Teknologi Dry Reforming sebagai Alternatif Pengolahan Gas Alam Natuna

Ditulis Oleh Fauzi Yusupandi Pada tahun 2016, Exxon Mobil, PTT EP (Thailand) dan PT Pertamina telah melakukan kajian teknologi dan […]

Ditulis Oleh Fauzi Yusupandi

Pada tahun 2016, Exxon Mobil, PTT EP (Thailand) dan PT Pertamina telah melakukan kajian teknologi dan pasar untuk komersialisasi gas alam Natuna. Namun, hasil kajian yang diperoleh tidak menguntungkan yang membuat Exxon Mobil mundur dari pengembangan lapangan gas Natuna pada tahun 2017. Tidak lama kemudian, PTT EP juga memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut sehingga menyisakan PT Pertamina yang mengelola gas alam Natuna.[1] Setelah dua tahun berlalu, belum ada lagi perkembangan lebih lanjut terkait pengembangan lapangan gas alam Natuna. Padahal cadangan gas alam Natuna merupakan yang terbesar di Indonesia yaitu sebesar 46 trillion cubic feet (TCF) yang nilainya 4 kali lebih besar dibandingkan cadangan blok Masela (10,7 TCF). [2] Masalah utama dari gas Natuna adalah kandungan CO2 yang tinggi (71%). Profil lapangan gas alam Natuna ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Profil lapangan gas Natuna[1][3]

Teknologi pemisahan CO2 dengan konsentrasi yang tinggi umumnya menggunakan teknologi membran dan distilasi kriogenik. Namun, kedua teknologi tersebut memerlukan biaya yang sangat tinggi. Pada tahun 2018, Oki Muraza, diaspora yang sedang berkarir di King Fahd University of Petroleum and Minerals, telah mengembangkan katalis untuk mengkonversi gas metana (CH4) dan CO2 menjadi gas sintesis yang terdiri dari gas hidrogen (H2) dan gas karbon monoksida (CO) melalui proses dry reforming. Katalis yang dikembangkan berbasis nikel dengan penyangga Na-silicate-1 yang disintesis menggunakan metode microwave-assisted hydrothermal (MAHyS) pada temperatur 180oC selama 6 jam.[4] Sebelumnya, katalis berbasis logam mulia seperti palladium digunakan untuk proses dry reforming karena aktivitas dan stabilitasnya yang tinggi. Namun, komersialisasi katalis berbasis logam mulia sulit untuk direalisasikan karena harganya mahal dan ketersediannya tidak melimpah.[5] Penelitian ini memberikan alternatif material katalis yang harganya lebih murah dan ketersediannya melimpah dibandingkan katalis logam mulia.

Pada penelitian ini, ada dua rute pembuatan katalis. Rute pertama yaitu nikel (dengan komposisi 5 – 20% berat) dari larutan Ni(NO3)2.6H2O dilapiskan di permukaan Na-silicate-1 dengan metode impregnasi yang dilanjutkan dengan proses kalsinasi pada 500oC selama 5 jam untuk dekomposisi zat organik dan penguapan air. Sedangkan rute kedua adalah Na-silicate-1 dicampurkan terlebih dahulu dengan larutan anorganik dari cerium (Ce), yttrium (Y) dan zinc (Zn) menggunakan microwave pada temperatur 80oC selama 2 jam untuk proses pertukaran ion (ion exchange) antara ion Na pada silicate-1 dengan ion Ce, Y atau Zn yang dilanjutkan dengan proses pengeringan. Selanjutnya, nikel dengan komposisi 20% berat dari larutan Ni(NO3)2.6H2O dilapiskan di permukaan silicate-1 yang telah mengandung Ce, Y atau Zn.[4] Diagram alir pembuatan katalis dry reforming ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir pembuatan katalis dry reforming[4]

Katalis tersebut diuji aktivitas dan stabilitasnya menggunakan gas CH4, CO2 dan He pada temperatur 750oC dan tekanan 1 atm. Massa katalis yang digunakan sebesar 0,3 gram dengan gas hourly space velocity (GHSV) sebesar 51.400 mL/jam.gram yang menunjukkan laju alir umpan dibagi massa katalis. Katalis nikel/silicate-1 dengan penambahan 20% berat nikel (20Ni/S-1) menunjukkan aktivitas dan stabilitas lebih tinggi dibandingkan dengan 5, 10 dan 15% berat nikel. Konversi CH4 yang dihasilkan sebesar 87,02% dan konversi CO2 yang dihasilkan sebesar 85,81% ketika satu jam beroperasi. Setelah 18 jam beroperasi, konversi CH4 dan CO2 menurun masing-masing menjadi 77,58 dan 60,76%.[4] Katalis 20Ni/S-1 dijadikan basis modifikasi dengan menambahkan Ce (20Ni/CeS-1), Y (20Ni/YS-1) dan Zn (20Ni/ZnS-1). Konversi CH4 dan CO2 tertinggi dihasilkan oleh katalis 20Ni/CeS-1 sebesar 93,57 dan 82,41% selama 12 jam beroperasi. [4] Katalis 20Ni/CeS-1 lebih aktif dibandingkan dengan katalis 20Ni/YS-1 dan 20Ni/ZnS-1. Hal tersebut disebabkan oleh luas permukaan yang tinggi dan pori yang berukuran mesopori (2 – 50 nm) yang dapat mengurangi hambatan perpindahan massa sehingga meningkatkan aktivitas katalis[3]. Profil konversi CH4 dan CO2 terhadap waktu pengujian pada berbagai jenis katalis ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Konversi (a) CH4 dan (b) CO2 dengan variasi % berat nikel pada Na-Silicate-1. Konversi (c) CH4 dan (d) CO2 pada 20Ni/S-1 dengan penambahan Ce, Y dan Zn[4]

Produk yang dihasilkan dari berbagai jenis katalis terdiri dari gas H2 dan CO dengan kandungan gas H2 lebih tinggi dibandingkan dengan gas CO. Hal tersebut terjadi karena adanya reaksi samping seperti dekomposisi metana (persamaan 2) dan water gas shift (WGS) reaction (persamaan 3).

Reaksi utama              : CH4 + CO2 –> 2H2 + 2CO                                                    (1)

Reaksi samping           : CH4 –> C + 2H2                                                                        (2)

                                      CO + H2O <–> H2 + CO2                                                      (3)

Rasio gas H2/CO pada katalis 20Ni/S-1 sebesar 1,2 setelah 18 jam beroperasi yang nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan 10 dan 15% berat nikel. Sementara itu, katalis dengan penambahan Ce (20Ni/CeS-1) menghasilkan rasio gas H2/CO sebesar 2,9 setelah 12 jam beroperasi yang nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan katalis 20Ni/YS-1 dan 20Ni/ZnS-1.[4] Profil rasio H2/CO terhadap waktu pengujian pada berbagai jenis katalis ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Rasio H2/CO pada katalis (a) dengan variasi % berat nikel pada Na-Silicate-1 (b) 20Ni/S-1 dengan penambahan Ce, Y dan Zn[4]

Selama proses pengujian katalis, deposit karbon terbentuk pada katalis tersebut tetapi tidak ada kerusakan struktur. Deposit karbon dapat terbentuk akibat reaksi dekomposisi metana (persamaan 2) dan boudouard reaction yang ditunjukkan pada persamaan 4.

Boudouard reaction    : 2CO –> C + CO2                                                                   (4)

Deposit karbon yang dihasilkan katalis 20Ni/S-1 setelah 12 jam beroperasi sebesar 55,27%. Setelah dilakukan penambahan Ce, Y dan Zn pada katalis tersebut, presentase deposit karbon yang terbentuk menurun. Deposit karbon yang dihasilkan katalis 20Ni/CeS-1, 20Ni/YS-1 dan 20Ni/ZnS-1 setelah 12 jam beroperasi masing-masing sebesar 44,1; 45,1 dan 38,3%.[4] Presentase deposit karbon tersebut masih terlalu tinggi yang dapat menyebabkan deaktivasi katalis. Kedepan, perlu dilakukan pengujian katalis hingga 100 jam operasi untuk melihat aktivitas dan stabilitasnya dalam mengkonversi gas CH4 dan CO2 menjadi CO dan H2 serta melihat seberapa besar presentasse pembentukan deposit karbon.

Penelitian ini dapat menjadi solusi alternatif dalam menyelesaikan permasalahan gas Natuna. Gas CH4 dan CO2 di lapangan gas Natuna dapat dikonversi menjadi gas CO dan H2 yang dapat menjadi bahan baku pembuatan bahan kimia seperti metanol, dimetil eter (DME) atau pembuatan bahan bakar cair melalui proses Fischer-Tropsch. Jika pemerintah masih mencari teknologi untuk mengembangkan lapangan gas Natuna, mungkinkah teknologi dry reforming dengan katalis buatan anak bangsa dilirik? Mengingat, Jepang memiliki Chiyoda yang telah mengembangkan dry reforming plant untuk memproduksi butanol, asam asetat dan lain-lain.

 Daftar Pustaka

[1] Amelia, A R. 2017. Cerita di Balik Mundurnya Exxon Mobil di Blok East Natuna. Diakses dari : https://katadata.co.id/berita/2017/07/21/cerita-di-balik-mundurnya-exxonmobil-di-blok-east-natuna pada 03 Agustus 2019

[2] Indrawan, R. 2019. Tetap Dilanjutkan, Pertamina Cari Teknologi Kembangkan Blok East Natuna. Diakses dari  : https://www.dunia-energi.com/tetap-dilanjutkan-pertamina-cari-teknologi-kembangkan-blok-east-natuna/ pada 03 Agustus 2019

[3] Hanif, A., Suhartanto, T dan Green, M.L.H. 2002. Possible Utilisation of CO2 on Natuna’s Gas Field Using Dry reforming of Methane to Syngas (CO & H2). Melbourne : Society of Petroleum Engineers

[4] Bawah, A-R., Malaibari, Z.O dan Muraza, O. 2018. Syngas Production from CO2 Reforming of Methane over Ni Supported on Hierarchical Silicate-1 Fabricated by Microwave-Assisted Hydrothermal Synthesis. International Journal of Hydrogen Energy, 43, 13177-13189

[5] Boukha, Z., Ayastuy, J.L., Cortes-Reyes, M., Alemany, L.J., Gutierrez-Ortiz, M.A dan Gonzalez-Velasco, J.R. 2018. Catalytic Properties of Cobalt-Promoted Pd/HAP Catalyst for CO-Cleanup of H2-Rich Steam. International Journal of Hydrogen Energy, 566, 1-10

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *