Oleh:Â Ratna Dewi Mustikawati
Kebutuhan bahan bakar minyak selalu meningkat seiring dengan perkembagan mesin dan transportasi, sedangkan cadangan minyak bumi sekarang mulai menipis dan diperkirakan akan habis dalam 15 tahun yang akan datang[1]. Oleh karena itu dibutuhkan energi alternatif pengganti minyak bumi, salah satu sumber energi alternatif terbarukan yang dapat dipakai adalah bioetanol. Bioetanol selain bersifat energi terbarukan juga lebih ramah lingkungan karena terbuat dari bahan alami sehingga dapat terdegradasi dengan baik oleh alam.
Gambar 1. Data produksi dan Konsumsi Minyak Bumi di Indonesia[2]
Limbah industri gula atau molasses dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan bietanol,karena kandungan sukrosa dalam molasses cukup tinggi[3], berkisar 34-54%, dengan kandungan sukrosa yang tinggi maka dapat digunakan sebagai bahan pembuatan etanol[4]. Pada pembuatan bioetanol menggunakan proses fermentasi yang memanfaatkan bakteri S. cerevisiae, bakteri ini mampu mengkonversi hampir 50% gula untuk menggubahnya menjadi bioethanol sekitar 50 jam fermementasi. Namun produktivitas bioethanol masih rendah karena prosesnya terlalu lambat. Untuk itu perlu adanya peningkatan produktivitas bioetanol sehingga didapat hasil bioetanol semakin banyak.
Untuk meningkatkan produktivitas bioetanol pada proses fermentsi maka digunakan metode kultur amobil, yaitu metode untuk menjebak sel yang bergerak. Beberapa matriks yang telah digunakan untuk proses imobilisasi adalah Ca-alginat[3], mete[5], kombinasi spons-alginat[6], batang sorgum[7], dan ampas tebu[8]. Dari beberapa matriks tersebut amobil yang menggunakan matrik Ca-alginat menunjukkan kinerja yang lebih baik, didapat konsentrasi bioetanol 10% dalam 38 jam. Namun matriks ini hanya berkerja dalam waktu yang singkat dan harganya sangat mahal.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Suci at all, mereka mengembangkan metode imobilisasi S. cerevisiae untuk menghasilkan bioetanol menggunakan molasses substrat dengan penambahan inoculum. Inoculum digunakan untuk menjebak S.cerevisiae dalam flok yang dihasilkan dari penambahan bioflokulan ke dalam media fermentasi, sehingga bakteri yang terjebak dalam flok dapat menghasilkan etanol lebih banyak[9].
Tahap awal yang dilakukan adalah proses pembuatan inoculum untuk menumbuhan bakteri S. cerevisiae pada media yang kaya akan nutrisi. Selanjutnya dilakukan tahap flokulasi dengan bioflokulan yang terbuat dari polyacrylamide yang telah di cangkok dengan pati. Untuk proses produksi bioetanol dilakukan selama 72 jam pada 150rpm dan 300C, dan sampel diambil secara berkala kemudian diuji dengan menggunkan metodee densitometer[9].
Dengan menggunakan variasi bioflokulan 1%, 2%, dan 2.5% dengan menambahankan 10% inoculum didapakan konsentrasi bioetanol :
Table 1. Konsentrasi bioetanol selama 72 jam waktu fermentasi[9]
Semakin tinggi fraksi bioflokulan yang digunakan makan konsentrasi bioetanol yang didapat juga semakin tinggi. Konsentrasi tertinggi didapat 9,25% dicapai dengan fraksi bioflokulan 2,5% dalam waktu 68 jam fermentasi[9]. Hasil ini juga menunjukkan peningkatan produksi bioetanol menggunakan ragi flokulasi dibandingkan dengan yang suspended culture. Konsentrasi bioetanol  3,64% pada 48 jam waktu fermentasi dicapai dengan metode suspended culture, sementara ragi amobil terjebak dalam flok yang dihasilkan bioetanol lebih tinggi dari yang suspended culture, yaitu 6,76%, 7,46%, dan 7,97% untuk fraksi bioflokulan dari 1%, 2 %, dan 2,5%[9]. Dengan menggunakan konsentrasi bioetanol maka kita dapat menghitung produktivitas bioetanol.
Gambar 2. Peoduktivitas dan fermenasi mengguna metode bioflokulan dan suspended culture[9]
Produktivitas adalah kemampuan ragi memproduksi gram bioetanol per liter per jam. Dari data dapat kita lihat bahwa produktivitas bietanol yang dihasil oleh proses flokulasi lebih tinggi dari pada yang menggunakan suspended culture[9]. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa imobilisasi menggunakan metode flokulasi bisa dimanfaatkan dalam produksi bioetanol dan memberikan proses yang lebih baik.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan bioflokulan berpengaruh dalam produksi bioetanol, ditunjukkan pada stabilitas dan kapasitas sel yang terjebak pada metode imobilisasi. Stabilitas flok dipengaruhi oleh jumlah bioflokulan yang digunakan dalam proses flokulasi[9]. Semakin tinggi konsentrasi bioflokulan mengakibatkan semakin tingginya kekuatan flok yang membuat S. cerevisiae terjebak kehilangan ruang gerak dan sel yang terjebak terus memproduksi bioetanol sehingga didapat produksi bioetanol yang semakin tinggi.
Dapat disimpulakan bahwa pembuatan bioetanol menggunakan metode imobilisasi S.cerevisiae dapat digunakan dan didapatkan hasil konversi yang tinggi yaitu 9,25% b/b dan dicapai pada fraksi biflokulan 2,5% pada 68jam waktu fermentasi, sedangkan produktivitas tertinggi dicapai pada fraksi serupa di 24jam waktu fermentasi[9].
Referensi
[1] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2013. Dalam 15-20 Tahun ke Dpan, Minyak Bumi Indonsia Habis. Diakses dari : https://lipi.go.id/berita/single/Dalam-15-20-Tahun-ke-Depan-Minyak-Bumi-Indonesia-Habis/8047 pada tanggal 21 Mei 2018.
[2] Kompasiana. Mendongkrak Gairah Industri Hulu Migas di Indonesia. Diakses dari :Â https://www.kompasiana.com/ujangkosim/mendongkrak-gairah-industri-hulu-migas-di-indonesia_57dd4f7a0e9373686e8ef29e pada tanggal 22 Mei 2018.
[3] M. Rakin, L. Mojovic, S. Nikolic, M. Vukasinovic, dan V. Nedovic ,, Afr. J. Biotechnol., 8 (3), 464-471 (2009)
[4] F. Hartina, A. Jannah, A. Maunatin, Alchemy, 3 (1), 93-100 (2014)
[5] AM Pacheco, DR Gondim, dan LRB Gonçalves, Appl. Biochem. Biotech., 161, 209-217 (2010).
[6] P. Bangrak, S. Limtong, M. Phisalaphong, Braz J Microbiologi, 42 (2), 676-84 (2011)
[7] P. Ariyajaroenwong, P. Laopaiboon, P. Jaisil, L. Laopaiboon, Energi, 5 (4), 1215-1228 (2012)
[8] A. Singh, P. Sharma, AK Saran, N. Singh, dan NR Bishnoi, Renew. Energi, 50, 488-493 (2013).
[9] Suci, Windhu Griyasti dkk. 2017. “ Studi Awal Terhadp Kinerja Saccharomyces cerevisiae n0 DY 7221 Imobilisasi Menggunakan Grafted Biofloculant di Produksi Bioetanol’. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.