Para ilmuwan yang mempelajari jejak partikel dari enam miliar tabrakan inti atom di Relativistic Heavy Ion Collider (RHIC)—sebuah alat penghancur atom yang menciptakan kondisi mirip alam semesta awal—telah menemukan jenis inti antimateri baru yang merupakan yang terberat yang pernah terdeteksi. Inti antimateri ini terdiri dari empat partikel antimateri—satu antiproton, dua antineutron, dan satu antihiperon—dan dikenal sebagai antihyperhydrogen-4.
Anggota STAR Collaboration dari Relativistic Heavy Ion Collider (RHIC) menemukan inti antimateri ini dengan menggunakan detektor partikel berukuran besar untuk menganalisis rincian puing-puing hasil tabrakan. Hasil penelitian tim diterbitkan di jurnal Nature itu menjelaskan bagaimana mereka telah menggunakan antipartikel eksotis ini untuk mencari perbedaan antara materi dan antimateri.
Pengetahuan fisika kita tentang materi dan antimateri adalah bahwa, kecuali untuk muatan listrik yang berlawanan, antimateri memiliki sifat yang sama dengan materi—massa yang sama, umur sebelum meluruh yang sama, dan interaksi yang sama. Namun kenyataannya, penyusun alam semesta kita lebih banyak materi daripada antimateri, meskipun keduanya diyakini telah diciptakan dalam jumlah yang sama saat Big Bang sekitar 14 miliar tahun yang lalu.
RHIC, fasilitas pengguna dari U.S. Department of Energy (DOE) untuk penelitian fisika nuklir di Laboratorium Nasional Brookhaven DOE, adalah tempat yang baik untuk mempelajari antimateri. Tabrakan ion berat —inti atom yang telah dilucuti elektronnya dan dipercepat mendekati kecepatan cahaya—melelehkan batas proton dan neutron individu dari ion. Energi yang disalurkan ke dalam “sup” quark dan gluon bebas, blok bangunan paling mendasar dari materi yang terlihat, menghasilkan ribuan partikel baru. Dan seperti alam semesta awal, RHIC menghasilkan materi dan antimateri dalam jumlah yang hampir sama. Membandingkan karakteristik partikel materi dan antimateri yang dihasilkan dalam tabrakan ini mungkin memberikan petunjuk tentang asimetri yang menyebabkan dominasi materi di dunia kita saat ini.
Deteksi Antimateri Berat
Menurut tim peneliti, untuk mempelajari asimetri materi-antimateri, langkah pertama adalah menemukan partikel antimateri baru. Itulah logika dasar di balik studi ini.
Fisikawan STAR sebelumnya telah mengamati inti yang terbuat dari antimateri yang diciptakan dalam tabrakan RHIC. Pada tahun 2010, Fisikawan STAR mendeteksi antihypertriton, yang merupakan inti antimateri pertama yang mengandung hiperon, yaitu partikel yang mengandung setidaknya satu quark “aneh” dibandingkan dengan hanya quark “atas” dan “bawah” yang lebih ringan yang membentuk proton dan neutron biasa. Kemudian, hanya setahun kemudian, fisikawan STAR memecahkan rekor antimateri terberat dengan mendeteksi antihelium-4, yang merupakan inti antimateri yang setara dengan inti helium.
Analisis terbaru menunjukkan bahwa antihyperhydrogen-4 mungkin juga dapat terdeteksi. Namun, mendeteksi inti antimateri yang tidak stabil ini—di mana penambahan antihiperon (khususnya partikel antilambda) menggantikan salah satu proton di antihelium akan sekali lagi mengalahkan pemegang rekor antimateri terberat—adalah peristiwa yang sangat langka. Hal ini membutuhkan keempat komponen—satu antiproton, dua antineutron, dan satu antilambda—dilepaskan dari “sup” quark-gluon yang dihasilkan dalam tabrakan RHIC di tempat yang tepat, menuju arah yang sama, dan pada waktu yang tepat untuk bergabung menjadi inti antimateri yang terikat sementara.
Menurut tim, ini hanya terjadi secara kebetulan bahwa keempat partikel konstituen ini muncul dari tabrakan RHIC cukup dekat satu sama lain sehingga mereka dapat bergabung membentuk inti antimateri ini.
Mencari Antihyperhydrogen-4
Untuk menemukan antihyperhydrogen-4, fisikawan STAR mempelajari jejak partikel yang dihasilkan dari peluruhan inti antimateri yang tidak stabil ini. Salah satu produk peluruhannya adalah inti antihelium-4 yang sebelumnya telah terdeteksi; produk lainnya adalah partikel bermuatan positif sederhana yang disebut pion (pi+).
Karena antihelium-4 sudah ditemukan di STAR, tim menggunakan metode yang sama seperti sebelumnya untuk memilih peristiwa tersebut dan kemudian merekonstruksinya dengan jejak pi+ untuk menemukan partikel-partikel ini.
Yang dimaksud dengan rekonstruksi adalah melacak kembali jalur partikel antihelium-4 dan pi+ untuk melihat apakah mereka muncul dari satu titik. Namun, tabrakan di RHIC menghasilkan banyak pion. Dan untuk menemukan inti antimateri yang langka ini, para ilmuwan harus menyaring miliaran peristiwa tabrakan! Setiap antihelium-4 yang muncul dari tabrakan dapat dipasangkan dengan ratusan atau bahkan 1.000 partikel pi+.
Kuncinya adalah menemukan yang mana dari dua jalur partikel ini memiliki titik persimpangan, atau vertex peluruhan, dengan karakteristik tertentu. Artinya, vertex peluruhan harus cukup jauh dari titik tabrakan sehingga kedua partikel tersebut dapat berasal dari peluruhan inti antimateri yang terbentuk tepat setelah tabrakan dari partikel yang awalnya dihasilkan dalam bola api.
Tim STAR bekerja keras untuk menghilangkan latar belakang dari semua pasangan peluruhan potensial lainnya. Pada akhirnya, analisis mereka menemukan 22 peristiwa kandidat dengan perkiraan jumlah latar belakang sebanyak 6,4.
Sekitar enam dari yang tampaknya peluruhan dari antihyperhydrogen-4 mungkin hanya merupakan kebisingan acak.
Mengurangi latar belakang tersebut dari 22 memberikan kepercayaan kepada para fisikawan bahwa mereka telah mendeteksi sekitar 16 inti antihyperhydrogen-4 yang sebenarnya.
Perbandingan Materi-Antimateri
Hasil yang diperoleh cukup signifikan untuk memungkinkan tim STAR melakukan beberapa perbandingan langsung antara materi dan antimateri.
Tim membandingkan umur antihyperhydrogen-4 dengan hyperhydrogen-4, yang terdiri dari variasi materi biasa dari blok bangunan yang sama. Mereka juga membandingkan umur untuk pasangan materi-antimateri lainnya: antihypertriton dan hypertriton.
Keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, yang tidak mengejutkan para ilmuwan.
Menurut tim, eksperimen ini adalah uji bentuk simetri yang sangat kuat. Para fisikawan umumnya sepakat bahwa pelanggaran simetri ini akan sangat jarang terjadi dan tidak akan memberikan jawaban atas ketidakseimbangan materi-antimateri di alam semesta.
Jadi, dalam hal ini, agak menghibur bahwa simetri tersebut masih berlaku. Tim setuju bahwa hasil ini semakin mengonfirmasi bahwa model fisikawan sudah benar dan merupakan “langkah maju yang besar dalam penelitian eksperimental tentang antimateri.”
Langkah selanjutnya adalah mengukur perbedaan massa antara partikel dan antipartikel, yang sedang dikejar oleh Duckworth, yang dipilih pada tahun 2022 untuk menerima pendanaan dari program Penelitian Mahasiswa Pascasarjana Kantor Sains DOE.
Para peneliti memanfaatkan sumber daya komputasi di Pusat Data dan Komputasi Ilmiah di Brookhaven Lab, Pusat Komputasi Ilmiah Energi Nasional (NERSC) di Laboratorium Nasional Lawrence Berkeley DOE, dan konsorsium Open Science Grid. NERSC adalah fasilitas pengguna Kantor Sains DOE lainnya.
Refrensi:
[1] https://www.bnl.gov/newsroom/news.php?a=121912, diakses pada 25 Agustus 2024.
[2] STAR Collaboration. Observation of the Antimatter Hypernucleus 4/(anti)Λ(anti)H. Nature, 2024 DOI: 10.1038/s41586-024-07823-0
Alumni S1 Kimia Universitas Negeri Makassar. Pengajar kimia, penulis di warstek.com.