Indonesia Heboh Ingin jadi Raja Baterai Kendaraan Listrik, Bagaimana Limbahnya?

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, telah menargetkan bahwa pada tahun 2028, Indonesia dapat menjadi produsen baterai listrik terbesar kedua di dunia. Lantas bagaimana pengelolaan limbahnya?

blank

Kendaraan listrik telah menjadi pilihan yang semakin populer dalam beberapa tahun terakhir sebagai alternatif ramah lingkungan untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan konvensional yang menggunakan bahan bakar fosil. Telah bermunculan berbagai kendaraan listrik dari sepeda listrik, mobil listrik, hingga bus listrik. Meskipun demikian, ada satu aspek dari kendaraan listrik yang sering kali terlupakan: limbah baterainya. Meskipun baterai kendaraan listrik memiliki manfaat yang besar untuk mengurangi polusi udara, limbah baterai listrik menghadirkan bahaya lingkungan yang serius jika tidak dikelola dengan benar.

Bahaya Limbah Baterai Kendaraan Listrik

Berikut adalah beberapa bahaya limbah baterai kendaraan listrik yang perlu dipahami:

  1. Toksisitas: Baterai kendaraan listrik umumnya menggunakan bahan kimia beracun seperti litium, kobalt, dan nikel dalam komposisi mereka. Jika tidak dikelola dengan benar, bahan-bahan ini dapat mencemari tanah, air, dan udara, serta berpotensi meracuni makhluk hidup yang terkena dampaknya.
  2. Pengrusakan Lingkungan: Limbah baterai yang tidak diproses dengan benar dapat merusak lingkungan secara luas. Pada saat ini, teknologi untuk mendaur ulang baterai kendaraan listrik masih terbatas dan mahal. Akibatnya, banyak baterai yang akhirnya dibuang ke tempat pembuangan akhir atau dibakar, yang dapat menyebabkan pencemaran udara dan tanah yang serius.
  3. Pembuangan Akhir yang Tidak Tepat: Pembuangan akhir limbah baterai kendaraan listrik ke tempat pembuangan akhir konvensional dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada lingkungan. Bahan-bahan beracun dalam baterai dapat merembes ke dalam tanah dan air tanah, mencemari sumber daya air dan mengancam kehidupan makhluk hidup yang bergantung padanya.
  4. Potensi Kebakaran: Baterai lithium-ion yang digunakan dalam kendaraan listrik memiliki potensi untuk terbakar atau meledak jika terjadi kerusakan fisik atau panas berlebih. Kebakaran ini dapat sulit untuk dipadamkan dan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.
  5. Ketergantungan pada Sumber Daya Terbatas: Bahan-bahan yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik, seperti kobalt, memiliki pasokan terbatas di dunia. Ketergantungan yang meningkat pada sumber daya terbatas ini dapat menyebabkan masalah pasokan dan mengakibatkan eksploitasi lingkungan yang lebih besar.

Baca juga: Mengenal Baterai Mobil Listrik berjenis Alumunium-Udara (Al-air) (warstek.com)

Ambisi Indonesia menjadi Raja Baterai Kendaraan Listrik

Saat ini, pemerintah Indonesia memiliki ambisi untuk menjadi salah satu pemain utama atau raja dalam industri baterai kendaraan listrik global. Ambisi ini dipicu oleh kelimpahan cadangan nikel sebagai bahan baku utama untuk produksi baterai. Namun, muncul pertanyaan tentang bagaimana limbah dari baterai kendaraan listrik akan dikelola.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan proses pengolahan limbah baterai di dalam negeri. Salah satu langkah konkrit yang telah diambil adalah pembangunan fasilitas daur ulang di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah. Namun, penting untuk mempertimbangkan nilai ekonomi dalam pengelolaan limbah, dan jika proses di dalam negeri tidak menguntungkan secara ekonomi, limbah tersebut mungkin harus diproses di luar negeri.

Meskipun demikian, pemerintah tetap berupaya membangun pabrik baterai untuk kendaraan listrik di Indonesia. Target produksi pertama baterai kendaraan listrik diharapkan dapat tercapai pada kuartal III-2024. Meskipun ada penundaan sedikit dari rencana awal, pemerintah menegaskan komitmennya untuk mencapai tujuan tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, telah menargetkan bahwa pada tahun 2028, Indonesia dapat menjadi produsen baterai listrik terbesar kedua di dunia. Namun, pencapaian target ini bergantung pada kelancaran berbagai faktor, tanpa hambatan yang menghalangi.

Langkah untuk Mengatasi Bahaya Limbah Kendaraan Listrik

Untuk mengatasi bahaya limbah baterai kendaraan listrik, langkah-langkah berikut dapat diambil:

  • Pengembangan Teknologi Daur Ulang: Perusahaan dan pemerintah perlu berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi daur ulang baterai yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
  • Penyuluhan dan Regulasi: Masyarakat perlu diberikan penyuluhan tentang pentingnya mendaur ulang dan membuang limbah baterai dengan benar. Regulasi yang ketat juga diperlukan untuk memastikan bahwa produsen kendaraan listrik bertanggung jawab atas akhir masa pakai baterai mereka.
  • Inovasi Material: Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan baterai dengan komposisi yang lebih ramah lingkungan dan menggunakan bahan yang lebih mudah didaur ulang.
  • Peningkatan Infrastruktur Daur Ulang: Infrastruktur daur ulang baterai perlu ditingkatkan untuk memastikan bahwa limbah baterai dapat diproses dengan benar dan tidak mencemari lingkungan.

Dengan langkah-langkah yang tepat, bahaya limbah baterai kendaraan listrik dapat diminimalkan, sehingga manfaat lingkungan dari penggunaan kendaraan listrik dapat dinikmati tanpa menimbulkan dampak negatif yang signifikan.

Bagi Sahabat Warstek yang ingin mempelajari lebih dalam terkait strategi pengelolaan Limbah Baterai Kendaraan Listrik, silakan ikuti kursus berikut:

blank

Referensi:

RI Heboh Mau Jadi Raja Baterai EV, Gimana Nasib Limbahnya? (cnbcindonesia.com) diakses 24 Maret 2024.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *