Ditulis oleh Nurlaila
Apa itu berpikir? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam ingatan. Kalau begitu, tentu manusia dan binatang melakukan hal yang sama dalam berpikir, bukan begitu? Keduanya memiliki otak untuk berpikir, sehingga mampu menghasilkan pengetahuan untuk memperbaiki kualitas hidup, tapi mengapa pemikiran manusia lebih maju dibandingkan binatang? Manusia mampu melakukan perubahan yang begitu besar, bahkan mendorong beberapa spesies makhluk hidup ke jurang kepunahan. Jadi, apa yang membedakan manusia dengan binatang?
Manusia dan binatang sama-sama menghasilkan pengetahuan untuk memperbaiki kualitas hidupnya, tapi proses yang dilaluinya berbeda. Pengetahuan binatang dihasilkan melalui proses berpikir tanpa penalaran, sehingga manfaat yang diperoleh dari pengetahuannya sangat terbatas, yaitu hanya untuk kelangsungan hidupnya. Sedangkan pengetahuan manusia dihasilkan melalui proses berpikir dengan penalaran atau kegiatan berpikir ilmiah, yaitu berpikir dengan mendasarkan pada kerangka pikir tertentu, karena kemampuan menalar yang dimiliki manusia, menyebabkan manusia mampu untuk mengembangkan pengetahuannya jauh lebih maju dibandingkan pengetahuan binatang.
Manusia mampu mengembangkan pengetahuannya karena dua faktor utama, yaitu kemampuan menalar dan juga bahasa. Dengan kemampuan menalar, manusia mampu mengembangkan pengetahuan dengan cepat. Binatang mampu berpikir, namun tidak mampu menalar. Insting binatang jauh lebih peka dibandingkan insting seorang insinyur geologi. Misalnya dalam kasus gunung meletus. Binatang sudah jauh-jauh berlindung ke tempat yang aman sebelum gunung berapi menyemburkan magmanya, namun mereka tidak mampu menalar tentang gejala tersebut. Seperti, mengapa gunung meletus, faktor apa yang menyebabkannya, dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk mencegahnya.
Kemampuan yang kedua adalah bahasa. Dengan menggunakan bahasa, manusia mampu mengomunikasikan informasi serta jalan pikiran yang menjadi latar belakang informasi yang diberikan tersebut. Misalnya seekor rusa memberikan informasi kepada kelompoknya bahwa ada buaya yang datang untuk menyerang. Namun, mereka tidak mampu mengomunikasikan kepada rusa yang lain jalan pikiran analitis mengenai gejala tersebut. Tak ada seekor kucing pun yang berkata “Ibuku miskin namun sangat penyayang”. Tidak ada seekor anjing pun yang secara sadar akan saling tukar menukar tulang dengan anjing lainnya seperti manusia yang mengembangkan ilmu ekonomi.
Dua kelebihan tersebut yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya. Namun, harus diakui bahwa tidak semua pengetahuan manusia berasal dari proses penalaran, karena berpikir pun tidak semua berdasarkan nalar. Hal ini dikarenakan manusia bukan semata-mata makhluk yang berpikir, karena selain berpikir, manusia juga merasa, mengindra. Semua pengetahuan manusia berasal dari ketiga sumber tersebut, selain wahyu yang merupakan hasil dari komunikasi manusia dengan Sang Pencipta.
Berpikir ilmiah merupakan proses berpikir atau pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada. Berpikir ilmiah merupakan metode berpikir yang didasarkan pada logika deduktif dan induktif. Metode berpikir ilmiah tidak lepas dari fakta kejadian alam yang kebenarannya selalu berhubungan dengan hasil uji eksperimental, dikatakan bahwa teori itu tidak bisa diyakini kebenarannya karena tidak memenuhi kriteria sebagai sains. Suatu pengetahuan ilmiah disebut sahih ketika kita menarik kesimpulan dengan benar. Kegiatan penarikan kesimpulan ini disebut sebagai logika. Dengan demikian, syarat berpikir ilmiah dan kegiatan penyimpulan memiliki hubungan. Keduanya memenuhi suatu pola pikir tertentu yang disebut logika. Logika diperoleh melalui metode induksi dan deduksi.
Dengan menggunakan metode induksi, kita dapat menarik kesimpulan yang dimulai dari kasus khusus untuk mendapat kesimpulan yang lebih general/fundamental. Metode deduksi adalah kebalikan dari induksi, yaitu penarikan kesimpulan dari hal umum (universal) kemudian ditetapkan hal-hal yang bersifat khusus.
Misalnya, kita tahu bahwa kucing memiliki mata, buaya juga memiliki mata, dan lebah juga memiliki mata. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan secara induktif bahwa semua hewan memiliki mata. Sedangkan logika deduktif dapat diperoleh melalui metode silogisme yang terdiri atas premis mayor yang mencakup pernyataan umum, premis minor yang merupakan pernyataan tentang hal yang lebih khusus, dan kesimpulan yang menjadi penyimpul dari pernyataan mayor dan minor. Misalnya :
Premis mayor (1): Sarjana kimia merupakan anggota IKA Kimia
Premis minor (1) : Socrates merupakan sarjana kimia
Kesimpulan (1) : Socrates merupakan anggota IKA Kimia
Premis mayor (2) : Beberapa sarjana kimia suka membaca
Premis minor (2): Socrates adalah sarjana kimia
Kesimpulan (2) : Socrates suka membaca
Kebenaran dari contoh penarikan kesimpulan tersebut terdapat pada kesesuaian antara kedua premis dan kesimpulannya. Pada premis mayor (1) memuat pernyataan yang general, sedangkan premis minor (1) memuat kasus khusus. Kesimpulan yang diambil sahih karena kasus (general menuju ke khusus) didapatkan dan pernyataan bahwa Socrates merupakan anggota IKA adalah tepat, menurut pernyataan dan kesimpulan. Berbeda dengan silogisme pada contoh lainnya, di mana premis mayor (2) belum dapat disebut memuat suatu karakter pernyataan secara general. Akibatnya, premis minor (2) meskipun mengandung kasus yang khusus, tetapi kesimpulan yang diambil belum dapat disebut sahih menurut kesimpulannya dan pernyataannya. Meskipun Socrates adalah sarjana kimia, Socrates belum tentu termasuk sarjana yang suka membaca. Apalagi disebutkan dalam premis mayor (2) bahwa tidak semua sarjana kimia suka membaca.
Penarikan kesimpulan melalui logika deduktif berguna dalam kegiatan ilmiah, antara lain :
- a.Dengan logika deduktif dapat diperoleh konsistensi suatu pernyataan. Ketepatan untuk menempatkan premis mayor dan minor berguna untuk mendapatkan kesimpulan yang sesuai dengan kedua premis tersebut. Manfaat ini tidak hanya dapat digunakan dalam kegiatan ilmiah, namun juga bermanfaat bagi kehidupan praktis sehari-hari.
- b.Silogisme berguna untuk mendukung pernyataan fundamental/general. Melalui silogisme, kita bisa mendapatkan berbagai varian kesimpulan yang mendukung pernyataan fundamental tanpa harus melakukan pengamatan secara langsung. Sebagai contoh, kita tidak perlu datang ke planet Saturnus untuk mengetahui bahwa planet tersebut berevolusi dan berotasi. Namun dicukupkan dengan mengambil kesimpulan secara deduktif dari pernyataan bahwa semua planet mengalami revolusi dan rotasi.
Metode ilmiah merupakan proses berpikir untuk memecahkan masalah secara sistematis, empiris dan terkontrol. Langkah-langkah metode ilmiah antara lain :
- Merumuskan masalah. Berpikir ilmiah melalui metode ilmiah didahului dengan kesadaran akan adanya masalah yang dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya.
- Merumuskan hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah yang masih memerlukan pembuktian berdasarkan data yang telah dianalisis.
- Mengumpulkan data dilakukan di lapangan, dan memiliki peran yang sangat penting sebab berkaitan dengan pengujian hipotesis.
- Menguji hipotesis. Peneliti tidak membenarkan atau menyalahkan hipotesis, tetapi menerima atau menolak hipotesis tersebut.
- Menarik kesimpulan harus sesuai dengan masalah yang telah diajukan sebelumnya, ditulis dalam bentuk kalimat deklaratif secara singkat tetapi jelas.
Metode Ilmiah
Daftar Pustaka
[1] Badan Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Berpikir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. Diakses 07 Juni 2021 melalui https://kbbi.web.id/.
[2] Suaedi. 2016. Pengantar Ilmu Filsafat. Bogor : PT Penerbit IPB Press
[3] Sumarto. 2006. Konsep Dasar Berpikir : Pengantar Ke Arah Berpikir Ilmiah. Makalah Seminar Akademik HUT FE UPNV Jatim ke 40 Tahun 2006. Hal. 1-20.