Dalam dunia ilmiah, karakterisasi memegang peranan penting untuk memahami sifat-sifat material. Salah satu aspek penting dari karakterisasi adalah visualisasi topografi dan morfologi material. Topografi mengacu pada bentuk permukaan material, sementara morfologi mencakup struktur dan bentuk secara keseluruhan. Pengetahuan seputar topografi dan morfologi material membantu peneliti untuk memahami bagaimana bahan-bahan berperilaku dan bekerja. Ia kemudian dapat mengidentifikasi properti seperti porositas, ketebalan, dan distribusi butir, yang memengaruhi sifat-sifat material seperti kekuatan, konduktivitas, dan reaktivitas kimia.
Terdapat konsep perbesaran dan resolusi dalam visualisasi morfologi dan topografi material. Perbesaran merujuk pada seberapa besar detail dari material terlihat dalam gambar yang dihasilkan. Semakin tinggi perbesarannya, semakin besar detail-detail struktur bisa dilihat. Di sisi lain, resolusi berkaitan dengan kemampuan alat untuk memisahkan detail-detail kecil dalam gambar, sehingga semakin tinggi resolusinya, semakin jelas detail-detail kecil yang dapat terlihat. Oleh karena itu, sangat mungkin jika ukuran perbesaran tinggi, namun tanpa dilengkapi resolusi yang memadai gambar yang dihasilkan mungkin tidak akan memberikan detail yang jelas. Ini menunjukkan bahwa kedua konsep ini penting untuk dipahami dalam karakterisasi material.
Karakterisasi morfologi dan topografi material dapat dilakukan melalui berbagai alat, seperti Scanning Electron Microscope (SEM), Transmission Electron Microscope (TEM), Field Emission Scanning Electron Microscope (FESEM), Atomic Force Microscope (AFM), Scanning Tunneling Microscope (STM), Confocal Laser Scanning Microscope (CLSM), optical profilometer, dan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). SEM dan FESEM cocok untuk visualisasi permukaan material dengan resolusi yang tinggi, sementara TEM mampu memperlihatkan struktur internal pada skala atomik. AFM dan STM memberikan gambaran dengan resolusi nanometer hingga atomik dari topografi permukaan. CLSM memungkinkan visualisasi tiga dimensi dari struktur internal sampel dengan resolusi sub-mikrometer. Sementara itu, optical profilometer digunakan untuk mengukur profil permukaan dengan resolusi tinggi dalam skala mikrometer hingga sub-mikrometer, sedangkan NMR memberikan informasi tentang struktur molekuler dalam skala milimeter hingga mikrometer.
Scanning Electron Microscope (SEM)
Mikroskop SEM menggunakan serangkaian elektron berenergi tinggi untuk memindai sampel. Ketika elektron mengenai permukaan sampel, mereka memancarkan berbagai sinyal, seperti elektron sekunder dan elektron kembali yang dipantulkan. Resolusi SEM biasanya berkisar dari 1 hingga 10 nanometer, dan dapat memberikan gambar tiga dimensi dari permukaan sampel. SEM cocok untuk memeriksa morfologi permukaan material, seperti struktur permukaan, pori-pori, dan kontaminasi. Salah satu kekurangan SEM adalah tidak dapat memberikan gambaran yang jelas tentang struktur internal bahan.
Baca juga: √ Scanning Electron Microscope: Pengertian, Prinsip, & Aplikasi
Transmission Electron Microscope (TEM)
TEM menggunakan serangkaian elektron yang melintasi sampel untuk membentuk gambar. Ini memungkinkan untuk pengamatan struktur internal sampel pada skala atom. Resolusi TEM jauh lebih tinggi dibandingkan SEM, sering mencapai skala sub-nanometer. TEM sering digunakan untuk memeriksa struktur kristal, struktur molekuler, dan sifat elektronik material. Salah satu kelemahan utama TEM adalah preparasi sampel yang sangat rumit dan mahal, serta kurangnya kemampuan untuk memvisualisasikan permukaan sampel secara langsung [1].
Field Emission Scanning Electron Microscope (FESEM)
FESEM hadir sebagai versi lebih baik dari SEM, di mana sumber emisi elektronnya menghasilkan elektron dengan energi yang lebih tinggi dan fokus yang lebih baik. Resolusi FESEM sering kali lebih tinggi dari SEM konvensional, kadang-kadang mencapai beberapa nanometer atau bahkan di bawahnya. FESEM memiliki kemampuan untuk menghasilkan gambaran permukaan yang sangat halus dan detail. Meskipun memiliki kelebihan dalam resolusi dan kemampuan untuk memvisualisasikan permukaan dengan lebih baik, FESEM sering kali lebih mahal dan memerlukan kondisi operasi yang lebih rumit dibandingkan SEM konvensional.
Atomic Force Microscope (AFM)
AFM menggunakan ujung sensor yang sangat tajam untuk “meraba” permukaan sampel secara langsung. Ketika ujung sensor bergerak di atas sampel, gaya intermolekuler antara ujung sensor dan sampel dipantau, yang memungkinkan visualisasi permukaan dengan resolusi atomik. AFM dapat menghasilkan gambaran tiga dimensi dari permukaan sampel dengan resolusi tinggi, bahkan hingga skala atom. Perbesarannya berkisar dari 10x hingga 1000x, dengan resolusi yang sangat tinggi hingga tingkat atom AFM cocok untuk mengamati permukaan material pada skala nanometer hingga sub-nanometer [2].
Scanning Tunneling Microscope (STM)
STM menggunakan prinsip tunneling kuantum untuk menghasilkan gambar permukaan dengan resolusi atomik. Arus elektron mengalir melalui jarum yang sangat tajam dan berdekatan dengan permukaan sampel, menciptakan efek tunneling yang sensitif terhadap jarak antara jarum dan sampel. Memiliki perbesaran berkisar 10x hingga 1000x, dengan kemampuan untuk menghasilkan gambar atomik. STM juga cocok untuk mengamati struktur permukaan pada skala atom dan molekul hingga pengamatan atom individu. Ini memberikan gambaran yang sangat rinci tentang topografi dan sifat permukaan material [3].
Confocal Laser Scanning Microscope (CLSM)
CLSM menggunakan teknologi pemindaian laser untuk menghasilkan gambar tiga dimensi dari sampel. Mekanismenya laser memindai beberapa titik di permukaan sampel, dan sinyal fluoresensi yang dihasilkan digunakan untuk membangun gambaran tiga dimensi. Alat ini memungkinkan pengamatan tiga dimensi struktur internal sel dan jaringan pada skala sub-mikrometer sehingga CLSM sering digunakan dalam bidang biologi sel dan ilmu biomolekuler [4].
Optical Profilometer
Optical profilometer menggunakan cahaya yang dipantulkan dari permukaan sampel untuk menghasilkan gambar profil permukaan. Ini memungkinkan pengukuran tinggi, kedalaman, dan bentuk detail permukaan sampel dengan tingkat resolusi yang cukup tinggi. Optical profilometer sering digunakan dalam aplikasi seperti inspeksi kualitas, metrologi, dan pemetaan profil permukaan.
Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
NMR menggunakan prinsip resonansi magnetik inti atom dalam sampel untuk menghasilkan gambaran tiga dimensi dari struktur dan komposisi material. Karakterisasi ini umumnya digunakan dalam bidang kimia, biologi, dan ilmu material untuk mempelajari sifat-sifat material dan interaksi molekuler. Berbeda dengan alat lainnya, NMR tidak melakukan perbesaran untuk visualisasi.
Dengan memahami topografi dan morfologi material, kita dapat mengoptimalkan proses manufaktur, meningkatkan kinerja produk, dan bahkan merancang material yang lebih efisien dan inovatif. Oleh karena itu, karakterisasi topografi dan morfologi material menjadi langkah kritis dalam pemahaman yang mendalam tentang sifat-sifat material dan aplikasinya dalam berbagai bidang ilmu, mulai dari teknik dan ilmu material hingga biologi dan kedokteran.
Referensi :
[1] K. D. Vernon-Parry, “Scanning Electron Microscopy: an introduction,” Analysis, vol. 13, no. 4, pp. 40–44, 2000.
[2] D. J. Müller and Y. F. Dufrêne, “Atomic force microscopy as a multifunctional molecular toolbox in nanobiotechnology,” Nanoscience and Technology: A Collection of Reviews from Nature Journals, pp. 269–277, Jan. 2009, doi: 10.1142/9789814287005_0028.
[3] C. J. R. Sheppard, “Microscopy: Overview,” Encyclopedia of Modern Optics, Five-Volume Set, pp. 61–69, Jan. 2004, doi: 10.1016/B0-12-369395-0/00823-X.
[4] L. Stigliano, J. Caumartin, and K. Benzerara, “Micro- and nanoscale techniques for studying biofilm-mineral interactions,” Methods in Microbiology, vol. 53, pp. 143–192, Jan. 2023, doi: 10.1016/BS.MIM.2023.04.001.