Siapa yang tidak kenal dengan nama obat ini? Hampir setiap orang sepertinya pernah menggunakannya baik untuk sakit kepala, sakit ketika menstruasi, sakit gigi, meskipun sepertinya tidak ada yang menggunakannya untuk mengobati sakit hati.
Sejarah Paracetamol
Paracetamol pertama kali disintesiskan pada tahun 1878 oleh Harmon Nothrop Morse di Johns Hopkins University melalui reduksi p-nitrophenol dengan timah pada larutan asam asetat kemudian diperkenalkan fungsi medisnya pada 1883. Meskipun saat itu hanya digunakan secara terbatas hingga 1950 dan kemudian digunakan secara bebas sebagai pengganti phenacetin yang ditarik karena bersifat toksik terhadap ginjal. Hingga kini, paracetamol digunakan di seluruh dunia, tersedia di warung, digunakan hampir setiap umur, dan menjadi tingkat satu pada peringkat analgesik WHO.[1]
Secara mengejutkan setelah lebih dari 100 tahun, mekanisme aksi dari paracetamol masih belum bisa dipastikan dengan jelas. Terdapat beberapa bukti mengenai mekanismenya secara sentral, termasuk efek pada produksi prostaglandin, serotonergik sentral, opioid, nitrit oxide (NO), dan jalur cannabinoid. Serta ada kemungkinan jalur-jalur ini terlibat secara bersamaan.
Inhibisi Prostaglandin
Prostaglandin merupakan komponen lemak yang berfungsi sebagai mediator rasa nyeri terhadap sistem saraf perifer. Salah satu enzim yang berperan dalam proses ini adalah enzim siklooksigenase (COX) yang berperan dalam metabolisme asam arakidonat ke prostaglandin. Enzim ini memiliki dua tempat aktif: yaitu COX dan peroksidase (POX). Paracetamol dipercaya berpengaruh secara tidak langsung pada bagian POX dengan mereduksi substrat pada bagian ini. Pada sel yang sehat, ketika level asam arakidonat lemah, paracetamol merupakan inhibitor poten dari sintesis prostaglandin. Meskipun, pada sel yang rusak, dimana konsentrasi hidroperoksida tinggi, sintesis prostaglandin hanya diinhibisi secara lemah. Inhibisi COX yang bergantung pada konsentrasi peroksida ini menjelaskan bagaimana paracetamol bekerja pada otak dengan konsentrasi peroksida yang lemah dibandingkan dengan bagian tubuh yang mengalami peradangan dengan tingkat peroksida yang tinggi.[2]
Selain itu jika dibandingkan dengan obat NSAID yang memiliki peran hampir serupa dimana NSAID bekerja di enzim COX-1 dan COX-2, Paracetamol dipercaya bekerja pada varian kecil dari COX-1 yaitu COX-3 yang bekerja hampir mirip dengan COX-1 dan COX-2.[3]
Aktivasi Jalur Serotonergik
Jaras serotonergik merupakan bagian dari sistem nyeri desendens, berawal dari nucleus brainstem, hipotalamus, dan korteks yang berinteraksi dengan serabut nyeri pada cornu dorsalis. Reseptor serotonin ini dimediasi melalui subtipe reseptor 5-HT3. Telah didemonstrasikan bahwa aktivasi jaras desendens serotonergik memainkan peran penting dari mekanisme aksi paracetamol dimana aksi paracetamol yang dapat diinhibisi oleh antagonis reseptor 5-HT3 (triopisetron atau granisetron) ketika diuji menggunakan stimulasi elektrik pada nervus medianus. Pasien yang mendapat antagonis reseptor 5-HT3 mengalami rasa nyeri yang lebih hebat dibandingkan dengan yang tidak.[4]
Data yang mendukung efek sentral dari paracetamol melalui aktivasi jaras serotonergik ini tidak menggugurkan argumen bahwa mekanisme utama dari paracetamol adalah melalui sintesis prostaglandin karena kedua hal ini masih berhubungan satu sama lain.
Pengaktifan Endocannabinoid
Pada sistem saraf pusat dapat ditemukan enzim fatty acid amide hydrolase (FAAH), pacracetamol melalui bentuk p-aminofenol berkonjugasi dengan asam arakidonat untuk membentuk metabolit aktif yaitu N-arakidonoylfenolamin (AM404). Yang berfungsi untuk menginhibisi pengambilan ulang dari endocannabinoid, anandamide, dari celah sinaptik yang meningkatkan jumlah cannabinoid pada membran post-synaptic sehingga menyebabkan perasaan relaksasi, tenang, dan euphoria yang dilaporkan pada beberapa pengguna paracetamol.[5]
AM404 juga berperan penting dalam proses nyeri. Salah satunya adalah dengan mengaktifkan reseptor potensial vanilloid tipe 1 (TRPV1) dan menginhibisi siklooksigenase, NO, serta TNF-a yang terlibat dalam proses nyeri baik akut maupun kronis.
AM404 juga bisa bekerja melalui PGHS, terutama pada area otak dengan konsentrasi FAAH yang tinggi (nucleus trigeminal mesencephalic, neuron sensor primer) meskipun argumen ini masih spekulatif.[6]
Inhibisi Sintesis Nitrit Oxide (NO)
Depolarisasi terhadap neuron aferen dari stimulus nyeri perifer mengarah pada aktivasi reseptor NMDA spinal. yang kemudian mengarah pada sintesis dari NO; sebuah neurotransmitter pada level spinal yang berfungsi untuk menyampaikan informasi nosiseptif. NSAID dan paracetamol berinteraksi dengan proses nosisepsi pada reseptor NMDA spinal. Efek ini dapat menginhibisi mekanisme NO spinal.[7]
Meskipun, peran NO pada Nosisepsi masih abu-abu. Peningkatan NO dapat menginduksi pro-nosisepsi maupun anti-nosisepsi. Aksi yang berlawanan ini dapat terjadi kemungkinan karena perbedaan konsentrasi dan dosis NO yang memberikan pengaruh berbeda terhadap rasa nyeri.
Kesimpulan
Banyaknya jumlah target aksi dari paracetamol dan hubungan yang kompleks antar satu sama lain membuat penelitian mengenai mekanisme molekular menjadi semakin komplikatif. Hubungan antara target-target ini membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memahami mekanisme keseluruhan dari paracetamol. Dengan memahami mekanisme aksi baik secara neurologis dan molekular dapat menciptakan jalur baru untuk menemukan senyawa analgesik yang lebih baru lagi.[8]
Referensi :
1. Anekar AA, Cascella M. WHO Analgesic Ladder. [Updated 2020 May 17]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554435/
2. Bertolini A, Ferrari A, Ottani A, Guerzoni S, Tacchi R, Leone S. Paracetamol: new vistas of an old drug, CNS Drug Rev, 2006, vol. 12 (pg. 250-75)
3. Chandrasekharan NV, Dai H, Roos KL et al. COX‐3, a cyclooxygenase‐1 variant inhibited by acetaminophen and other analgesic/antipyretic drugs: cloning, structure, and expression. Proc Natl Acad Sci USA 2002; 99: 13926– 13931.
4. Pelissier T, Alloui A, Caussade F et al. Paracetamol exerts a spinal antinociceptive effect involving an indirect interaction with 5‐hydroxytryptamine 3 receptors: in vivo and in vitro evidence. J Pharmacol Exp Ther 1996; 278: 8– 14.
5. Guhring H, Hamza M, Sergejeva M et al. A role for endocannabinoids in indomethacin‐induced spinal antinociception. Eur J Pharmacol 2002; 454: 153– 163.
6. Zygmunt PM, Chuang H, Movahed P et al. The anandamide transport inhibitor AM404 activates vanilloid receptors. Eur J Pharmacol 2000; 396: 39– 42.
7. Keeble JE, Moore PK. Pharmacology and potential therapeutic applications of nitric oxide‐releasing non‐steroidal anti‐inflammatory and related nitric oxide‐donating drugs. Br J Pharmacol 2002; 137: 295– 310.
8. Intechopen, https://www.intechopen.com/books/pain-relief-from-analgesics-to-alternative-therapies/paracetamol-update-on-its-analgesic-mechanism-of-action diakses pada 8 Maret 2021