Potensi Gempa dan Tsunami 20 Meter di Jawa, Bagaimana Menyikapinya?

Bencana alam tsunami, cukup sering melanda negara kita seperti tsunami Aceh 2004, Nias 2005, Pangandaran 2006, Mentawai 2010, Palu 2018, dan tsunami selat Sunda 2018. Bagaimana selanjutnya?

Potensi Gempa dan Tsunami Besar di Selatan Jawa, Bagaimana Ahli Kebumian Mengetahuinya?

Hasil Penelitian Potensi Gempa dan Tsunami Besar

Bencana alam tsunami, cukup sering melanda negara kita seperti tsunami Aceh 2004, Nias 2005, Pangandaran 2006, Mentawai 2010, Palu 2018, dan tsunami selat Sunda 2018. Hasil riset para ahli kebumian dari Institut Teknologi Bandung mengungkapkan adanya wilayah seismic gap pada segmen-segmen megathrust pada laut selatan Pulau Jawa. Wilayah seismic gap ini berpotensi melepaskan gempa dengan magnitudo yang besar. Pada skenario terburuk potensi tsunami dari gempa tersebut mampu mencapai tinggi hingga 20 meter pada laut selatan Jawa Barat dan 12 meter pada laut selatan Jawa Timur, dengan tinggi maksimum rata-rata 4,5 meter sepanjang laut pantai selatan Jawa (Widiyantoro dkk, 2020). Hasil penelitian ini kemudian dipublikasikan pada jurnal ilmiah Nature. Lalu, sudahkah kita memahami dan merespon hasil penelitian potensi gempa dan tsunami besar ini dengan benar?

Apa itu Seismic Gap?

Fedotov pada tahun 1965 dan Mogi pada tahun 1969 pertama kali memperkenalkan istilah Seismic Gap (SG) ketika mereka memetakan beberapa kejadian gempa pada zona subduksi Alaska-Aleutian (Nishenko dan Sykes, 1993). Seismic Gap (SG) adalah istilah untuk kawasan aktif secara tektonik namun jarang terjadi gempa dalam jangka waktu yang lama. Hasil riset para ahli kebumian dari Institut Teknologi Bandung ini kemudian mengungkap adanya wilayah minim gempa atau seismic gap pada segmen-segmen megathrust pada laut selatan Pulau Jawa (Aydan, 2008).

Gambar 1. Contoh seismic gap (wilayah berwarna merah muda) Potensi Gempa dan Tsunami yang berada di selatan Pulau Jawa (Widiyantoro dkk, 2020)

Gambar 1. Contoh seismic gap, wilayah berwarna merah muda (pink) yang berada pada laut selatan Pulau Jawa,

(Widiyantoro dkk, 2020)

Apa itu Gempa Megathrust?

Gempa Megathrust adalah seluruh aktivitas gempa yang bersumber pada zona megathrust, gempa ini tidak selalu berkekuatan besar. Zona megathrust adalah istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua pada kedalaman dangkal yang bergerak naik (thrusting). Zona subduksi kemudian diasumsikan sebagai “patahan naik yang besar”, yang populer disebut sebagai zona megathrust (Zieh, 2007). Megathrust berada pada zona subduksi aktif, seperti: (1) subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba, (2) subduksi Banda, (3) subduksi Lempeng Laut Maluku, (4) subduksi Sulawesi, (5) subduksi Lempeng Laut Filipina, dan kemudian (6) subduksi Utara Papua (Irsyam, dkk, 2017).

(Irsyam, dkk, 2017).

Gambar 2. Beberapa segmen zona megathrust yang ada pada Indonesia dan kekuatan gempa yang pernah terjadi pada lokasi tersebut.

(Irsyam, dkk, 2017).

Proses Penelitian Potensi Gempa dan Tsunami

Untuk mengetahui kawasan-kawasan mana yang terbentuk Seismic Gap (SG), hal yang pertama harus dilakukan adalah memetakan titik episentrum gempa dari 30 – 100 tahun yang lalu. Berdasarkan analisis Omer Aydan melalui publikasinya di tahun 2008, terdapat 8 lokasi (Gambar 1.) seismic gap (SG) yang tersebar pada wilayah Indonesia (Aydan, 2008).

Gambar 3. Beberapa kawasan di Indonesia yang menjadi potensi adanya kondisi seismic gap ditandai dengan lingkaran putih dan keterangan SG (Aydan, 2008)

Gambar 3. Beberapa kawasan Indonesia yang menjadi potensi adanya kondisi seismic gap ditandai dengan lingkaran putih dan keterangan SG.

(Aydan, 2008)

Gambar 4. Ilustrasi yang memperlihatkan lokasi seismic gap (wilayah lingkaran putih) di laut selatan Jawa Barat. Gempa dan tsunami Pangandaran, dahulu adalah pelepasan gempa yang sebelunya juga berupa wilayah seismic gap (Natawidjaja, 2009 dalam https://geologi.co.id).

Gambar 4. Ilustrasi yang memperlihatkan lokasi seismic gap (wilayah lingkaran putih) pada laut selatan Jawa Barat. Gempa dan tsunami Pangandaran, dahulu adalah pelepasan gempa yang sebelunya juga berupa wilayah seismic gap.

(Natawidjaja, 2009 dalam https://geologi.co.id).

Berdasarkan penjelasan sebelumnya (pada Gambar 3.), wilayah laut selatan Pulau Jawa (pada Gambar 4.) terdapat potensi adanya kondisi seismic gap. Kawasan tersebut adalah kawasan yang seharusnya rawan terjadi gempa bumi, akan tetapi saat ini jarang sekali terjadi. Hal ini menjadi dugaan bahwa saat ini sedang terjadi akumulasi energi yang menjadi potensi akan terjadi gempa bumi pada masa yang akan datang (Widiyantoro dkk, 2020).

Data Aktivitas Gempa Bumi pada Laut Selatan Pulau Jawa

Tidak semua kawasan yang jarang terjadi gempa bumi (seismic gap) bisa serta-merta kemudian memiliki potensi gempa besar pada masa yang akan datang. Bisa jadi kawasan tersebut merupakan seismic gap namun energi regangannya lepas melalui proses pergerakan secara berlahan-lahan (slow slip) dalam bentuk gempa-gempa yang terjadi dalam skala yang relatif kecil. Hal ini kemudian harus kita buktikan berdasarkan data survey geodetik dasar samudra (seafloor geodetics). Oleh karena itu, peneliti menganggap bahwa kawasan seismic gap pada selatan Pulau Jawa (pada Gambar 4.) masih sebatas sebagai indikasi adanya potensi gempa yang cukup besar pada masa depan yang mampu memicu tsunami (Widiyantoro dkk, 2020).

Gambar 5. Peta kondisi bawah permukaan laut selatan Pulau Jawa (Widiyantoro dkk, 2020)

Gambar 5. Peta kondisi bawah permukaan laut selatan Pulau Jawa.

(Widiyantoro dkk, 2020)

Untuk bisa mengetahui seberapa besar potensi gempa yang mampu memicu tsunami, para ahli kebumian kemudian memplotkan episenter gempa bumi yang nilai magnitudonya lebih besar dari Mw 4 pada selatan pulau Jawa dari tahun 2009 – 2018. Data-data tersebut berdasarkan data BMKG dan International Seismological Centre (ISC) yang terekam selama tahun-tahun tersebut (Widiyantoro dkk, 2020). Data tersebut kemudian dapat kita lihat pada gambar bawah ini (Gambar 6.).

Gambar 6. Sebaran episenter gempa bumi yang lebih besar dari Mw 4 sejak 2009 s/d 2018 di laut selatan Pulau Jawa berdasarkan data dari BMKG dan ISC (Widiyantoro dkk, 2020)

Gambar 6. Sebaran episenter gempa bumi yang lebih besar dari Mw 4 sejak 2009 – 2018 pada laut selatan Pulau Jawa berdasarkan data BMKG dan ISC.

(Widiyantoro dkk, 2020)

Berdasarkan hasil plot nilai episentar gempa bumi tersebut, kemudian para peneliti menemukan sekitar 1898 kali gempa bumi pada lokasi tersebut. Dapat kita lihat kemudian (pada Gambar 6. & 7.) adanya kawasan seismic gap pada garis tebal warna merah muda (pink). Selain itu, pada peta tersebut juga dapat kita lihat sumber gempa bumi magnitudo 7,8 dan 7,7 yang memicu tsunami 1994 Banyuwangi dan tsunami 2006 Pangandaran (Widiyantoro dkk, 2020).

Gambar 7. Cross sections kawasan selatan pulau Jawa yang memperlihatkan adanya seismic gap di area pertemuan lempeng yang ditunjukkan oleh tanda warna pink (Widiyantoro dkk, 2020)

Gambar 7. Cross sections kawasan selatan pulau Jawa yang memperlihatkan adanya seismic gap pada area pertemuan lempeng pada tanda warna merah muda (pink).

(Widiyantoro dkk, 2020)

Data Deformasi Kerak Bumi pada Laut Selatan Pulau Jawa

Widiyantoro dan timnya juga menganalisis 37 titik GPS geodetik dalam jangka waktu 6 tahun untuk mengamati pergerakan kerak bumi pada selatan Pulau Jawa. Data tersebut kemudian merupakan dasar untuk menganalisis akumulasi regangan kerak bumi pada selatan Pulau Jawa. Kawasan yang memiliki akumulasi regangan yang tinggi ini kemudian mengindikasikan bahwa zona tersebut menyimpan energi gempa yang cukup besar. Sehingga berpotensi untuk memicu gempa pada masa yang akan datang. Kemudian Widiyantoro dan timnya, menggunakan data-data tersebut untuk membandingkan nilai kecepatan pergerakan lempeng bumi dengan hasil pengamatan GPS geodetik 6 tahun. Hal ini kemudian bertujuan untuk mendapat nilai slip deficit yang mengindikasikan regangan (Widiyantoro dkk, 2020).

Gambar 8a & 8b. Besaran nilai slip deficit yang menunjukkan kawasan berwarna merah memiliki potensi gempa bumi paling besar di masa mendatang (Widiyantoro dkk, 2020)

Gambar 8a & 8b. Besaran nilai slip deficit yang menunjukkan kawasan berwarna merah memiliki potensi gempa bumi paling besar pada masa mendatang.

(Widiyantoro dkk, 2020)

Apabila nilai slip deficit-nya besar maka kawasan tersebut memiliki potensi terjadi gempa bumi karena adanya kuncian (locked condition) pada area pertemuan lempeng. Pada gambar tersebut (Gambar 8a & 8b.) kemudian dapat kita lihat bahwa kawasan laut selatan Jawa Barat dan Banten merupakan kawasan yang memiliki potensi gempa bumi yang sangat tinggi. Selain itu, pada bagian laut selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur juga terdapat kawasan potensi gempa dengan slip deficit yang tinggi (Widiyantoro dkk, 2020).

Pemodelan Potensi Tsunami

Berdasarkan penjelasan sebelumnya (Gambar 8a. & 8b.) pada 2 buah lokasi yang memiliki nilai slip deficit tinggi yang mengindikasikan kawasan pertemuan lempeng yang terkunci (locked condition) dan juga seismic gap, para peneliti mencoba menghitung seberapa besar potensi gempa buminya. Kemudian pada wilayah laut selatan Jawa Barat, para peneliti mendapatkan angka magnitudo sebesar Mw 8,9 dan laut selatan Jawa Tengah serta Jawa Timur sebesar Mw 8.8. Menurut Widiyantoro dan timnya apabila kedua kawasan yang terkunci (locked condition) tersebut mengalami pecah (rupture) secara bersamaan, maka potensi gempa bisa meningkat hingga Mw 9.1. Setelah mengetahui potensi magnitudo gempa, para peneliti kemudian melakukan permodelan tsunami untuk memperkirakan tinggi maximum, waktu sampai gelombang, dan jauh daerah genangan.

Gambar 9. Model tsunami dalam kondisi skenario terburuk (worst-case) apabila kawasan kuncian (locked condition) di selatan Pulau Jawa mengalami pecah (rupture) secara bersamaan (Widiyantoro dkk, 2020). (9a.) Permodelan gabungan sumber tsunami di lepas pantai selatan Jawa pada skenario 1 dan 2 potensi gempa bumi. (9b.) Ketinggian maksimal tsunami di seluruh wilayah permodelan tsunami selama durasi simulasi. (9c.) Ketinggian maksimum tsunami di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa.

Gambar 9. Model tsunami dalam kondisi skenario terburuk (worst-case) apabila kawasan kuncian (locked condition) pada selatan Pulau Jawa pecah (rupture) secara bersamaan.

(9a.) Permodelan gabungan sumber tsunami pada lepas pantai selatan Jawa pada skenario 1 dan 2.

(9b.) Ketinggian maksimal tsunami pada seluruh wilayah permodelan tsunami selama durasi simulasi.

(9c.) Ketinggian maksimum tsunami pada sepanjang pantai selatan Pulau Jawa.

(Widiyantoro dkk, 2020)

Model tsunami tersebut hanyalah kondisi skenario terburuk (worst-case). Kita bisa melihat permodelan gabungan sumber tsunami pada lepas pantai selatan Jawa pada skenario 1 dan 2 gempa bumi pada gambar pertama (Gambar 9a.). Kemudian pada gambar selanjutnya (Gambar 9b.) merupakan ketinggian maksimal tsunami pada seluruh wilayah permodelan tsunami selama durasi simulasi. Gambar terakhir (Gambar 9c.) merupakan ketinggian maksimum tsunami pada sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Tinggi tsunami ketika mencapai pantai diperkirakan mencapai 20,2 m di selatan Banten, sekitar 11,7 m di Jawa Barat dan Jawa Timur dan lebih rendah untuk Jawa Tengah. Prediksi tinggi tsunami ini kemudian dapat terjadi apabila gempa bumi dangkal dengan magnitudo Mw 8,9 – 9 terjadi.

Tambahan Pengetahuan Untuk Kemajuan Mitigasi

Tentunya kita tidak perlu panik dan harus menyikapi dengan baik hasil penelitian ini karena skenario model gempa dan tsunami yang dihasilkan masih berupa gambaran terburuk (worst-case). Adanya kajian potensi gempa kuat di zona megathrust pada selatan Pulau Jawa kemudian diharapkan dapat mendorong kita semua untuk lebih memperhatikan upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami. Khususnya pada beberapa wilayah segmen megathrust lainnya yang diduga terdapat seismic gap. Kajian ini masih sebatas potensi, akan tetapi sangat penting untuk dijadikan acuan kita dalam upaya mitigasi guna mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami di Indonesia.

Referensi

Aydan, Omer. (2008). Seismic and Tsunami Hazard Potentials in Indonesia with a special emphasis on Sumatra Island. Journal of the School of Marine Science and Technology – Tokai University (Japan), Vol. 6, No. 3, pp. 19 – 38. (http://www2.scc.u-tokai.ac.jp/www3/kiyou/pdf/2008vol6_3/omer.pdf)

https://geologi.co.id/2015/05/08/seimic-gap-lokasi-rawan-gempa-tsunami/ (Diakses pada tanggal 29 September 2020 Pukul 01.15 WIB)

Irsyam, M., dkk. (2017). Pemutakhiran Sumber Dan Peta Gempa Indonesia 2017. Jakarta: BNPB. (https://www.bnpb.go.id/uploads/24/seminar/Pemutahiran_Sumber_dan_Peta_Gempa_Indonesia.pdf)

Nishenko, S. P., and Sykes, L. R. (1993), Comment on “Seismic gap hypothesis: Ten years after” by Y. Y. Kagan and D. D. Jackson, J. Geophys. Res., 98( B6), 9909– 9916, doi:10.1029/93JB00101. (https://www.semanticscholar.org/paper/Comment-on-%E2%80%9CSeismic-gap-hypothesis%3A-Ten-years-by-Y.-Nishenko-Sykes/6dfa12a6b421525eb6636c8ae1932c387ddef2c1)

Sieh, Kerry. (2007). The Sunda Megathrust: Past, Present And Future. Journal of Earthquake and Tsunami, Vol. 01, No. 01, pp. 1 – 19. (https://www.worldscientific.com/doi/10.1142/S179343110700002X)

Widiyantoro, S., Gunawan, E., Muhari, A. et al. (2020). Implications for Megathrust Earthquakes and Tsunamis from Seismic Gaps South of Java Indonesia. Scientific Reports Nature Research, 15274. https://doi.org/10.1038/s41598-020-72142-z. (https://www.nature.com/articles/s41598-020-72142-z)

5 komentar untuk “Potensi Gempa dan Tsunami 20 Meter di Jawa, Bagaimana Menyikapinya?”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *