Ozon (O3) merupakan zat desinfektan yang kuat dan mampu membunuh mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus dan jamur. Saat ini pemanfaatan ozon telah diaplikasikan di berbagai bidang/sektor, diantaranya pengolahan air minum, desinfeksi air minum dalam kemasan, desinfeksi untuk pengolahan limbah cair, sterilisasi peralatan kedokteran, pengelantangan (bleaching) pada pabrik tekstil, sterilisasi bahan pangan mentah dan pengawetan bahan makanan [6]. Hal ini karena ozon adalah oksidator kuat dengan potensial oksidasi 2,07 volt dan dapat menghasilkan radikal hidroksida dengan potensial oksidasi 2,7 volt.
Dalam industri pangan dan hasil pertanian, ozon dimanfaatkan sebagai desinfektan untuk proses sterilisasi, menghilangkan kandungan logam berat seperti besi (Fe) dan mangan (Mn) yang menempel pada produk pangan, memperpanjang masa simpan, dan meningkatkan tingkat keamanan pangan. Salah satu contoh yaitu pada perlakuan kubis bunga agar daya simpan lebih lama. Cara yang dapat dilakukan yakni menggunakan air berozon. Air berozon dapat dibuat dengan mengunakan peralatan dengan metode electrical discharge dengan sinar radio aktif. Pembentukan ozon dengan electrical discharge secara prinsip sangat mudah. Tumbukan dari elektron yang dihasilkan oleh electrical discharge dengan molekul oksigen menghasilkan dua buah atom oksigen. Selanjutnya atom oksigen secara alamiah bertumbukan kembali dengan molekul oksigen di sekitarnya, kemudian terbentuklah ozon.
Ozon yang terbentuk berupa gas yang larut dalam air. Metode ini mampu meluruhkan kontaminasi pestisida dan bakteri serta logam berat yang menempel pada buah atau sayur sehingga aman dikonsumsi bagi kesehatan [8]. Perlakuan ozonisasi pada produk pangan segar dikaitkan dengan penanganan dan penerapan yang harus dilakukan secara konsisten sesuai dengan praktek pengolahan yang baik (Good Manufacturing Practices/GMP) dalam industri pangan. Pada standar GMP, pemanfaatan ozon dengan konsentrasi dan waktu paparan yang memadai telah terbukti mampu menyelesaikan sesuai dengan tujuan penanganan pada suatu bahan pangan.
Pada kegiatan pemeliharaan tanaman sayuran dan buah-buahan di kebun, petani biasanya menggunakan pestisida yang digunakan untuk mengendalikan dan membunuh hama penyakit yang menyerang tanaman. Pestisida yang dimaksud adalah merupakan substansi bahan kimia sintesis, berupa mikroorganisme, virus dan sebagainya, yang tujuan penggunaannya adalah untuk mengendalikan dan membunuh hama dan penyakit tanaman. Pada sayuran, biasanya ditemukan residu pestisida yang dominan golongan organoklorin, selanjutnya diikuti dengan golongan organofosfat dan karbonat untuk semua jenis sayuran baik di tingkat petani, pedagang dan pasar swalayan [3].
Struktur Organofosfat
Struktur Organoklorin
Struktur Carbamate
Penggunaan pestisida, di satu sisi dianggap menguntungkan karena mampu menekan kerugian hasil pertanian pada saat panen, namun di sisi lain dapat menganggu kesehatan manusia saat dikonsumsi akibat residu pestisida yang menempel pada sayuran dan buah-buahan. Untuk itu perlu teknologi penanganan hasil sayuran dan buahan yang aman, efektif dan efisien.
Kontaminasi logam berat pada sayuran hasil panen bervariasi, hal ini tergantung pada jenis sayuran dan logam beratnya. Kandungan logam berat jenis timbal (Pb) dan cadmium (Cd) yang melebihi ambang Batas Minimum Residu (BMR) ditemukan pada sayuran kubis, tomat dan wortel, sedangkan pada cabai merah dan selada tidak terdeteksi [1]. Beberapa jenis sayuran yang diteliti positif mengandung residu pestisida meskipun kadarnya masih di bawah ambang batas yang diijinkan [2].
Untuk kontaminasi mikroba, hasil panen sayuran yang berasal dari petani maupun di pasaran dapat mengandung mikroba di atas ambang batas yang direkomendasikan oleh Kementerian Pertanian RI. Jenis mikroba yang banyak ditemukan, diantaranya bakteri koliform, koliform fekal, E. Coli, Salmonella, Shigella dan Staphylococcus [1]. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas produk makanan yang menggunakan bahan baku sayuran, seperti ketoprak, gado-gado, rujak, pecel, dan sebagainya.
Fungsi utama ozon adalah sebagai pengoksidasi dan disinfektan yang sangat kuat, efektif dan aman. Aplikasi teknologi ozon pada penanganan hasil pertanian mampu meluruhkan kontaminasi pestisida, bakteri, dan logam berat yang menempel pada permukaan/ kulit sayuran dan buah-buahan, sehingga aman dikonsumsi bagi kesehatan manusia [8].
Mekanisme kerja ozon dalam membunuh mikroba yang menempel pada permukaan/ kulit sayuran dan buah-buahan, yaitu ozon melakukan penyerangan pada dinding sel yang mengarah pada perubahan dalam permeabilitas sel. Perubahan permeabilitas sel tersebut dapat menyebabkan terjadinya lysis/pecah pada sel bakteri [7]. Air yang mengandung ozon dapat mencuci sayuran dan buah-buahan hingga steril, tanpa menghilangkan warna, aroma, juga tidak memberikan efek pada kerusakan senyawa penting yang dikandung dalam sayuran dan buah-buahan. Dengan demikian, didapatkan sayuran dan buah-buahan yang aman untuk dikonsumsi dan masih mengandung nilai gizi, dapat mempertahankan kesegaran dan dapat memperpanjang umur simpannya [8].
Pengawetan sayuran dan buah-buahan dengan ozon tidak mengubah/ merusak kandungan gizinya, karena kandungan ozon itu sendiri akan hilang dengan cara penguapan. Ozon juga akan mengurai kembali menjadi molekul oksigen, jika terkena sinar matahari [2].
Pada penelitian fungsi ozon sebagai pengoksidasi yang kuat, konsentrasi ozon terlarut sebesar 1,4 mg/liter mampu secara efektif mengoksidasi sebanyak 60-90 persen metil paration, sipermetrin, paration, diazinon dalam larutan air selama 30 menit dan perusakan/ degradasi selesai pada waktu 5 menit pertama. Selain itu, ozon paling efektif untuk mendegradasi sipermetrin lebih dari 60 persen, efektivitas degradasinya tergantung konsentrasi ozon terlarut dan suhu larutan. Dengan demikian, proses ozonisasi merupakan proses yang efektif dan aman untuk memisahkan dan mendegrasi residu pestisida yang diujikan pada sayuran pada tingkat terbatas (minimally processed) [5].
Referensi
[1] Christina, W, Status Kontaminan Pada Sayuran dan Upaya Pengendaliannya di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian, 3 (3): hal 227-237. 2010
[2] Hakan, K, Sedat, VY. Ozon Aplication in Fruit and vegetable Processing. Food Review International, Vol. 23, no.1, pp : 91-106.2007
[3] Miskiyah, Munarso, SJ. Kontaminasi Residu Pestisida Pada Cabai Merah, Selada dan Bawang Merah (Studi Kasus di Bandungan dan Brebes, Jawa Tengah, serta Cianjur, Jawa Barat). Jurnal Hortikultura, 2009: 19(1); hal 101-111.2009
[5] Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT. Rineka Cipta: Jakarta
[6] Prihatiningtyas, E. Ozon Suatu Dilema, Warta Limnologi, No. 40, Oktober 2006.
[7] Purwadi, A, Widdi Usada, Suryadi dan Isyuniarto. Konstruksi Tabung Lucutan Plasma Pembangkit Ozon 100 watt dan Karakteristiknya. Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan, Vol.1, hal 1-4, 2006.
[8] Sugiarto, TA. 2007. Mengatasi Limbah Tanpa Masalah : Penerapan Teknologi Plasma Untuk Lingkungan, Eco-Plasma Indonesia: Tangerang
Dina Ilmi Kamila | S1 Teknologi Pangan | dinailmikamila3@gmail.com
kalau pangan hasil produk peternakan? apakah bisa diterapkan?
seperti susu, daging, dan kulit?