Teknologi Nano untuk Deteksi Dini Penyakit Berbahaya Melalui Napas dan Keringat

Oleh: Beni Adi Trisna Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena pada dasarnya manusia dapat hidup produktif jika […]

blank
blank

Oleh: Beni Adi Trisna

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena pada dasarnya manusia dapat hidup produktif jika berada dalam keadaan sehat. Namun, banyak penyakit berbahaya yang dapat diidap oleh manusia, menyebabkan mereka kesulitan memperoleh keadaan sehat. Penyakit-penyakit berbahaya yang dapat mengancam kesehatan manusia, misalnya penyakit diabetes, kanker, dan fibrosis kistik. Pendeteksian dini terhadap penyakit-penyakit ini dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan dan mengurangi kerentanan pada kondisi yang lebih serius.

Metode pendeteksian tradisional yang sering dilakukan untuk dapat mengetahui adanya penyakit tersebut di tubuh manusia adalah menggunakan metode invasif, yaitu metode pengujian/tes yang membutuhkan operasi kecil atau memasukkan peralatan ke dalam tubuh manusia untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Tes kadar glukosa pada darah adalah salah satu contoh metode tradisional dalam proses deteksi penyakit diabetes. Tes ini memiliki beberapa kekurangan, yaitu timbulnya rasa sakit dan stress. Selain itu, hasil analisa biasanya baru dapat diperoleh beberapa minggu setelah selesai dilakukannya pengambilan sampel darah. Proses yang tidak praktis menyebabkan pengecekan kesehatan seringkali diabaikan sebelum timbul kondisi-kondisi kronis yang mengancam keselamatan. Untuk mengatasi hal-hal tersebut, peneliti-peneliti di negara maju sedang mengembangkan metode modern, non-invasif, dan instan untuk mendeteksi penyakit berbahaya.

Metode modern yang sedang dikembangkan adalah dengan memanfaatkan penanda alami tubuh (biomarkers). Biomarkers adalah semua zat, struktur, atau proses yang dapat diukur, yang dihasilkan akibat terjadinya perubahan di dalam tubuh. Biomarkers yang keluar dari dalam tubuh melalui keringat, air mata, air seni, dan udara pernapasan akan dideteksi oleh sensor-sensor, yang saat ini sedang dikembangkan oleh para peneliti.

Tantangan yang harus dihadapi untuk mendeteksi biomarkers adalah terkait ukurannya yang sangat kecil. Sebagai contoh pada penderita diabetes, per satu juta hingga satu miliar partikel—tergantung jenis diabetes yang diderita—yang dikeluarkan dalam udara pernapasannya, ada sekitar satu konsentrasi acetone yang dikeluarkan. Ini ibarat seperti mencari satu tetes cairan di dalam sebuah kolam renang Olimpiade. Sehingga, sensor berukuran nano harus dibuat agar dapat mendeteksi biomarkers itu.

Tim peneliti dari College of Electronic Science and Engineering, Jilin University yang dipimpin oleh Prof. Hongwei Song telah berhasil menjawab tantangan tersebut dengan membuat modifikasi sensor gas dari bahan semikonduktor oksida tipe-n yang dapat mendeteksi konsentrasi gas acetone dengan tingkat sensitivitas tinggi dan tahan terhadap kelembapan (uap air) dari hasil pernapasan seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Penelitian yang mereka lakukan telah berhasil dipublikasikan pada jurnal Nature [1]. Semikonduktor oksida tipe-n dibentuk dengan membuat struktur kawat-kawat nano (nanowires) In2O3 dan menambahkan logam mulia Pt di dalamnya seperti ditunjukkan pada Gambar 1 (d), (e), (f), dan (g).

blank
Gambar 1.
Sebuah alat pendeteksi penderita diabetes dengan memanfaatkan modifikasi sensor gas yang terbuat dari bahan semikonduktor. (a) Gambar skema prinsip kerja alat dan alat ketika dipakai untuk mendeteksi hasil pernapasan orang yang sehat di (b) dan pasien penderita diabetes di (c). (d) Gambar hasil uji Scanning Tunneling Microscopy (STM) dari sensor kawat nano Pt@ In2O3 dan hasil analisis komposisi bahan kimia menggunakan uji Energy Dispersive Spectroscopy (EDX) untuk unsur (e) O, (f) In, dan (g) Pt [1]

Reaksi kimia yang terjadi pada kawat-kawat nano akibat terkena paparan gas acetone—walaupun dalam kadar yang sangat kecil, akan menyebabkan perubahan jumlah elektron dan sekaligus ikut mengubah tahanan listrik. Logam mulia Pt berfungsi sebagai katalis untuk meningkatkan sensitivitas reaksi kimia yang terjadi. Perubahan tahanan listrik yang terjadi akibat reaksi kimia ini kemudian diukur menggunakan rangkaian listrik, sehingga kadar gas acetone bisa diukur. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat ketelitian pengukuran kadar acetone hingga satu per satu miliar partikel dapat diperoleh dan dapat dibuktikan juga ketika uji klinis yang melibatkan pasien penderita diabetes sebagaimana ditunjukkan di Gambar 1 (b) dan (c).

Di tempat lain, tim peneliti dari Stanford Genome Technology Center, Stanford School of Medicine yang dipimpin oleh Prof. Ronald W. Davies juga melakukan penelitian untuk mendeteksi penyakit diabetes dan fibrosis kistik dari biomarkers manusia. Mereka mendeteksi biomarkers yang dikeluarkan tubuh manusia melalui keringat. Penelitian mereka telah dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America [2] dan mendapatkan kutipan dari jurnal Nature [3].

blank

 Gambar 2. Diagram skema mekanisme Ionthoporosis dan aplikasinya untuk mendeteksi biomarkers pada keringat [3]

Keringat yang dideteksi, diperoleh dari mekanisme stimulasi buatan, bukan melalui aktivitas fisik seperti olahraga atau lari. Hal ini tentunya ideal untuk diaplikasikan pada pemeriksaan medis pasien dalam kondisi diam. Mekanisme Ionthoporesis digunakan untuk menstimulasi keringat agar keluar dari dalam tubuh seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Dua elektroda (positif dan negatif) diletakkan dengan perantara cairan gel (pilogel) di kulit pasien. Arus listrik kemudian dialirkan untuk mendorong obat perangsang keringat (pilocarpine), yang terkandung di dalam pilogel, hingga melewati lapisan bawah kulit dan memicu kelenjar keringat untuk mengeluarkan keringat ke permukaan kulit. Kondisi kesehatan seseorang kemudian ditentukan dengan mendeteksi biomarkers pada keringat menggunakan sensor-sensor khusus yang disesuaikan dengan biomarkers yang ingin diketahui.

blank

Gambar 3. (a) alat yang dapat menstimulasi keluarnya keringat dan mengukur biomarkers yang ada didalamnya. (b) bagian di alat yang digunakan untuk menstimulasi keringat (elektroda Ionthoporesis) dan sensor-sensor untuk mendeteksi biomarkers melalui kandungan ion-ion Na+ dan Cl di keringat [2]

Sebuah purwarupa alat untuk menstimulasi keluarnya keringat dengan mekanisme Ionthoporesis dan mengukur biomarkers pada pasien fibrosis kistik telah berhasil dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Teori biologi yang mendasarinya adalah bahwa setiap pasien penderita penyakit fibrosis kistik, pasti akan mengeluarkan kadar garam dalam jumlah tinggi melalui keringat. Untuk dapat mendeteksi garam-garam pada keringat, maka silver (Ag) setebal 200 nm ditanamkan ke bahan fleksibel Polyethylene Terephthalate (PET) dan digunakan sebagai elektroda untuk proses Ionothoporesis. Kemudian, sensor untuk biomarkers ion Na+ dan Cl dibuat menggunakan dua bahan berbeda. Sensor untuk ion Na+ dibuat menggunakan bahan dasar Na Ionophore yang bisa mengikat dan membawa ion-ion Na+ yang ada di keringat. Sedangkan untuk Cl dibuat menggunakan bahan Ag/AgCl. Konsentrasi masing-masing ion kemudian ditentukan dengan cara mengukur beda potensial antara sensor dengan elektroda referensi yang dibuat dari bahan polyvinyl butyral resin BUTVAR B-98 (PVB). Semakin tinggi kadar ion, maka semakin rendah nilai beda potensial yang terukur antara sensor dan elektroda referensi.

Gambar 4 menunjukkan hasil pengujian purwarupa alat kepada enam orang sehat dan tiga orang penderita fibrosis kistik. Perbedaan konsentrasi masing-masing ion terlihat jelas pada orang sehat dan penderita fibrosis kistik. Penderita fibrosis kistik memiliki konsentrasi ion-ion Na+ dan Cl sekitar >60 mM, jauh lebih tinggi dibanding kadar ion-ion Na+ dan Cl orang sehat yaitu sekitar <20 mM. Hasil uji ini menunjukkan bahwa purwarupa alat tersebut dapat mendiagnosis penderita fibrosis kistik melalui kadar garam dalam keringat dengan sensitivitas tinggi.

Sangat besar harapan penulis agar sensor-sensor ini dapat segera dipasarkan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan sensor dari segi waktu, akurasi dan jumlah penyakit yang dapat dideteksi juga perlu untuk selalu ditingkatkan. Jika sensor-sensor portabel ini sudah bisa dipakai sehari-hari, maka tingkat kesehatan dan produktivitas manusia akan ikut meningkat.

blank

Gambar 4. Hasil pengambilan data purwarupa alat pengukur biomarkers pada keringat yang dilakukan pada waktu sebenarnya untuk orang normal (a) dan (b) pasien fibrosis kistik. (c) perbandingan konsentrasi ion-ion Na+ dan Cl pada orang normal dan pasien fibrosis kistik [2]

Referensi:

[1] Liu W, Xu L, Sheng K, Zhou X, Dong B, Lu G, Song H. A highly sensitive and moisture-resistant gas sensor for diabetes diagnosis with Pt@In2O3 nanowires and a molecular sieve for protection. NPG Asia Materials. 2018 Apr 17:1

[2] Emaminejad S, Gao W, Wu E, Davies ZA, Nyein HY, Challa S, Ryan SP, Fahad HM, Chen K, Shahpar Z, Talebi S. Autonomous sweat extraction and analysis applied to cystic fibrosis and glucose monitoring using a fully integrated wearable platform. Proceedings of the National Academy of Sciences. 2017 Apr 17:201701740

[3] Bariya M, Nyein HY, Javey A. Wearable sweat sensors. Nature Electronics. 2018 Mar;1(3):160.

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *