Penelitian yang dipimpin oleh para peneliti dari Universitas Virginia Commonwealth menunjukkan bahwa peningkatan temperatur akibat pemanasan global dapat menyebabkan peningkatan populasi nyamuk. Hal ini dikarenakan lingkungan yang lebih hangat membuat lebih sulit bagi pemangsa atau predator nyamuk untuk mengatur jumlah dari larva nyamuk. Diterbitkan dalam jurnal Ecology oleh Ecological Society of America, penelitian tersebut, berjudul “Warming and top‐down control of stage‐structured prey: Linking theory to patterns in natural systems“. Jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, judul penelitian tersebut adalah “Pemanasan dan Pengendalian Terpusat dari Mangsa yang Berkembang: Menghubungkan Teori dengan Pola dalam Sistem Alamiah”. Inti dari riset tersebut mengungkapkan bahwa peningkatan temperatur yang terkait dengan perubahan iklim dapat mengurangi efektivitas pemangsa larva nyamuk.
Temperatur yang lebih tinggi mempercepat waktu perkembangan larva nyamuk, hal ini berakibat pada ketidaksiapan nimfa capung dalam memakan larva-larva nyamuk tersebut. Capung adalah predator alami dari larva nyamuk. Akibatnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dua kali lipat jumlah larva nyamuk yang mencapai dewasa. Penelitian tersebut fokus pada sungai di Belle Isle Virginia Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa air dengan temperatur lebih tinggi memiliki jumlah larva nyamuk akuatik yang lebih tinggi, bahkan dalam keberadaan pemangsa alami mereka.
Peneliti utama Andrew T. Davidson, Ph.D., dalam riset tersebut menyatakan bahwa populasi nyamuk yang lebih besar yang diamati dalam penelitian tersebut mungkin berlaku untuk spesies yang bertindak sebagai vektor penyakit West Nile atau Zika. Penyakit West Nile dan Zika merupakan dua penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Virus West Nile (WNV) pertama kali diidentifikasi di Uganda pada tahun 1937 dan dapat menyebabkan gejala flu ringan hingga parah. Nyamuk dari genus Culex, seperti Culex pipiens dan Culex quinquefasciatus, berperan sebagai vektor utama penularan WNV. Sementara itu, Zika virus (ZIKV) pertama kali diidentifikasi di Uganda pada tahun 1947 dan dapat menyebabkan gejala ringan seperti demam dan ruam, tetapi infeksi pada wanita hamil dapat menyebabkan komplikasi serius pada janin, termasuk mikrosefali. Vektor penularan ZIKV adalah nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Pencegahan kedua penyakit ini melibatkan kontrol populasi nyamuk dan tindakan pribadi untuk menghindari gigitan nyamuk, seperti menggunakan repelan atau obat nyamuk dan menjaga kebersihan lingkungan.
Kembali ke riset yang diterbitkan di jurnal Ecology, studi tersebut menyelidiki interaksi antara pemangsa dan mangsa, khususnya nimfa capung dan larva nyamuk dan mengakui peran krusial pemangsa dalam menstabilkan ekosistem dan rantai makanan. Penelitian awalnya bergantung pada konsep fisiologi termal dan eksperimen laboratorium jangka pendek, mengembangkan model prediktif untuk hubungan antara pemangsa, mangsa, dan temperatur. Selanjutnya, model-model tersebut diuji dalam lingkungan alamiah selama penelitian lapangan.
Nimfa capung, atau capung muda, adalah tahap perkembangan capung yang berada di antara telur dan dewasa. Capung dan nimfa capung memainkan peran penting dalam kontrol populasi nyamuk karena nimfa capung biasanya memangsa larva nyamuk di air. Nimfa capung cenderung hidup di air dan memakan berbagai jenis organisme air, termasuk larva nyamuk.
Nimfa capung memangsa larva nyamuk dengan cara menangkap mereka menggunakan rahang khusus yang dimilikinya. Proses ini membantu mengendalikan populasi nyamuk di lingkungan air, seperti genangan air, kolam, dan sungai kecil. Dengan memangsa larva nyamuk, nimfa capung membantu menjaga keseimbangan ekosistem air dan dapat menjadi bagian dari strategi pengendalian vektor alami untuk mengurangi risiko penularan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk.
Upaya pelestarian dan pemeliharaan habitat air bersih serta penanaman tumbuhan air dapat mendukung keberadaan nimfa capung dan capung dewasa sebagai agen pengendalian alami yang efektif terhadap larva nyamuk. Pemberdayaan predator alami seperti nimfa capung dalam upaya pengendalian vektor membantu mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia dan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi ekosistem air.
Referensi
Andrew T. Davidson, C. Ryland Stunkle, Joshua T. Armstrong, Elizabeth A. Hamman, Michael W. McCoy, James R. Vonesh. Warming and top‐down control of stage‐structured prey: Linking theory to patterns in natural systems. Ecology, 2023; DOI: 10.1002/ecy.4213
Warung Sains Teknologi (Warstek) adalah media SAINS POPULER yang dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia baik kalangan akademisi, masyarakat sipil, atau industri.