Ditulis Oleh Rakhmania
Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh industri tekstil merupakan masalah yang terjadi secara mendunia[1]. Pencemaran ini tidak hanya mempengaruhi ekosistem perairan, juga mempengaruhi kualitas kesuburan tanah dan sumber air minum untuk manuasia. Industri tekstil ialah industri besar yang memproduksi tekstil, termasuk pakaian dan benda lainnya. Menurut badan pusat statistik Indonesia, industri tekstil meningkat 29,19% pada tahun 2018 karena meningkatnya permintaan pasar, termasuk permintaan ekspor ke luar negeri[2]. Dengan meningkatnya produksi tekstil, maka limbah yang lepaskan akan semakin besar pula. Tentunya ini menjadi hal yang serius untuk di tangani lebih lanjut.
Terdapat beberapa teknik yang dapat di gunakan sebagai alat perawatan limbah air tekstil yang terbagi ke dalam sistem konvensional dan sistem membran. Sistem konvensional meliputi anaerobik reaktor, lumpur aktif, bioremediasi dan ozonasi. Sedangkan sistem membran meliputi mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, reverse osmosis, elektrodialisis dan proses integrasi. Artikel ini fokus kepada sistem bioremediasi, karna sistem ini lebih hemat biaya, ramah lingkungan dan mudah di terapkan di banding dengan sistem membran[3].
Karakteristik air limbah tekstil sangat kompleks, mengandung kadar bahan organik yang tinggi seperti ammonia, nitrogen, fosfat, zat pewarna dan logam berat[4]. Salah satu zat pewarna sintesis yang selalu digunakan oleh industri tekstil ialah azo dye (pewarna senyawa azo). Azo dye bersifat carcinogenic yang dapat menyebabkan kanker dan mutagenic yang dapat menyebabkan mutasi[5]. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan, penggunaan bakteria dapat di lakukan sebagai alat sistem biodegradasi limbah air tekstil. Biodegradasi ialah proses penguraian senyawa organik menggunakan enzim yang di lakukan oleh mikroorganisme. Biodegradasi dan penghilangan warna oleh bakteri cendrung dipilih dibandingkan dengan jamur karena siklus hidup bakteri yang lebih lama dan kebanyakan jamur tidak mempunyai enzim yang alami untuk menguraikan bahan organic dalam limbah air tekstil[6].
Penemuan berlanjut dengan fakta bahwa jenis bakteri campuran lebih efektif untuk perawatan limbah tekstil di banding bakteri satu jenis. Ini di karenakan jenis bakteri campuran lebih mudah beradaptasi dengan dengan perubahan pH, suhu dan jumlah nutrisi[7]. Jenis bakteri campuran dapat digunakan untuk perawatan limbah air tekstil dengan membentuk biofilm. Biofilm ialah komunitas atau sekumpulan mikroorganisme yang menempel di suatu permukaan. Fungsi dari tebentuknya biofilm diantaranya ialah melindungi mikroorganisme dari dampak buruk lingkungan yang merugikan, sebagai penghalang dari tekanan luar, memungkinkan komunikasi, pertukaran materi genetik dan bertahan pada fase metabolisme yang berbeda[8].
BAC-ZS ialah sekumpulan bakteri yang di isolasi dari lumpur limbah air tekstil dan limbah air minyak kelapa sawit. Sekumpulan bakteri ini terdiri dari 3 jenis bakteri yaitu Brevibacillus panacihumi ZB1, Lysinibacillus fusiformis ZB2 dan Enterococcus faecalis ZL. Ketiga bakteri ini sudah terbukti bisa menghilangkan warna dan menguraikan azo dye dalam skala laboratorium. Nantinya, biofilm BAC-ZS akan di tempelkan ke makrokomposit sebagai material penunjang untuk menguraikan limbah air tekstil. Makrokomposit terdiri dari karbon aktif, zeolit dan semen yang membentuk struktur berpori[1]. Penelitian ini di lakukan dengan menggunakan sampel limbah air tekstil di pabrik tekstil Johor, Malaysia. Karakteristik sampel air limbah tekstil sebelum di rawat ialah sebagai berikut:
*COD : Chemical Oxygen Demand ialah jumlah oksigen yang di konsumsi pada sebuah reaksi terhadap jumlah cairan tertentu.
COD merupakan salah satu indikator penting terhadap kualitas air karena ia berkaitan dengan jumlah bahan organic yang terkandung di dalam limbah air. Untuk merawat limbah air, maka perlu sekali presentase penguraian COD dalam jumlah yang tinggi. Penelitian ini menemukan bahwa presentase penguraian COD yang di lakukan oleh duo makrokomposit dan biofilm berjumlah 77%. Ini merupakan jumlah penguraian yang tinggi serta berpotensi untuk merawat limbah air tekstil dengan kadar COD yang besar. Di sisi lain penggunaan makrokomposit secara individual mempunyai kemampuan untuk menguraikan COD sebanyak 39%. Ini di karena kan makrokomposit mengandung zeolit dan karbon aktif yang berfungsi sebagai penyerap warna[9].
Gambar a-struktur makrokomposit menggunakan field emission scanning electron microscope;
Gambar b- struktur makrokomposit dan biofilm menggunakan field emission scanning electron microscope[1]
Untuk menambah keanekaragaman jenis bakteri yang mempunyai kemampuan untuk mengurai bahan organik di limbah air tekstil, penelitian mengenai isolasi bakteri dari sampel limbah air batik di lakukan. Jenis bakteri Bacillus sp. strain ARNZ 2707 di isolasi dari sampel limbah air batik di Kelantan, Malaysia. Kinerja bakteri jenis ini dalam penguraian COD memiliki presentase 49%. Ini menunjukkan strain ARNZ 2707 memiliki kemampuan dalam merawat limbah air batik. Namun, di perlukan optimasi agar kinerja menjadi lebih baik lagi. Salah satu alternatif untuk mengoptimalkan kinerja strain ARNZ 2707 ialah dengan menempelkan nya ke makrokomposit[10]. Dengan ini di harapkan, sistem yang ramah lingkungan dan mudah di gunakan dapat di terapkan pada manajemen air limbah di Indonesia.
Gambar c-Makrokomposit
Gambar d-limbah air batik; Gambar e-limbah air batik dan makromposit+bakteri; Gambar f-limbah air batik dan makrokomposit
Gambar g-Contoh biofilm dalam kehidupan sehari-hari
Daftar Pustaka
- Mubarak, M. F. M., Nor, M. H. M., Sabaruddin, M. F., Bay, H. H., Lim, C. K., Aris, A., & Ibrahim, Z. (2018). Development and performance of BAC-ZS bacterial consortium as biofilm onto macrocomposites for raw textile wastewater treatment. Malaysian Journal of Fundamental and Applied Sciences. 14(1), 257-262.
- bps.go.id
- Muhammad, A., Shafeeq, A., Butt, M. A., Rizvi, Z. H., Chughtai, M. A., & Rehman, S. S. (2008). Decolorization and removal of COD and BOD from raw and biotreated textile dye bath effluent through advanced oxidation processes (AOPs). Braz. J. Chem. Eng. 25, 453-459.
- Chen, B.Y., Lin, K.W., Wang, Y.M., & Yen, C.Y. (2009). Revealing interactive toxicity of aromatic amines to azo dye decolorizer Aeromonas hydrophila. Journal of Hazardous Materials 166:187–194.
- Souza, S. M. A. G. U., Bonilla, K. A. S., & Federal, A. A. U. S. (2010). Removal of COD and color from hydrolyzed textile azo dye by combined ozonation and biological treatment. Journal of Hazardous Materials. 179, 35–42.
- Robinson, T., McMullan, G., Marchant, R., & Nigam, P. (2001). Remediation of Dyes in Textile Effluent: A Critical Review on Current Treatment Technologies with a Proposed Alternative. Bioresource Technology. 77, 247–255.
- Forgacs, E., Cserháti, T., & Oros, G. (2004) . Removal of synthetic dyes from wastewaters. Environmental International. 30, 953–971.
- Costerton, J.W. (1999). Introduction to Biofilm. International Journal of Antimicrobial Agents. 11, 217–221.
- Malik, P.K. (2003). Use of activated carbons prepared from sawdust and rice-husk for adsorption of acid dyes: a case study of Acid Yellow 36. Dyes and Pigments. 56, 239‒249.
- (2017). Biodegradation Treatment of batik wastewater using Microclear bacteria and Microcomposite. Unpublished Note, Environmental Biotechnology Laboratory, Universiti Teknologi Malaysia.