pertambangan. Mereka baru mulai meyadari setelah ikan-ikan di sungai banyak mati, dan hasil pertanian yang terus menurun.
Pertambangan Tembaga yang Selalu Bermasalah
Pihak dari perusahaan tambang tembaga tersebut juga tidak membantah. Pencemaran terjadi disebabkan curah hujan yang terus meningkat di tahun 2022-2023, akibatnya Ipal yang dimiliki perusahaan tambang tersebut tidak maksimal menampung limbah. Limbah dalam bentuk batuan kecil dan lumpur menjadi meluap kemudian masuk dalam air sungai, perairan sawah dan air tanah serapan.

Tambang tembaga di Pacitan yang dimaksud adalah PT. Gemilang Limpah Internusa atau PT. GLI, merupakan perusahaan asal Tiongkok yang dibentuk tahun 2008. Perusahaan tambang ini tak lepas dari serangkaian persoalan sejak awal beroperasi. Adapun permasalahannya seperti konsesi lahan, sektor ketenagakerjaan yang dinilai tak memperhatikan keselamatan pekerjanya, akses kegiatan pertambangan yang ditengah pemukiman warga desa, dan pengolahan limbah yang tidak memadai.
Warga sekitar mengharapkan penutupan tambang secara permanen. Namun, dari pihak perusahaan menyatakan bahwa, penutupan bukan sebuah solusi. Hal ini dikarenakan sebagian besar pekerjanya adalah warga sekitar. Jika ditutup maka para pekerja mengalami PHK dan akhirnya berdampak pada penghidupan warga. Solusi yang dilakukan oleh KLHK adalah melakukan pengawasan di sekitar pertambangan terutama pengolahan limbah. Sejauh ini perusahaan terbukti tidak memenuhi standar dalam pengolahan limbah. Konsekuensi tetap diberikan sesuai dampak yang dihasilkan terhadap lingkungan warga.
Apa itu Tembaga (Cu) dan Manfaatnya pada Tumbuhan
Tembaga (Cu) merupakan logam transisi dengan nomor 29, massa atom 63,5 g/mol dan massa jenis 8,96 g/cm. Logam tembaga adalah komponen kimia paling melimpah ke-25 di kerak bumi dan paling banyak digunakan ketiga di seluruh dunia. Tembaga merupakan bahan utama untuk kabel listrik dan peralatan elektronik. Tembaga termasuk dalam logam mikronutrien.
Tembaga sebagai mikronutrien merupakan unsur hara yang penting untuk perkembangan tanaman, dalam kondisi fisiologis tembaga ada dalam bentuk Cu+ dan Cu2+. Cu bertindak sebagai elemen struktural dalam protein pengatur dan berpartisipasi dalam rantai transport elektron fotosintesis dan respirasi, metabolisme oksidatif, metabolisme dinding sel dan sinyal hormonal. Protein yang mengandung atom Cu dalam strukturnya adalah askorbat oksidasi, Zn/Cu superoksida dismutase, dan Cu amino oksidase. Tembaga juga berperan dalam pembentukan klorofil dan membantu kelancaran proses fotosintesis. Selain itu tembaga juga mempengaruhi bentuk, rasa, kandungan gula dan efisiensi penggunaan air pada buah yang dihasilkan.
Proses Penyerapan Tembaga oleh Tanaman
Mikronutrien seperti Cu diserap oleh tanaman dari matriks tanah melalui sel-sel epidermis akar kemudian dipindahkan ke pusatnya melalui parenkim, endoderm dan xylem. Pada tumbuhan, xylem merupakan tempat Cu terakumulasi paling banyak di sistem akar. Hal ini disebabkan Cu memiliki mobilitas yang buruk. Jalur penyerapan logam ini berlangsung searah.
Penyerapan dan pengangkutan ion logam Cu dilakukan dengan bantuan molekul transport logam seperti agen khelat. Setelah diserap oleh akar, Cu dapat diangkut dalam xylem menuju batang dan daun. Pengangkutan ion logam Cu dilakukan secara bertukar sesama ion divalent. Dimana ion logam divalent lainnya seperti Fe, Zn, Mg, dan Ca akan terus berkurang dan di dominasi oleh Cu. Jika cemaran Cu terlalu banyak, bukan tidak mungkin keberadaan ion logam monovalent seperti Na, dan K juga menghilang.

Pencemaran tanah oleh Cu didominasi oleh kegiatan manusia seperti pertambangan, industri dan pertanian. Adanya cemaran Cu dari kegiatan tersebut menyebabkan kerusakan pada tanah dan kematian bagi organisme disekitarnya. Pada tingkat beracun di dalam tanah, Cu mengurangi penyerapan air dan nutrisi mineral, meningkatkan stress oksidatif, mempengaruhi fotosintesis, menyebabkan penurunan pertumbuhan dan produksi tanaman. Stres oksidatif merujuk pada proses redoks yang disebabkan oleh logam Cu. Proses redoks tersebut menghasilkan spesies oksigen reaktif atau radikal bebas seperti oksigen singlet (O2–), hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil (·OH). Radikal bebas inilah yang merusak proses fotosintesis dan metabolisme pada tanaman.
Efek Racun Tembaga pada Pertumbuhan Padi (Oriza sativa)
Diketahui bahwa keberadaan cemaran logam Cu menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bibit padi. Hal ini disebabkan Cu mengurangi serapan NO3– atau nitrat. Akibatnya bibit padi mengalami ketimpangan komposisi nitrogen sehingga proses pertumbuhan dan fotosintesis menjadi terhambat.
Nitrogen (N), merupakan unsur hara penting bagi tanaman dan dibutuhkan dalam jumlah sangat besar, umumnya diserap dalam bentuk nitrat (NO3–) dan ammonium (NH4+). Perbandingan antara NO3– dan NH4+ yang seimbang mampu meningkatkan aktivitas sintesis protein dan proses fotosintesis. Protein yang terbentuk hakikatnya digunakan sebagai pembentukan protoplasma dalam sel-sel tanaman, sehingga terjadi pembelahan sel dan berpengaruh secara langsung terhadap ukuran akar, batang, daun dan buah yang dihasilkan. NO3– dan NH4+ juga mempengaruhi pembentukan protoplasma pada klorofil, sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik. Semakin meningkatnya produk fotosintesis yang terbentuk (karbohidrat dan air) maka yang ditranslokasikan ke bagian-bagian vegetative tanaman juga banyak.
Teori ini sesuai dengan kasus yang dialami oleh petani Desa Cokrokembang, Kab Pacitan, Jawa Timur. Cemaran logam Cu yang masuk dalam irigasi sawah menyebabkan pertumbuhan padi menjadi terganggu. Teori ini juga menjawab mengapa tanaman padi cepat menguning dan beras yang dihasilkan menurun drastis.
Apakabar Hilirisasi Pertambangan di Indonesia?
Pemerintah Indonesia berkomitmen menjalankan hiliriasi pertambangan sejak tahun 2010. Hal ini merupakan upaya negara kita untuk memaksimalkan sumber daya mineral, menciptakan nilai tambah untuk mendorong perekonomian, serta memberdayakan sumber daya manusia yang ada. Hilirisasi pertambangan juga dinilai menjadi kunci Indonesia dalam menggapai tittle ‘Negara Maju’.

Diketahui bahwa Indonesia menjadi salah satu dari sepuluh produsen tembaga terbesar dunia. Upaya hilirisasi industri tembaga merupakan langkah pengembangan sumber daya mineral yang potensinya sangat besar. Namun, adanya kasus ini hendaknya kita menjadikan pelajaran.
Kasus cemaran tembaga di Desa Cokrokembang menunjukkan, ketidakpedulian masyarakat terhadap dampak pembangunan tambang di tengah-tengah pemukiman. Keresahan baru terjadi saat lingkungan sudah tercemar parah. Ketidaktahuan dan kurangnya pendidikan sepertinya menjadi permasalahan utama. Namun, agaknya ini terlalu miris untuk kondisi saat ini yang informasi sudah mudah diakses.
Pemerintah Indonesia juga hendaknya semakin tegas dalam memerangi perusahaan yang tidak menjalankan prosedur sesuai aturan dan tidak menjaga lingkungan sekitar. Harapanya untuk kegiatan hilirisasi pertambangan ini, pemerintah harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Melestarikan lingkungan artinya turut menyelamatkan peradaban Indonesia.
Referensi
Asnawi, A. (Februari 2024) Nestapa Petani Pacitan Terdampak Limbah Tambang Tembaga, Diakses melalui: https://www.mongabay.co.id/2024/02/26/nestapa-petani-pacitan-terdampak-limbah-tambang-tembaga/ , pada 14/03/2024.
Asnawi, A. (Maret 2024) Tambang Tembaga di Pacitan Bermasalah Sejak Lama, Diakses melalui: https://www.mongabay.co.id/2024/03/09/tambang-tembaga-di-pacitan-bermasalah-sejak-lama/ , pada 14/03/2024.
Damayanti, D.P.O., Handoyo, T., dan Slameto, S., 2018, Pengaruh Ammonium (NH4+) dan Nitrat (NO3–) terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Minyak Atsiri Tanaman Kemangi (Ocimum basilicum) dengan Sistem Hidroponik, Agritrop, 16(1), 163-175. Melalui: https://media.neliti.com/media/publications/273729-pengaruh-ammonium-nh4-dan-nitrat-no3-ter-2b271c90.pdf .
Huo, K., Shangguan, X., Xia, Y., Shen, Z., and Chen, C., 2020, Excess copper inhibits the growth of rice seedlings by decreasing uptake of nitrate, Ecotoxicology and Environmental Safety, 190, 110105. DOI: https://doi.org/10.1016/j.ecoenv.2019.110105
José Rodrigues Cruz F, Leone da Cruz Ferreira R, Silva Conceição S, et al. (2022) Copper Toxicity in Plants: Nutritional, Physiological, and Biochemical Aspects. Advances in Plant Defense Mechanisms. IntechOpen. Available at: http://dx.doi.org/10.5772/intechopen.105212.
Wibowo, A. (Oktober 2022) Limbah Tambang Tembaga di Pacitan, Diduga Cemari Lingkungan, Diakses melalui: https://www.tvonenews.com/daerah/jatim/77881-limbah-tambang-tembaga-di-pacitan-diduga-cemari-lingkungan?page=2 , pada 14/03/2024.