Hallo sahabat Warstek, siapa nih yang mengagumi kecerdasannya eyang Habibie? Atau jangan-jangan ada juga yang sangat mengagumi kecerdasan Einstein? Hmm, kalau penulis kebetulan mengagumi keduanya. Hehe.
Sekretaris Jenderal ASEAN, Dr. Surin Pitsuan pernah mengatakan: “Now we have another ‘Romeo & Juliet‘ in our region, that is Habibie & Ainun“. Kisah Romeo & Juliet dengan kisah Habibie & Ainun memiliki kesamaan betapa besarnya kekuatan cinta (the power of love), namun kisah Romeo & Juliet mengisahkan kekandasan cinta dari dua remaja akibat kedua orang tua mereka saling bermusuhan, dan berakhir dengan bunuh diri bersama.
Sementara kisah Habibie & Ainun lebih mengisahkan keberhasilan cinta yang terjalin dan berkembang sampai 48 tahun 10 hari dari sepasang intelektual muda hingga lanjut usia, menjadi eyang dari 6 cucu. Perbedaan lainnya, kisah Romeo & Juliet merupakan kisah fiksi yang ditulis oleh William Shakespeare, sedangkan Habibie & Ainun merupakan kisah nyata yang ditulis oleh eyang Habibie sendiri.

Jika dunia menyandingkan kisah Habibie & Ainun sama dengan kisah Romeo & Juliet, maka dalam tulisan ini, penulis ingin mengupas tuntas kesamaan kisahnya dengan kisah Einstein & Mileva. Yap bener, sahabat Warstek gak salah dengar, kisah Einstein & Mileva. Jelas memang tidak bisa sembarangan disandingkan begitu saja, tulisan ini hanya sekedar opini penulis yang dipadukan dengan beberapa rujukan yang valid. Semoga tulisan ini bisa memperkaya wawasan pembaca. Selamat membaca, cekidot !
Sama-sama Cerdas
Bicara tentang kecerdasan, pada sampul belakang buku Biografi Einstein yang berjudul: Einstein, Kehidupan dan Pengaruhnya bagi Dunia, oleh Walter Isaacson versi terjemahan, tertulis “Walter Isaacson tak hanya berhasil membedah pemikiran Einstein, tetapi juga menampilkan sisi ‘manusia’ dari ikon genius ini sebagai bagian dari masyarakat semesta.” Einstein digambarkan sebagai ikon genius, betapa luar biasanya sosok Einstein digambarkan.
Jika Jerman dan Amerika memiliki Albert Einstein, maka Indonesia memiliki Baharuddin Jusuf Habibie sebagai sosok geniusnya. Tidak berlebihan jika penulis menyejajarkan sosok Habibie dengan Einstein. Sebab, keduanya memiliki banyak kesamaan, mulai dari kecintaan mereka pada ilmu pengetahuan, kisah asmara mereka, sama-sama memiliki pasangan yang cerdas. Walau pada akhirnya, kisah cinta Einstein tak semulus kisah cinta eyang Habibie. Jika Einstein meraih penghargaan Nobel, maka eyang Habibie meraih penghargaan Edward Warner Award dan Award von Arman setara dengan Hadiah Nobel.

Memiliki Rasa Penasaran yang Tinggi
Habibie kecil sangat penasaran akan pesawat terbang. Ia ingin bisa membuat pesawat terbang sendiri. Sementara Einstein kecil sangat penasaran akan cahaya, ia membayangkan dirinya melaju bersama kecepatan cahaya. Keduanya sama-sama memiliki rasa penasaran yang tinggi sejak masa kanak-kanak.
Memiliki Pasangan yang Cerdas
Habibie menikah dengan Ainun Besari yang cerdas, lulusan terbaik Universitas Indonesia jurusan Kedokteran. Sementara Einstein menikah dengan Mileva Maric yang juga dikenal cerdas. Mileva adalah fisikawan berbakat dan merupakan rekan diskusi yang penting bagi Einstein, ia juga membantu memeriksa bagian matematika dalam makalah-makalahnya Einstein. Namun, hubungan mereka tak berjalan mulus dan berakhir dengan tawaran perjanjian dari Einstein untuk memberikan Mileva uang hadiah Nobel jika ia bersedia untuk bercerai. Mileva mempertimbangkan tawaran tersebut selama seminggu, lalu menyetujuinya.
Keras Kepala dan Radikal
Habibie dan Einstein sama-sama memiliki sifat keras kepala dan radikal. Mereka sama-sama tak mudah dipengaruhi, jika sudah yakin dengan sesuatu, maka mereka tak ragu untuk menyelesaikannya meski seluruh dunia menolaknya. Seperti keyakinan Habibie bahwa Indonesia bisa membuat pesawat terbang sendiri, pesawat terbang N-250 Gatotkoco, usaha Habibie isaat tu sempat ditentang dan diragukan. Majalah Asiaweek edisi 11 Agustus 1995 mengatakan bahwa Habibie melakukan sesuatu yang tidak normal, semestinya N-250 itu diuji secara diam-diam terlebih dahulu, baru kemudian dipertontonkan kepada publik. Asiaweek menilai bahwa N-250 tidak siap terbang pada hari dan bulan itu, karenanya ada kemungkinan akan terjadi musibah. Namun, keraguan itu perlahan menghilang saat roda-roda pesawat N-250 mulai terangkat dan terus naik meninggalkan bandara menembus angkasa Bandung yang tampak cerah membiru.
Sama halnya dengan Einstein, Einstein bersikeras menolak kehadiran Mekanika Kuantum, ia mengatakan bahwa Tuhan tidak bermain dadu. “Saat aku sedang memikirkan sebuah teori, aku bertanya dalam hati, seandainya aku Tuhan, apakah aku akan mengatur dunia dengan cara seperti itu? Seandainya Tuhan ingin melakukan itu, Dia akan melakukannya secara keseluruhan dan tidak mempertahankan pola apa pun. Dia akan membereskan semuanya. Dalam hal ini, kita tidak akan perlu mencari-cari hukum sama sekali.” kata Einstein kepada temannya, Banesh Hoffmann.
Salah satu kutipan paling terkenal, yang ditulis Einstein kepada Max Born,
“Mekanika kuantum memang benar-benar mengagumkan. Tetapi, suara hatiku menyatakan bahwa teori ini belum menjelaskan yang sesungguhnya. Teori ini mengungkapkan banyak hal, tetapi tidak benar-benar membawa kita lebih dekat pada rahasia Tuhan. Tuhan tidak bermain dadu.”
~ Albert Einstein
Einstein menyimpulkan bahwa mekanika kuantum, walaupun mungkin tidak salah, tetapi belum lengkap. Pasti ada penjelasan yang lebih lengkap tentang cara kerja alam semesta yang dapat menyatukan teori relativitas dan mekanika kuantum. Dengan demikian, teori ini tidak akan menyisakan apa pun pada peluang. Disaat ilmuwan lainnya mengembangkan mekanika kuantum, Einstein tetap bersikeras bertahan mencari penjelasan alam semesta yang lebih lengkap dalam kesunyian tanpa khawatir akan ketidakpastian.
Politik
Ketika karier Habibie sedang menanjak di Jerman dan hidupnya mulai stabil, Pak Soeharto, Presiden kedua Indonesia saat itu, tiba-tiba memanggilnya untuk kembali ke tanah air dan berkontribusi dalam pembangunan. Tanpa ragu-ragu, sesuai dengan cita-cita awalnya bersama Ainun, mereka bersedia kembali ke Indonesia untuk memberikan kontribusi mereka. Keduanya adalah pasangan intelektual yang sama-sama mencintai tanah air. Singkat cerita, Habibie mendapatkan amanah menjadi Presiden ketiga Indonesia.
Di sisi lain, Einstein pernah ditawari jabatan menjadi Presiden Israel di tanah Palestina, namun ia menolaknya. Menurut Einstein, pendirian negara Yahudi (Israel) tidaklah diperlukan. “Saya takut agama Yahudi akan mengalami kerusakan dari dalam khususnya akibat berkembangnya nasionalisme sempit dalam masyarakat kita. Kita bukan lagi orang Yahudi pada zaman Maccabee.”
Keduanya memiliki pandangan yang berbeda tentang nasionalisme, Habibie sangat mencintai tanah airnya, Indonesia, sehingga menolak tawaran menjadi warga negara Jerman. Sementara, Einstein melarikan diri ke Amerika dari Jerman dan mengubah kewarganegaraannya menjadi warga negara Amerika. Hal ini dilakukannya bukan tanpa alasan, Einstein tidak ingin terkena wajib militer dan tidak menyukai sistem pemerintahan Jerman yang otoriter dan kaku.
Referensi:
1. Walter Isaacson. 2012. Einstein, Kehidupan dan Pengaruhnya bagi Dunia. Terjemahan oleh Mursid Wijanarko & Word++ Translation Service. Bentang Pustaka
2. Baharuddin Jusuf Habibie. 2010. Habibie & Ainun. PT THC Mandiri-Jakarta, Indonesia
3. Warung Sains Teknologi. Profil Tokoh Ilmuwan – Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie (https://warstek.com/habibie/). Diakses 27 Maret 2024