Limbah Bulu Ayam: Alternatif Bahan Baku Edible Film yang Ramah Lingkungan

Pernahkah kamu berfikir apakah limbah bulu ayam yang dihasilkan dari Rumah Pemotongan Ayam (RPA) dapat kita manfaatkan kembali menjadi produk […]

Pernahkah kamu berfikir apakah limbah bulu ayam yang dihasilkan dari Rumah Pemotongan Ayam (RPA) dapat kita manfaatkan kembali menjadi produk dengan nilai ekonomis yang tinggi? Pastinya kita beranggapan bahwa limbah bulu ayam tersebut dibuang begitu saja ke sungai-sungai karena tidak memiliki nilai guna yang tinggi dan akhirnya mencemari lingkungan. Saat ini yang kita ketahui, pemanfaatan limbah bulu ayam belum begitu maksimal mengingat hanya dimanfaatkan sebagai kemoceng untuk membersihkan rumah, digunakan sebagai suttlecock dalam permainan bulu tangkis, pupuk , dan dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak.

blank
Limbah Bulu Ayam. Sumber: tribunnews.com

      Pada dasarnya bulu ayam memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu sekitar 85%. Protein yang terdapat dalam bulu ayam adalah keratin yang tergolong protein serat. Keratin adalah produk hasil pengerasan jaringan epidermal dari tubuh yang kaya akan kandungan sulfur. Protein keratin mengandung 14% sistin disulfida yang berfungsi sebagai jembatan antar molekul. Keratin memiliki karakteristik yang tidak larut dalam air, juga tidak larut meskipun dilakukan pemanasan menggunakan alkali (Puastuti, 2007). Untuk lebih jelasnya, mari simak penjelasan dibawah ini.

blank
Struktur Bangun Keratin. Sumber: Puastuti, 2007
  1. Struktur Keratin Bulu Ayam Keratin tergolong kedalam alfa keratin. Struktur alfa keratin tersebut perlu dilakukan perombakan agar mudah dicerna. Proses perombakan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pemutusan ikatan secara parsial sehingga gugus aktif yang terdapat di dalam keratin dapat berinteraksi dengan komponen lain. Keratin merupakan protein serat dari hasil produk pengerasan jaringan epidermal dari tubuh yang kaya akan sulfur. Protein keratin mengandung 14% sistin disulfida yang berfungsi sebagai jembatan antar molekul. Keratin bersifat tidak larut dalam air, juga tidak larut meskipun dilakukan pemanasan menggunakan alkali (Puastuti, 2007). Keratin bulu ayam mengandung berbagai macam asam amino mulai dari metionin, sistin, dan leusin.
  2. Perombakan Keratin Bulu Ayam Mengingat struktur bulu ayam yang kompleks, perlu dilakukan perombakan agar mudah dicerna. Proses perombakan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti: melakukan pemutusan ikatan secara parsial sehingga gugus aktif yang terdapat di dalam keratin dapat berinteraksi dengan komponen lain. Banyak cara yang dilakukan untuk proses aktivasi keratin bulu ayam, salah satunya dengan menggunakan Na₂S yang dapat memutus rantai jembatan ditio disulfida (-S-S-) (Latifah, dkk., 2018).  

Pertama, pemrosesan secara fisik dilakukan menggunakan tekanan 3 atm pada suhu tinggi (105°C) selama 8 jam dengan autoklaf. Kedua, pemrosesan secara kimiawi dilakukan dengan menambahkan HCl untuk disimpan pada wadah tertutup. Ketiga, secara enzimatis dilakukan dengan menambahkan enzim proteolitik dan disimpan 2 jam pada suhu 52°C untuk selanjutnya dipanaskan hingga kering. Metode terakhir yaitu secara mikrobiologi yang dilakukan dengan menambahkan bakteri Bacillus licheniformis dan diinkubasi selama 72 jam (Sari, dkk., 2015).

  •       Proses pemanasan yang terlalu lama dalam pengolahan secara fisik dapat menyebabkan kerusakan pada komponen asam amino bulu ayam. Selain itu dapat menimbulkan terjadinya reaksi kecoklatan (browning reaction). Tidak jarang dalam pemrosesan bulu ayam menjadi tepung, dilakukan pengolahan kombinasi antara perlakuan fisik dan kimiawi. Proses pengolahan yang baik akan mempengaruhi hasil akhir dari tepung bulu ayam (Yaman, 2019). 3. Pemanfaatan Keratin Sebagai Bahan Pembuatan Edible Film Kandungan protein yang tinggi tersebut sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan secara maksimal. Inovasi baru yang dapat dikembangkan adalah edible film berbahan keratin bulu ayam. Edible film merupakan lapisan tipis berbentuk lembaran yang berfungsi sebagai pengemas produk pangan. Edible film biasanya dapat dimakan karena terbuat dari biopolimer. Biopolimer yang digunakan dalam pembuatan edible film ada 3 golongan yaitu hidrokoloid (protein atau pati), lipid dan komposit (gabungan hidrokoloid dan lipid). Hidrokoloid ini tergolong biopolimer dengan daya kohesif terbaik terhadap bahan yang dikemas, namun mudah ditembus oleh uap air (Santoso, dkk., 2018). Menurut Widyastuti, dkk. (2008), edible film berbahan protein memiliki keunggulan yaitu jaringan yang terbentuk lebih baik sehingga dapat memperbaiki sifat barrier (penghalang). Protein memiliki sifat yang mudah membentuk matriks edible film sehingga sifat edible film yang plastis dan elastis akan lebih sempurna.
blank
Edible Film Berbahan Keratin Bulu Ayam dengan penambahan Gliserol. Sumber: Ramakrishnan, dkk (2018)

Pemanfaatan keratin sebagai pembuatan edible film, telah banyak dilakukan penelitian dari tahun ke tahun. Salah satunya, yang dilakukan oleh Dou et.al (2016), dalam risetnya menggunakan keratin bulu ayam sebagai bahan pembuatan  edible film dengan penambahan gliserol menunjukkan karakteristik edible film dengan  tingkat ketahanan air yang tinggi. Selanjutnya pada tahun 2013, Song et,al melakukan penelitian dan menunjukkan jika edible film dengan bahan utama keratin bulu ayam dengan kombinasi pemberian plasticizer gliserol dan sorbitol serta penambahan cloisite Na⁺ menghasilkan karakteristik edible film yang paling baik dengan rasio sorbitol dan gliserol 3:1.

Melihat kandungan bulu ayam yang tinggi protein tersebut, dapat dimaan faatkan dan dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan pembuatan edible film dengan digabungkan dengan bahan lain sebagai pendukung.

Referensi:

  • Dou, Y., B. Zhang., M. He, et al. 2016. The Structure, Tensile Properties and Water Resistance of Hydrolyzed Feather Keratin-based Bioplastics. Chinese Journal of Chemical Engineering. 24. 415–420. doi: 10.1016/j.cjche.2015.11.007.
  • Latifah, R. N., R. Ernia., E. R. Yulianto, dkk. 2018. Pemanfaatan Alfa Keratin Bulu Ayam Sebagai Adsorpsi Ion Pb dalam Limbah Tekstil. 1-7.
  • Puastuti, W. 2007. Teknologi Pemrosesan Bulu Ayam dan Pemanfaatannya Sebagai Sumber Protein Pakan Ruminansia. WARTAZOA. 17 (2) : 53-60.
  • Santoso, B., D. Amilita., G. Priyanto., Hermanto dan Sugito. 2018. Pengembangan Edible Film Komposit Berbasis Pati Jagung dengan Penambahan Minyak Sawit dan Tween 20. Agritech. 38 (2) : 119-124.
  • Sari, E. P., I. S. T. Putri., R. A. Putri., dkk. 2015. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Prosiding Seminar Nasional Masy Biodiv Indoesian. 1 (1) : 136-138.
  • Song, N. B., W. S. Jo., H. Y. Song., et al. 2013. Effects of Plasticizers and Nano-clay Content on The Physical Properties of Chicken Feather Protein Composite Films. Food Hydrocolloids. 31 : 340-345. doi: 10.1016/j.foodhyd.2012.11.024.
  • Widyastuti, E, S., A. Manab dan R. A. Puspitasari. 2008. Pengaruh Penambahan Mentega dan Perlakuan pH Terhadap Karakteristik Kimia Edible Film Gluten. Jurnal Teknologi Hasil Ternak. 3: 24-34.
  • Yaman, A. 2019. Teknologi Penanganan, Pengolahan Limbah Ternak dan Hasil Samping Peternakan. Aceh: Tim Syiah Kuala University Press.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *