Sebuah Kontemplasi Ilmiah dari Keluarga Kekaisaran Jepang

Saya terkejut ketika beberapa waktu lalu membaca banyak hal terkait keluarga kekaisaran Jepang, disini yang saya garisbawahi adalah publikasi tulisan […]

Saya terkejut ketika beberapa waktu lalu membaca banyak hal terkait keluarga kekaisaran Jepang, disini yang saya garisbawahi adalah publikasi tulisan mereka di jurnal ilmiah internasional bereputasi. Sebelumnya, awal tahun lalu (2017) saya pernah berkunjung ke Jepang untuk mengikuti research internship program di The International Research Center for Medical Sciences – Kumamoto University, serta mendapatkan grant dari research center tersebut. Melalui program itu, saya benar-benar tahu dan kagum bagaimana etos kerja serta kedisiplinan orang Jepang terhadap suatu pekerjaan yang ditekuni.

Mungkin Anda sama terkejutnya dengan saya karena Kaisar Hirohito, Kaisar Akihito (Kaisar Jepang saat ini), Pangeran Hitachi (adik dari Kaisar Akihito), Pangeran Akishino (anak dari Kaisar Akihito), dan Putri Nori (anak dari Kaisar Akihito) adalah seorang peneliti. Mereka fokus pada bidang riset mereka masing-masing, mulai dari biologi kelautan, ornitologi, hingga riset terkait kanker (Hitachi et al., 1975; Akihito et al., 2016; Hasegawa dan Kuroda, 2017).

 

Foto Keluarga Kaisar Jepang (tidak lengkap): Kaisar Akihito (depan no. 3 dari kiri) dan Kasiar Akishino (depan no. 3 dari kanan) Sumber: www.japantimes.co.jp

Kaisar Akihito meneruskan jejak dari sang ayah, Kaisar Hirohito, untuk mendalami ilmu biologi kelautan atau marine biology. Setelah saya telusuri di internet, saya menemukan berbagai tulisan ilmiah yang ditulis dalam Bahasa Jepang oleh Kaisar Hirohito. Sedangkan publikasi ilmiah terbaru dari Kaisar Akihito muncul di jurnal internasional bereputasi tinggi pada tahun 2016 (sebagai first author) yakni Gene (jurnal Q2 dengan h-indeks 157 terbitan dari Elsevier, publisher terbesar untuk jurnal ilmiah internasional bereputasi). Tulisan tersebut membahas terkait  spesiasi dari dua spesies gobioid, yakni Pterogobius elapoides dan Pterogobius zonoleucus yang berbasis pada biologi molekuler. Pada jurnal tersebut, anaknya, Pangeran Akishino turut serta sebagai second author (Akihito et al., 2016).

Saya mencoba menelusuri Kaisar Akihito di Scopus, lalu saya menemukan h-indeks Scopus berjumlah 3 dan 7 publikasi ilmiah terindeks. Hal ini sudah cukup tinggi dibandingkan dengan dosen-dosen pada banyak perguruan tinggi ternama di Indonesia yang mungkin belum memiliki h-indeks Scopus atau bahkan publikasi ilmiah terindeks Scopus (merujuk data pada Scopus).

Baca juga: Negara dan Ilmu Pengetahuan

Menariknya, Pangeran Akishino jauh lebih produktif dibanding sang ayah, bahkan tulisan terakhirnya terbit pada tahun 2017 terkait penelitian anatomi pada unggas. Sekitar tahun 90-an, Pangeran Akishino pernah melakukan riset di Indonesia terkait filogenetik berbasis biologi molekuler pada spesies Gallus gallus (ayam hutan) (Fumihito et al., 1994). Pangeran Akishino adalah ornithologist (ahli ilmu burung), lulus program doktor di bidang Ornithology dari The Graduate University for Advanced Studies atau Sokendai – Jepang. Selain itu, Pangeran Akishino juga pernah menjadi President dari Yamashina Institute for Ornithology. Setelah saya telusuri di Scopus, Pangeran Akishino memiki skor h-indeks Scopus 3 dan 17 dokumen terindeks. Saat ini, afiliasi beliau pada University of Tokyo Japan. Tujuh belas dokumen terindeks di Scopus adalah jumlah yang besar jika dibandingkan dengan peneliti atau akademisi yang ada di Indonesia.

Berikutnya adalah Pangeran Hitachi, adik dari Kaisar Akihito. Pangeran Hitachi banyak bergerak pada riset terkait kanker serta pernah menjadi research associate pada The Japanese Foundation for Cancer Research dan juga Honorary President pada instansi yang sama. Pangeran Hitachi mendapatkan Honorary Doctorate dari George Washington University dan penghargaan yang sama dari The University of Minnesota. Pangeran Hitachi juga pernah menjadi honorary member dari The German Association for Cancer Research, karena kontribusi signifikannya pada bidang penelitian kanker. Setelah saya telusuri di Scopus, Pangeran Hitachi memiliki skor h-indeks Scopus 2 dan 2 dokumen terindeks Scopus.

Putri Nori adalah keluarga kekaisaran yang terakhir untuk ulasan kali ini. Putri Nori adalah anak dari Kaisar Akihito atau saudara perempuan dari Pangeran Akishino. Putri Nori pernah tercatat sebagai research associate dan appointed researcher di Yamashina Institute for Ornithology, dan spesialisasi risetnya adalah terkait burung raja udang atau kingfishers. Afiliasinya saat ini adalah Tamagawa University, sebagai seorang peneliti. Merujuk pada data di Scopus, Putri Nori memiliki 1 dokumen terindeks Scopus yang terbit pada tahun 2016, terkait pada riset filogeni burung.

Imperial Seal of Japan
Imperial Seal of Japan

Mungkin sekarang kita bisa paham, mengapa Jepang saat ini sangat leading di bidang sains dan teknologi. Bayangkan saja, keluarga kekaisaran saja sangat produktif menulis artikel ilmiah di jurnal internasional bereputasi terindeks Scopus. Jepang adalah negara yang seharusnya kita contoh untuk memajukan peradaban bangsa.

Baca juga: Setelah Robot Sophia, Program Cerdas bernama Shibuya Mirai juga Mendapat Identitas Resmi dari Pemerintah Jepang

Merujuk pada data yang dirilis oleh scimagojr.com, Indonesia menduduki peringkat ke-55 di dunia dalam hal publikasi internasional yang terindeks oleh Scopus. Bahkan kita tertinggal jauh dari negara tetangga, seperti Singapura (peringkat 32), Malaysia (peringkat 34), dan Thailand (peringkat 43), sedangkan Jepang sendiri kokoh di peringkat 5 dengan 2.367.977 dokumen terindeks Scopus. Namun, tren terbaru memperlihatkan bahwa publikasi terindeks Scopus dari Indonesia telah mengalami peningkatan. Kita tidak boleh menyerah karena ketertinggalan ini, masih ada asa bahwa suatu saat Indonesia akan leading pada pengembangan di bidang sains dan teknologi.

Fakta-fakta diatas mengenai aktivitas meneliti keluarga kaisar Jepang telah memotivasi kita, dibalik kemewahan hidup sebagai anggota keluarga dari kekaisaran yang tertua didunia, mereka tetap produktif mencurahkan tenaga untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Sebenarnya tidak hanya nama-nama diatas dari keluarga kekaisaran Jepang yang memiliki sepak terjang di bidang ilmu pengetahuan, masih banyak  pula yang lainnya (social sciences), namun sengaja tidak saya sertakan karena saya memilih anggota keluarga kekaisaran Jepang yang bergerak pada bidang life sciences sebagai contoh.

Disisi lain, Indonesia memiliki banyak perguruan tinggi, mulai dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) hingga Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Berdasarkan data dari Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Ristekdikti) pada tahun 2017, total perguruan tinggi di Indonesia berjumlah sekitar 4500 unit. Namun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia untuk Ristekdikti masih sangat minim, terlebih lagi dana APBN Indonesia yang dialokasikan untuk penelitian kurang dari 1% dari produk domestik bruto (GDP).

Keterbatasan semacam ini seharusnya tidak boleh terjadi lagi, Pemerintah Indonesia harus fokus berbenah dengan serius pada sektor pendidikan tinggi dan tidak hanya mengandalkan dana dari APBN. Solusi nyata yang mungkin bisa digerakkan adalah memperkuat kolaborasi-kolaborasi penelitian bertaraf internasional dengan negara-negara maju serta kerjasama dengan sektor swasta. Namun, kita juga tidak boleh selalu berada dalam bayang-bayang peneliti asing yang memiliki funding melimpah seperti yang telah ditulis oleh Dyna Rochmyaningsih di Nature yang berjudul “Showcase scientists from the global south“.

Beruntungnya, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memperbaiki pendanaan penelitian di Indonesia. Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI) misalnya, sebuah badan otonom dari Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang dapat memberikan dana hibah hingga 300 ribu dolar Amerika Serikat untuk setiap proposal penelitian. Untuk awalan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia menyediakan sembilan juta dolar Amerika Serikat pada tahun 2016 untuk penelitian di bidang life sciences, kesehatan, dan nutrisi. Fakta ini seharusnya dapat menunjang kinerja dan kebanggaan peneliti di Indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya.

 

Penulis: Arif Nur Muhammad Ansori adalah Peneliti di Professor Nidom Foundation, peraih Beasiswa Program Pendidikan Magister Menuju Doktor Untuk Sarjana Unggul (PMDSU, Batch 3) dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Magister Vaksinologi dan Imunoterapetika, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia.

 

Daftar Pustaka

  • Akihito, Akishinonomiya, F., Ikeda, Y., Aizawa, M., Nakagawa, S., Umehara, Y., Yonezawa, T., Mano, S., Hasegawa, M., Nakabo, T., Gojobori, T. 2016. Speciation of two gobioid species, Pterogobius elapoides and Pterogobius zonoleucus revealed by multi-locus nuclear and mitochondrial DNA analyses, Gene, Volume 576, Issue 2, Pages 593-602, ISSN 0378-1119, DOI: 10.1016/j.gene.2015.10.014.
  • Fumihito, A., Miyake, T., Sumi, S., Takada, M., Ohno, S., Kondo, N. 1994. One subspecies of the red junglefowl (Gallus gallus gallus) suffices as the matriarchic ancestor of all domestic breeds. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America; 91(26): 12505-12509.
  • Hasegawa, M., Kuroda, S. 2017. Phylogeny mandalas of birds using the lithographs of John Gould’s folio bird books. Molecular Phylogenetics and Evolution, 117, pp. 141-149. DOI: 10.1016/j.ympev.2016.12.005.
  • Hitachi, P.M., Yamada, K., Takayama, S. 1975. Brief communication: cytologic changes induced in rat liver cells by short term exposure to chemical substances. Journal of the National Cancer Institute, 54(5), pp. 1245-1247.

1 thought on “Sebuah Kontemplasi Ilmiah dari Keluarga Kekaisaran Jepang”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top