Call Me Kuchu: Film Dokumenter tentang Perjuangan Kelompok Minoritas di Uganda

"Call Me Kuchu" adalah sebuah film dokumenter yang dirilis pada tahun 2012, disutradarai oleh Malika Zouhali-Worrall dan Katherine Fairfax Wright. Film ini ditayangkan perdana di Festival Film Internasional Berlin 2012 dan memenangkan berbagai penghargaan.

call me kuchu

Call Me Kuchu” adalah sebuah film dokumenter yang dirilis pada tahun 2012, disutradarai oleh Malika Zouhali-Worrall dan Katherine Fairfax Wright. Film ini ditayangkan perdana di Festival Film Internasional Berlin 2012 dan memenangkan Penghargaan Teddy untuk Dokumenter Terbaik. Selain itu, film ini juga menerima penghargaan Media GLAAD 2014 untuk Dokumenter Luar Biasa bersama “Bridegroom.”

Film ini menggambarkan perjuangan komunitas minoritas seksual di Uganda melalui kisah hidup David Kato, seorang aktivis yang berperan penting dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Di awal film, dijelaskan bahwa “Kuchu” adalah sebuah kata dari bahasa Swahili yang digunakan untuk orang-orang dengan orientasi seksual tertentu. David Kato, yang lahir pada tahun 1964 di Nakawala, Mukono, Uganda, meninggal dunia pada usia 46 tahun akibat serangan homofobik. Terlepas dari kontroversinya karena terkait dengan LGBT, cerita ini memberikan makna terkait perjuangan kelompok minoritas di suatu wilayah.

Pengantar Cerita dan Latar Belakang

Film ini dimulai dengan memperkenalkan David Kato dan Sexual Minorities Uganda (SMUG), sebuah organisasi yang berjuang melawan diskriminasi dan kekerasan. Kato, setelah mengetahui tentang kehidupan komunitas minoritas seksual saat tinggal di Afrika Selatan, memutuskan untuk kembali ke Uganda dan memperjuangkan hak-hak mereka di tanah kelahirannya. Ia memiliki tugas berat untuk melacak semua kasus homofobia di Uganda, mencatat dan melaporkannya.

Perjuangan Melawan RUU Anti-Homoseksualitas

Salah satu fokus utama film ini adalah perjuangan David Kato dan SMUG melawan RUU Anti-Homoseksualitas yang diusulkan pada tahun 2009, yang dikenal dengan sebutan “Kill the Gays bill.” RUU ini mengusulkan hukuman penjara seumur hidup dan hukuman mati bagi pelanggaran berulang. Film ini mengisahkan bagaimana Kato dan rekan-rekannya bekerja keras untuk menentang RUU tersebut, meskipun menghadapi banyak ancaman dan bahaya.

Potret Diskriminasi dan Kekerasan

“Call Me Kuchu” memberikan gambaran mendalam tentang diskriminasi dan kekerasan yang dihadapi oleh komunitas minoritas seksual di Uganda. Gilles Muhame, redaktur pelaksana tabloid mingguan Uganda Rolling Stone, adalah salah satu tokoh yang menonjol dalam menyebarkan kebencian. Muhame memutuskan untuk menerbitkan foto-foto dan informasi pribadi komunitas ini dengan kutipan dari seorang pendeta: “Gantung mereka!” Ia dengan bangga menyatakan bahwa hak privasi harus diabaikan demi kepentingan publik.

Film ini juga menampilkan kisah Naome Ruzindana, seorang aktivis perempuan dengan dua anak yang mendirikan Koalisi Lesbian Afrika pada tahun 2004. Naome menghadapi homofobia yang intens setelah fotonya diterbitkan di surat kabar. Selain itu, Stosh, seorang teman dan sesama aktivis, menceritakan pengalaman traumatisnya diperkosa oleh seorang pria yang ingin “meluruskan” orientasinya. Akibat kejadian tersebut, Stosh tertular AIDS dan keluarganya tidak percaya bahwa hal itu terjadi tanpa persetujuannya.

Dukungan dan Penolakan dari Berbagai Pihak

Film ini memperkenalkan Uskup Christopher Senyonjo, yang mendukung hak-hak komunitas ini dan berusaha menciptakan pusat yang aman bagi mereka. Senyonjo menjelaskan bahwa dalam surat Rasul Paulus kepada Galatia, tidak ada diskriminasi terhadap komunitas ini. Namun, dukungan seperti ini jarang terjadi. Banyak tokoh agama dan politik di Uganda, seperti Pendeta Martin Ssempa dan politisi David Bahati, aktif mengkampanyekan kebencian dan penolakan terhadap komunitas ini.

Kematian David Kato dan Dampaknya

Kematian David Kato dalam serangan homofobik yang brutal menjadi puncak dari cerita dalam film ini. Pembunuhan Kato mengguncang komunitas lokal dan internasional, memicu protes dan aksi solidaritas dari berbagai penjuru dunia. Teman-teman dan pendukung Kato mengadakan pemakaman dan pesta peringatan untuk menghormati kehidupannya. Di New York City, para aktivis juga menggelar acara untuk mengenang Kato dan mengutuk tokoh-tokoh seperti pendeta Lou Engle dan Scott Lively yang dianggap mempromosikan homofobia di Uganda.

Dampak dan Penghargaan

“Call Me Kuchu” tidak hanya memenangkan berbagai penghargaan internasional, tetapi juga menjadi alat edukasi yang kuat tentang perjuangan hak asasi manusia di Uganda. Film ini menunjukkan bagaimana komunitas minoritas di Uganda berjuang untuk hak-hak mereka meskipun menghadapi rintangan yang luar biasa. Dengan cerita yang menarik, alur yang mudah diikuti, visual yang efektif, wawancara yang mendalam, dan pesan yang kuat, film ini memberikan wawasan yang mendalam tentang budaya, politik, dan perjuangan hak asasi manusia di Uganda.

Dengan sederet kelebihan tersebut, “Call Me Kuchu” menjadi salah satu film yang penting ditonton bagi siapa saja yang ingin memahami perjuangan komunitas minoritas di Uganda dalam memperjuangkan hak-hak mereka meskipun menghadapi banyak rintangan. Film ini menggambarkan bahwa meskipun tantangan besar dihadapi, keberanian dan solidaritas dapat memberikan harapan dan perubahan yang berarti.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *