Di era tren hidup sehat, vitamin menjadi produk andalan banyak orang. Mulai dari vitamin C untuk daya tahan tubuh, vitamin D untuk tulang, hingga multivitamin untuk stamina. Namun, banyak orang tidak menyadari bahwa vitamin bukan tanpa risiko — apalagi bila dikonsumsi secara berlebihan atau tanpa indikasi yang jelas.
Overdosis vitamin adalah kondisi di mana seseorang mengonsumsi vitamin melebihi batas aman, sehingga menimbulkan efek toksik. Dalam praktik farmasi klinis, hal ini dikenal sebagai hipervitaminosis. Artikel ini akan membahas secara ilmiah dan aplikatif: jenis-jenis vitamin yang berisiko overdosis, gejala yang timbul, serta penanganan medis dan farmasis yang tepat. Untuk artikel lainnya yang berkaitan dengan farmasi, Anda dapat mengunjungi tautan pafikabbadung.org.
Jenis Vitamin dan Potensi Overdosis
Vitamin terbagi menjadi dua kelompok utama, yang menentukan risiko akumulasi dan toksisitasnya:
1. Vitamin Larut Air (B kompleks, C)
- Umumnya tidak disimpan dalam tubuh dan dikeluarkan lewat urin.
- Risiko overdosis rendah, namun tetap bisa terjadi pada dosis sangat tinggi atau penggunaan suplemen megadosis.
2. Vitamin Larut Lemak (A, D, E, K)
- Disimpan dalam jaringan lemak dan hati.
- Risiko overdosis tinggi karena akumulasi dalam tubuh bila dikonsumsi berlebihan secara kronis.
Gejala Overdosis Vitamin Berdasarkan Jenisnya
✅ Vitamin A (Retinol)
- Dosis toksik: >10.000 IU/hari (dalam jangka panjang)
- Gejala akut: mual, muntah, sakit kepala, penglihatan kabur
- Gejala kronis: nyeri tulang, kulit kering, hepatotoksisitas, rambut rontok, peningkatan tekanan intrakranial
- Risiko khusus: cacat janin bila dikonsumsi berlebih saat hamil (teratogenik)
📚 Referensi: Penniston & Tanumihardjo, 2006. Vitamin A toxicity.
✅ Vitamin D
- Dosis toksik: >4000 IU/hari dalam jangka panjang
- Gejala: hiperkalsemia (mual, muntah, haus berlebihan, konstipasi, nyeri otot), gagal ginjal
- Risiko: batu ginjal, aritmia jantung
📚 Referensi: Holick, 2007. Vitamin D deficiency.
✅ Vitamin E
- Dosis toksik: >1000 mg/hari (suplementasi jangka panjang)
- Gejala: gangguan pembekuan darah (meningkatkan risiko perdarahan), kelelahan, gangguan pencernaan
- Efek interaksi: memperkuat efek warfarin dan aspirin
📚 Referensi: Miller et al., 2005. High-dose vitamin E and all-cause mortality.
✅ Vitamin K
- Efek toksik jarang terjadi, tapi penggunaan suplemen dosis tinggi bisa mengganggu kerja antikoagulan seperti warfarin.
- Gejala overdosis tidak umum, namun perlu monitoring pasien terapi antikoagulan.
✅ Vitamin C
- Dosis toksik: >2000 mg/hari
- Gejala: diare, batu ginjal (oksalat), gangguan lambung, peningkatan absorpsi zat besi berlebih
- Risiko meningkat pada pasien dengan gangguan ginjal
📚 Referensi: Padayatty et al., 2010. Vitamin C toxicity.
✅ Vitamin B6 (Piridoksin)
- Dosis toksik: >100 mg/hari (dalam waktu lama)
- Gejala: neuropati perifer (kesemutan, mati rasa, gangguan gerak halus)
- Efek reversibel jika dihentikan dini
📚 Referensi: Parry & Bredesen, 1985. Vitamin B6 neurotoxicity.
Penyebab Overdosis Vitamin
- Penggunaan suplemen tanpa indikasi medis
- Konsumsi multivitamin ganda dari berbagai produk
- Tren megadosis vitamin untuk “peningkatan imun”
- Kurangnya edukasi dosis harian yang dianjurkan (RDA)
- Kesalahan formulasi atau labeling produk ilegal
Penanganan Overdosis Vitamin
🔬 1. Diagnosis Klinis
- Anamnesis konsumsi suplemen
- Pemeriksaan kadar vitamin serum (jika tersedia)
- Pemeriksaan fungsi ginjal, hati, elektrolit, kalsium
💊 2. Terapi Farmakologis
- Hentikan suplemen segera
- Jika hiperkalsemia (akibat vitamin D): pemberian cairan IV, diuretik loop (furosemid)
- Jika toksisitas vitamin A atau E berat: rawat inap dan terapi suportif
🧑⚕️ 3. Peran Farmasis
- Evaluasi semua produk pasien (vitamin tunggal, multivitamin, herbal)
- Edukasi dosis maksimal harian dan potensi interaksi
- Memberikan alternatif yang lebih aman dan berbasis evidence
Studi Kasus Klinis
Seorang wanita 35 tahun mengalami mual, nyeri tulang, dan kelelahan setelah 2 bulan mengonsumsi vitamin A dosis 25.000 IU/hari yang dibelinya dari online shop untuk “memutihkan kulit”.
Setelah dirujuk, hasil lab menunjukkan peningkatan enzim hati dan kadar vitamin A dalam serum melebihi ambang batas.
Farmasis berperan dalam:
- Mengedukasi pasien soal dosis aman vitamin A
- Memberi tahu bahwa kelebihan vitamin A justru memicu hepatotoksisitas dan teratogenik
- Merekomendasikan penghentian suplemen dan monitoring hati
Rekomendasi Dosis Harian Maksimum (Upper Tolerable Intake Level)
| Vitamin | UL Dewasa/Hari | Efek Jika Melebihi |
|---|---|---|
| Vitamin A | 3.000 µg (10.000 IU) | Hepatotoksisitas, teratogenik |
| Vitamin D | 100 µg (4000 IU) | Hiperkalsemia, gagal ginjal |
| Vitamin E | 1000 mg | Gangguan pembekuan darah |
| Vitamin C | 2000 mg | Diare, batu ginjal |
| Vitamin B6 | 100 mg | Neuropati |
📚 Sumber: Food and Nutrition Board, Institute of Medicine (2000).
Peran Farmasis dalam Edukasi Masyarakat
Farmasis adalah garda terdepan dalam:
- Memberi informasi dosis aman dan durasi penggunaan suplemen
- Menjelaskan bahwa lebih banyak tidak selalu lebih baik
- Menghindarkan pasien dari klaim menyesatkan dan produk tanpa izin edar
Tips edukasi sederhana:
“Vitamin itu seperti bumbu masak. Jika terlalu sedikit, hambar. Tapi kalau kebanyakan, malah merusak rasa — dan bisa membahayakan.”
Kesimpulan
Vitamin memang penting untuk kesehatan, tapi overdosis bisa sangat berbahaya — terutama vitamin larut lemak yang dapat menumpuk di tubuh. Gejala overdosis bervariasi, mulai dari gangguan ringan seperti mual, hingga kondisi berat seperti kerusakan hati, batu ginjal, atau neuropati.
Sebagai konsumen cerdas dan profesional farmasi, penting untuk:
- Mengenali tanda-tanda overdosis
- Konsumsi vitamin sesuai RDA
- Konsultasikan penggunaan suplemen dengan apoteker atau dokter
Ingat, “lebih” tidak selalu “lebih baik” — terutama saat bicara soal vitamin.
Daftar Pustaka
- Penniston, K. L., & Tanumihardjo, S. A. (2006). Vitamin A toxicity. Archives of Toxicology, 80(12), 785–790.
- Holick, M. F. (2007). Vitamin D deficiency. New England Journal of Medicine, 357(3), 266–281.
- Miller, E. R., et al. (2005). High-dose vitamin E supplementation and all-cause mortality: a meta-analysis. Annals of Internal Medicine, 142(1), 37–46.
- Parry, G. J., & Bredesen, D. E. (1985). Sensory neuropathy with low-dose pyridoxine. Neurology, 35(10), 1466.
- Padayatty, S. J., et al. (2010). Vitamin C: physiology and pharmacology. Annals of Internal Medicine, 140(7), 533–537.
- Institute of Medicine. (2000). Dietary Reference Intakes. Washington, DC: National Academies Press.

