Graphene Ball : Material Baru yang Mampu Melakukan Full Charging dalam Waktu 12 Menit

Baterai memainkan peran vital sebagai sumber listrik mulai dari smartphone hingga kendaraan listrik. Baterai lithium ion merupakan baterai yang paling […]

blank

Baterai memainkan peran vital sebagai sumber listrik mulai dari smartphone hingga kendaraan listrik. Baterai lithium ion merupakan baterai yang paling banyak digunakan dan juga merupakan jenis baterai terbaik sampai saat ini dalam hal penyimpanan energi dan kecepatan chargingnya. Komponen-komponen di dalam baterai lithium ion terdiri dari elektrolit, anoda dan katoda. Bagian anoda baterai lithium ion menggunakan nano karbon baik berupa Carbon Nano Tube (CNT) atau graphene yang dapat dibuat dari mineral grafit. China merupakan negara penghasil dan pengekspor grafit terbesar di dunia yang setara dengan US$ 246,377,000 pada tahun 2015[1]. Grafit adalah mineral yang berbentuk alotrop karbon seperti halnya intan, namun struktur atom mempengaruhi sifat fisik dan kimianya. Grafit merupakan konduktur listrik dan isolator panas sedangkan intan merupakan isolator listrik dan konduktor panas. Perbedaan struktur atom grafit dan intan dijelaskan pada Gambar 1.

 

 

blank

Gambar 1. (a) struktur atom grafit (b) struktur atom intan[2]

Sejak Richard Feynman menyampaikan pidatonya yang terkenal “There’s plenty of room at the bottom” pada tahun 1959, para peneliti berusaha keras untuk mensintesis material dengan ukuran yang lebih kecil dari mikrometer untuk perkembangan teknologi dan material maju. Sifat fisika dan kimia suatu bahan dipengaruhi oleh ukuran sehingga material yang berada pada skala nanometer (1-100 nm) dengan skala mikrometer (1 µm atau 10-3 mm) masing-masing memiliki sifat kimia dan fisika. Material nano berbasis karbon mencuri perhatian banyak ilmuwan karena memiliki sifat yang unik dan ketersediannya di alam sangat melimpah.

Pada tahun 2004, Andre K Geim dan Konstantine Novoselov dari Manchester University, UK melakukan penelitian untuk mengambil satu lapisan tipis karbon dengan ketebalan hanya satu atom yang terdapat pada pensil dengan menggunakan selotip. Dari eksperimen sederhana tersebut, lahir lapisan tipis dimana setiap karbon dikemas rapat dalam bentuk kristal seperti sarang lebah yang kemudian disebut graphene. Penelitian tersebut membuat mereka dihadiahi nobel di bidang fisika pada tahun 2010. Graphene merupakan material nano yang tersusun atas atom-atom karbon yang membentuk struktur heksagonal seperti sarang lebah dua dimensi. Penelitian mengenai graphene berkembang pesat saat ini karena graphene merupakan struktur dasar dalam pembentukan material nano berbasis karbon lainnya seperti Carbon Nano Tube/CNT (beberapa lapisan graphene yang digulung ke arah aksial dan Fullerene (lapisan karbon yang berbentuk bola).

blank

Gambar 2. Struktur CNT dan Fullerene yang dibentuk dari lapisan graphene[3]

Graphene disebut sebagai “super material” atau “smart material” karena memiliki sifat-sifat yang unik seperti mobilitas elektrik yang tinggi (~10,000 cm2/V s), transparansi optik yang baik (97.7%), modulus young (~ 1 TPa) yang lebih baik dari grafit (27,6 GPa), konduktivitas panas (~ 3000 W/m K) yang lebih baik dari grafit (114 W/m K) dan konduktivitas listrik (~ 106 S/cm) yang lebih baik dari grafit (20 S/cm)[4]. Material graphene dimanfaatkan di berbagai bidang seperti bidang kesehatan (untuk terapi kanker, biosensor), energi (sel surya, fuel cell, superkapasitor dan baterai), elektronik, katalis dan komposit.

blank

Gambar 3. Aplikasi material graphene pada berbagai bidang[3]

Pada hari Rabu, 28 November 2017, The Samsung Advanced Institute of Technology (SAIT) bekerjasama dengan Seoul National University telah mengembangkan material baterai terbaru yang terbuat dari graphene ball dan mampu mengisi ulang baterai 5x lebih cepat daripada baterai lithium ion yang sekarang. Material graphene ball akan digunakan sebagai anoda pada baterai lithium ion karena mampu meningkatkan densitas energi (kemampuan penyimpanan energi) hingga 27,6% (5000 – 6000 mAh) dan dapat mengisi ulang penuh baterai dalam waktu 12 menit[5]. Metode yang digunakan dalam pembuatan graphene ball adalah Chemical Vapour Deposisition (CVD) dengan menggunakan gas metana (CH4) sebagai bahan bakunya dan SiO2 sebagai media pertumbuhannya. Untuk menghasilkan graphene di permukaan SiO2 nanopartikel dengan diameter 20-30 nm, SAIT memasukkan gas metana dan SiO2 ke dalam furnace pada temperatur 1000oC. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

blank

Proses penumbuhan graphene ball di permukaan SiO2 seperti saat membuat popcorn. Dr. Son In-Hyuk yang memimpin penelitian ini mengatakan bahwa biaya untuk memproduksi graphene ball skala komersial tidak terlalu mahal jika menggunakan metode CVD. Dari hasil penelitian, proses penumbuhan graphene selama 240 menit mampu menghasilkan 84,5% massa graphene dengan nilai konduktivitas elektrik sebesar 65,5 S/cm. Hasil tersebut lebih baik dibandingkan dengan proses penumbuhan graphene selama 60 menit yang hanya mampu menghasilkan 56,2% massa graphene dengan nilai konduktivitas elektrik sebesar 48,4 S/cm.

blank

Gambar 4. (a) Proses penumbuhan graphene ball di permukaan SiO2 (b) Morfologi material graphene ball menggunakan SEM[6]

Masalah utama dalam baterai lithium ion adalah reaksi samping yang terjadi dalam baterai yang dapat menghasilkan gas hidrogen (H2) yang ketika bereaksi dengan gas oksigen (O2) di udara dapat menghasilkan ledakan khususnya saat baterai diisi ulang terlalu cepat. Hal ini terjadi pada kasus Samsung Galaxy Note 7 yang terbakar di bandara saat diisi ulang pada tahun 2016. Para peneliti di SAIT meyakini bahwa material graphene ball mampu mengurangi potensi bahaya tersebut dan lebih aman digunakan. Mereka pun berharap baterai lithium ion dengan menggunakan material graphene ball dapat diterapkan pada kendaraan listrik karena kecepatannya dalam proses pengisian ulang dan kapasitas penyimpanan energinya yang lebih besar.

 

Referensi

[1] Sousa, G. 2017. Top 10 Graphite Exporting Countries. http://www.worldatlas.com/articles/top-10-graphite-exporting-countries.html (diakses pada 7 Desember 2017)

[2] The Chemical Properties of Diamond. 2017. http://www.yarss.com/diamonds/Chemical-Properties-of-a-Diamond30pzuxantq/ (diakses pada 7 Desember 2017)

[3] Samantara, Aneeya K. 2015. Graphene : Synthesis, Properties and Application. India : KIIT University

[4] Junaidi, M dan Diah S. 2014. Pengaruh Variasi Waktu Ultrasonikasi dan Waktu Tahan Hydrothermal Terhadap Struktur dan Konduktivitas Listrik Material Graphene. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

[5] Shilov, A. 2017. Samsung’s Reveals Li-ion Battery with Graphene balls : Higher Capacity, Faster Charging. https://www.anandtech.com/show/12093/samsungs-liion-battery-with-graphene-balls-enables-higher-capacity-faster-charging (diakses pada 7 Desember 2017)

[6] Son, In Hyuk, Jong H P, Seongyong P, Kwangjin P, Sangil H, Jaeho S, Seok-Gwang D, Yunil H, Hyuk C, dan Jang W C. 2017. Graphene balls for Lithium Rechargeable Batteries with Fast Charging and High Volumetric Energy Densities. Republic of Korea : Samsung Advanced Institute of Technology & Seoul National University

 

Baca juga artikel lainnya : Pembangkit Listrik Berbentuk Panda Telah Dibangun di China

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *