Oleh: Zahrotus Sa’idah
Praktek Konsumsi Selebritis dalam Komunitas Penggemar di Era Media baru (2017) [1], The Use Of Social Media in Intercultural Friendship Development (2017) [2], Menertawakan Fobia Komunis di Era Reproduksi Digital (2017) [3], merupakan artikel-artikel yang mengkaji terkait bagaimana media memiliki peran penting dalam mempengaruhi kehidupan manusia. Memang, di era serba digital ini, teknologi acapkali menjadi sebuah ancaman di tengah kehidupan sosial masyarakat. Sebab, teknologi tidak hanya menawarkan kemudahan, kecepatan, dan keefektifan dalam menyelesaikan pekerjaan saja, namun seiring dengan beragamnya fitur yang ditawarkan, teknologi menjadi medium yang sangat menghibur terutama bagi masyarakat yang mengalami kejenuhan di dunia nyata. Kejenuhan yang dihadapi oleh masyarakat ini secara kontinu menarik masyarakat untuk menjadi bagian dari cybercommunity (masyarakat maya) yakni dengan cara melibatkan masyarakat nyata untuk ikut serta dalam pola kehidupan di dunia maya (cyber).
Perlu diketahui bahwa adanya cybercommunity ini merupakan efek dari beragamnya teknologi yang mudah sekali untuk didapatkan. Jadi, teknologi bukan lagi barang eksklusif yang hanya dapat digunakan oleh orang-orang tertentu, sebab semua kalangan dari berbagai usia dapat memiliki atau memanfaatkan teknologi yang semakin canggih dan murah ini, sebut saja teknologi berupa laptop, tablet, komputer hingga smartphone. Alasannya, teknologi, terutama smartphone memberikan penawaran berupa fitur penunjang kebutuhan masyarakat urban yang saat ini sangat membutuhkan kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan mereka. Oleh karena itu, bukan hal yang aneh lagi jika smartphone menjadi salah satu kebutuhan terpenting bagi masyarakat millenal untuk mendapatkan kesenangan atau hiburan. Misalnya saja dengan game, aplikasi filter camera, media sosial meliputi Facebook, Twitter, SnapChat dan Instagram.
Ari Wicaksono dan Irwansyah dalam penelitiannya mengenai Fenomena Deindividuasi Akun Anonim di Media Sosial Instagram (2017) [4] ini adalah salah satu contoh cerminan dari ketertarikan masyarakat terhadap media sosial Instagram. Ketertarikan tersebut dilandasi karena adanya kebebasan dalam penggunaannya, baik dilakukan oleh pemilik akun gosip maupun oleh pengonsumsi gosip. Kebebasan inilah yang menjadi nilai lebih serta alasan mengapa media daring menjadi lebih popular dibandingkan dengan media lain. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa kenikmatan serta kenyamanan di media daring justru menciptakan pola kejahatan baru yang justru lebih sulit untuk dideteksi karena banyaknya akun anonim.
Dalam penelitian tersebut jelas digambarkan bagaimana akun gosip di media daring sangat popular di tengah kehidupan masyarakat dikarenakan status anonimnya. Selain itu, faktor lainnya adalah karena kecepatan update berita jika dibandingkan dengan berita gosip di televisi. Tidak hanya itu saja, kemudahan mengakses media daring, baik terkait ruang dan waktu ini juga menjadi pertimbangan bagi masyarakat yang memilih akun gosip di instagram jika dibandingkan dengan di televisi. Akan tetapi, meski dinilai menguntungkan bagi ‘produsen’ berita maupun ‘konsumen’ berita media daring, namun perlu kita sadari bahwa keuntungan tersebut membuat akun gosip di Instagram mulai menjamur. Resikonya, demi menyajikan berita terupdate, banyak akun gosip yang menciptakan berita hoax demi kepentingan materil.
Sisi negatif tersebut tidak hanya berhenti di sini saja, dengan banyaknya jumlah followers dan banyaknya pengikut setia juga berdampak pada kemudahan oknum nakal untuk melakukan penipuan, sebut saja penipuan yang mengatasnamakan donasi kemanusiaan, penipuan jual beli online, penipuan atas nama keagamaan, dan lain-lain. Oleh karena itu sangat penting menerapkan Formula Lasswell dalam penggunaan media sosial saat ini. Lasswell sendiri adalah seorang ilmuwan politik Amerika Serikat yang dikenal dengan teori dan penelitian komunikasi massa atau yang dikenal dengan Teori Formula Lasswell. Pada dasarnya teori ini menekankan kepada masyarakat pengguna media untuk bersikap kritis dan peduli terhadap pesan apa saja yang ingin disampaikan oleh media.
Sikap kritis tersebut dirangkum dalam lima pertanyaan dasar, yakni; Siapa (Who), Berkata apa (Says What), Melalui saluran Apa (in Which Channel), Kepada Siapa (to Whom), dan dengan efek apa (With What Effect) [5].
Kelima pertanyaan dasar tersebut merupakan upaya mengenal lebih jauh efek apa yang diinginkan oleh media tersebut terhadap audiens. Hal ini tentunya mengajarkan kepada kita bahwa menjadi masyarakat maya yang aktif dan kritis itu sangatlah penting demi menghindari terpaan pesan negatif yang disampaikan melalui media daring. Marshall McLuhan (1962) pernah meramalkan di dalam bukunya Gutenberg Galaxy mengenai efek dari perkembangan teknologi secara global.
Dalam ramalan tersebut, McLuhan menyadari bahwa suatu saat teknologi akan merubah kehidupan sosial masyarakat, baik tentang cara berpikir, berperilaku, bergerak bahkan dalam menyampaikan sebuah pesan [6].
Intinya, akan datang suatu masa di mana teknologi memiliki kekuatan yang lebih besar untuk merubah pola kehidupan sosial manusia. Jadi, di dalam kehidupan manusia tersebut akan di hadapkan dengan dua sisi yang disebabkan oleh teknologi, yakni sisi sebagai perusak interaksi kemanusiaan seseorang (dehumanis) dan sisi sebagai penguat rasa kemanusiaan (humanisasi) [7].
Kesimpulannya, sebagai masyarakat yang hidup di tengah perkembangan teknologi ini sangat tidak memungkinkan menolak keberadaan media sosial di dalam kehidupan kita, namun hal ini bukan menjadi alasan untuk tidak bersikap kritis terhadap media sosial. Jadi, pentingnya mengenalkan atau mengetahui siapa pemilik akun tersebut, pesan apa yang ingin disampaikan oleh akun tersebut, dan melalui media apa akun tersebut menyebarkan pesannya, dan kepada siapa target pesan itu disampaikan, serta dengan harapan efek seperti apa yang ingin mereka ciptakan, perlu ditekankan kembali dengan harapan upaya ini dapat menimalisir kejahatan di dunia maya, baik terkait penipuan, hoax, bahkan upaya memecah persatuan bangsa. Selain itu, dengan menerapkan sikap kritis tersebut juga menjadi bentuk upaya dari gerakan Melek Media yang selama ini dikenalkan oleh Stanley J. Baran [8], yang mana gerakan ini merupakan gerakan peduli terhadap pesan yang disampaikan oleh media dengan harapan upaya tersebut menjadi bagian dari cara mencerdaskan bangsa tanpa mendeskriditkan peran media sosial. Jadi, meminimalisir efek negatif jauh lebih baik jika dibandingkan dengan menjauhkan atau menolak media sosial di tengah perkembangan teknologi.
Referensi
[1] Sadasri, Lidwina Mutia (2017). Praktek Konsumsi Selebritis dalam Komunitas Penggemar di Era Media baru, Yogyakarta: Profetik Jurnal Komunikasi, Vol.10/No.01/April 2017.
[2] Mas’udah, Durrotul, (2017). The Use Of Social Media in Intercultural Friendship Development. Yogyakarta: Profetik Jurnal Komunikasi, Vol.10/No.01/April 2017.
[3] Lukmantoro, Triyono (2017). Menertawakan Fobia Komunis di Era Reproduksi Digital. Yogyakarta: Profetik Jurnal Komunikasi, Vol.10/No.01/April 2017.
[4] Wicaksono Ari, Irwansyah (2017) Fenoemna Deinsividuasi dalam Akum Anonim Berita Gosip Selebritis di Media Sosial Instagram, Yogyakarta: Profetik Jurnal Komunikasi, Vol.10/No.02/Oktober 2017.
[5] Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta. 161-162
[6] Baran, Stanley J. (2012). Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya (terj. Rouli Manalu). Jakarta: Erlangga.30
[7] Nurudin, 2009. Jurnalisme Masa Kini, Jakarta: Rajawali Press. 256
[8] Baran, Stanley J. (2012). Pengantar Komunikasi Massa Melek Media dan Budaya (terj. Rouli Manalu). Jakarta: Erlangga.30
Warung Sains Teknologi (Warstek) adalah media SAINS POPULER yang dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia baik kalangan akademisi, masyarakat sipil, atau industri.