Gizi Mikro vs Gizi Makro: Mana yang Lebih Penting dalam Perspektif Farmasi?

Dalam dunia kesehatan, pemenuhan gizi merupakan fondasi penting dalam menjaga fungsi tubuh dan mencegah penyakit. Gizi terbagi menjadi dua kelompok utama: gizi makro (makronutrien) dan gizi mikro (mikronutrien).

Dalam dunia kesehatan, pemenuhan gizi merupakan fondasi penting dalam menjaga fungsi tubuh dan mencegah penyakit. Gizi terbagi menjadi dua kelompok utama: gizi makro (makronutrien) dan gizi mikro (mikronutrien). Kedua kelompok ini memainkan peran vital, namun di dunia farmasi, perhatian sering tertuju pada bagaimana nutrisi tersebut diintegrasikan dalam terapi pasien — baik dalam bentuk sediaan farmasi, pemantauan interaksi obat-nutrisi, maupun dalam peran klinis apoteker. Untuk artikel lainnya yang berkaitan dengan farmasi, Anda dapat mengunjungi tautan pafirajapolah.org.

Apa Itu Gizi Makro dan Mikro?

Gizi Makro (Makronutrien)

Makronutrien adalah nutrisi yang diperlukan tubuh dalam jumlah besar dan meliputi:

  • Karbohidrat: sumber energi utama, yang diperlukan untuk metabolisme dasar.
  • Protein: komponen struktural sel dan jaringan, serta berperan dalam imunologi dan enzimatis.
  • Lemak: sumber energi padat dan penting untuk penyerapan vitamin larut lemak (A, D, E, K).

Menurut World Health Organization (WHO, 2020), proporsi kebutuhan energi dari karbohidrat, protein, dan lemak harus disesuaikan dengan usia dan kondisi klinis pasien.

Gizi Mikro (Mikronutrien)

Mikronutrien adalah vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam jumlah kecil namun sangat penting. Beberapa contohnya:

  • Zat besi: diperlukan untuk sintesis hemoglobin.
  • Vitamin D: penting dalam metabolisme kalsium dan kekebalan tubuh.
  • Yodium: mendukung fungsi kelenjar tiroid.

Mikronutrien memainkan peran katalitik, hormonal, dan struktural pada proses biokimia tubuh (Brown et al., 2020).

Kaitan Gizi dan Farmasi

1. Suplemen Gizi sebagai Produk Farmasi

Banyak produk farmasi berupa suplemen vitamin dan mineral tersedia di pasaran dalam bentuk tablet, kapsul, serbuk, hingga cairan. Produk ini digunakan untuk:

  • Mencegah atau mengatasi defisiensi
  • Meningkatkan status gizi pasien dengan penyakit kronis
  • Mendukung pemulihan setelah sakit

Apoteker memiliki tanggung jawab dalam:

  • Menentukan dosis dan durasi yang tepat
  • Memastikan sediaan sesuai kebutuhan pasien (oral, injeksi, topikal)
  • Memberi edukasi tentang waktu konsumsi dan interaksi

Contoh: vitamin B12 dalam bentuk injeksi diberikan pada pasien anemia megaloblastik dengan gangguan absorpsi usus (Fong & Roberts, 2018).

2. Interaksi Obat dan Nutrisi

Interaksi antara obat dan nutrisi adalah bidang penting dalam farmasi klinis. Beberapa contoh umum:

  • Obat antasida dan PPI (misalnya omeprazol) dapat menghambat penyerapan vitamin B12.
  • Obat diuretik (seperti furosemid) meningkatkan ekskresi elektrolit seperti kalium dan magnesium.
  • Antibiotik tetrasiklin mengikat kalsium, menghambat penyerapannya di saluran cerna.

Menurut Drug-Nutrient Interactions Handbook (Boullata & Armenti, 2015), apoteker perlu mengawasi efek jangka panjang terapi terhadap status nutrisi pasien, terutama dalam pengobatan kronis.

3. Nutrisi Klinis dan Peran Apoteker di Rumah Sakit

Dalam dunia rumah sakit, apoteker klinis bekerja sama dengan ahli gizi untuk:

  • Menentukan formula nutrisi enteral dan parenteral
  • Menjamin stabilitas dan kompatibilitas zat gizi dalam sediaan infus
  • Menghitung kebutuhan energi dan mikronutrien pasien rawat inap

Misalnya, pasien ICU yang mendapatkan Total Parenteral Nutrition (TPN) memerlukan pengawasan ketat terhadap kandungan gizi makro (glukosa, asam amino, lipid) dan mikro (elektrolit, trace elements, vitamin) (ASPEN Guidelines, 2020).

4. Farmakovigilans Suplemen Gizi

Walau tergolong non-obat, suplemen gizi dapat menyebabkan efek samping bila dikonsumsi tidak sesuai indikasi, seperti:

  • Hipervitaminosis A pada penggunaan berlebihan
  • Interaksi zat besi dengan antibiotik fluorokuinolon
  • Vitamin K yang mengganggu efek warfarin

Oleh karena itu, farmasis juga memiliki peran dalam monitoring efek samping dan pelaporan kejadian tidak diinginkan (Pharmaceutical Care Network Europe, 2021).

Gizi Mikro vs Gizi Makro: Mana Lebih Penting?

Dalam konteks farmasi, gizi mikro sering lebih dominan dibahas, karena:

  • Dapat diresepkan atau dikonsumsi dalam bentuk sediaan farmasi
  • Rentan terhadap gangguan penyerapan akibat obat
  • Sering menjadi bagian dari terapi suportif penyakit kronis

Namun, gizi makro juga tidak kalah penting, terutama pada kasus:

  • Malnutrisi
  • Penyakit metabolik (seperti diabetes atau sindrom metabolik)
  • Rehabilitasi pasca rawat inap panjang

Kebutuhan gizi makro dan mikro saling melengkapi. Energi dari karbohidrat tidak bisa digunakan tanpa enzim yang membutuhkan mikronutrien sebagai kofaktor (misalnya vitamin B1 dan magnesium). Maka, tidak ada yang lebih penting — yang utama adalah keseimbangan.

Studi Kasus: Peran Apoteker dalam Nutrisi Klinis

Seorang pasien lansia mengalami malnutrisi akibat kanker lambung. Ia diberikan TPN. Dalam tim terapi nutrisi:

  • Apoteker menghitung kebutuhan energi dan protein harian
  • Menentukan penambahan trace elements seperti seng dan selenium
  • Memastikan sediaan vitamin B kompleks stabil dalam larutan glukosa

Intervensi farmasis ini terbukti menurunkan angka komplikasi nutrisi dan mempercepat pemulihan (Corkins et al., 2016).

Kesimpulan

Gizi mikro dan makro adalah komponen penting dalam menjaga kesehatan dan mendukung pengobatan. Dalam dunia farmasi, gizi mikro lebih menonjol, karena berperan langsung dalam interaksi obat, formulasi suplemen, dan pengawasan efek samping. Meski demikian, farmasis juga berkontribusi dalam terapi berbasis gizi makro, terutama dalam konteks nutrisi klinis rumah sakit.

Dengan pemahaman mendalam tentang farmakologi dan nutrisi, farmasis dapat membantu memastikan bahwa pasien tidak hanya mengonsumsi obat dengan benar, tetapi juga mendapatkan nutrisi optimal untuk mempercepat penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidup.


Daftar Pustaka

  1. World Health Organization. (2020). Healthy diet. Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/healthy-diet
  2. Brown, J. E., Isaacs, J. S., Krinke, U. B., Lechtenberg, E., & Murtaugh, M. A. (2020). Nutrition Through the Life Cycle (7th ed.). Cengage Learning.
  3. Boullata, J., & Armenti, V. (2015). Handbook of Drug-Nutrient Interactions (2nd ed.). Springer.
  4. Fong, J., & Roberts, R. (2018). Vitamin B12 deficiency: recognition and management. American Family Physician, 97(10), 657-664.
  5. ASPEN (American Society for Parenteral and Enteral Nutrition). (2020). Clinical Guidelines: Nutrition Support of Adult Patients With COVID-19.
  6. Pharmaceutical Care Network Europe. (2021). Classification for drug-related problems. Retrieved from https://www.pcne.org/
  7. Corkins, M. R., Guenter, P., DiMaria-Ghalili, R. A., et al. (2016). Malnutrition diagnoses in hospitalized patients: United States, 2010. JPEN Journal of Parenteral and Enteral Nutrition, 38(2), 186–195.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top