Sadarkah Sahabat Warstek bahwa pada saat duduk di Sekolah Dasar (SD) maupun menengah, kita tidak mengenal adanya beban belajar mandiri di luar kelas? Misalnya siswa yang duduk di kelas 12 akan mendapat beban belajar di sekolah sebanyak 24 jam per minggu untuk mata pelajaran wajib dan 20 jam per minggu untuk kelompok mata pelajaran peminatan. Hal ini sesuai dengan panduan struktur (JJM) Jumlah Jam Mengajar Kurikulum 2013[1]. Namun, tidak ada peraturan khusus yang memuat beban belajar siswa secara mandiri di luar kelas.
Berbeda dengan siswa di perguruan tinggi atau yang biasa dikenal dengan sebutan mahasiswa. Mahasiswa dikenalkan dengan SKS (Satuan Kredit Semester). Harga 1 SKS untuk kegiatan kuliah setara dengan beban studi tiap minggu selama satu semester, terdiri dari: 1 jam kegiatan terjadwal (termasuk 5-10 menit istirahat), 1-2 jam tugas terstruktur yang direncanakan oleh tenaga pengasuh mata kuliah bersangkutan, misalnya menyelesaikan pekerjaan rumah, tugas membuat laporan, menerjemahkan suatu artikel, dan sebagainya, 1-2 jam tugas mandiri, misalnya membaca buku rujukan, memperdalam materi, menyiapkan tugas, dan sebagainya[2]. Pembagian harga 1 SKS tersebut cukup menggambarkan bahwa mahasiswa memiliki lebih banyak beban belajar di luar kelas daripada di dalam kelas, dengan di dalam kelas 1 jam dan di luar kelas 3-4 jam.
Perbedaan pembagian beban belajar berlaku karena mahasiswa dianggap sudah mampu mengatur waktunya secara mandiri. Faktanya, bagi sebagian mahasiswa hal yang sulit adalah menyeimbangkan antara produktivitas dengan waktu yang dimilikinya. Saat Warstek melalui akun instagram mengunggah grafik hubungan antara produktifitas mahasiswa terhadap waktu, banyak juga yang setuju. Hal ini disebabkan karena banyaknya beban belajar di luar kelas berbanding lurus dengan potensi gangguan pemicu konflik antara fokus belajar atau fokus pada gangguan.
Gangguan yang dimaksud adalah hal-hal yang berpotensi memunculkan konflik perhatian pada mahasiswa. Meningkatnya frekuensi penggunaan ponsel, teknologi komunikasi lainnya dan perangkat audio portabel di kalangan mahasiswa, telah menciptakan potensi konflik perhatian yang signifikan saat mahasiswa menyelesaikan tugas belajarnya di luar kelas [3]. Sumber utama konflik berasal dari keinginan untuk terlibat dalam kegiatan non kuliah, kurangnya motivasi internal dalam kegiatan pekerjaan rumah dan keinginan untuk melakukan sesuatu selain belajar [4]. Kombinasi sumber utama konflik perhatian tersebut cenderung memperburuk daya tarik penggunaan perangkat teknologi di lingkungan studi. Perangkat teknologi tersebut dijadikan jalan keluar untuk mengatasi kebosanan saat belajar di luar kelas maupun saat megerjakan pekerjaan rumah.
Secara khusus, kemunculan teknologi berpengaruh pada jumlah waktu dimana mahasiswa dan orang pada umumnya terlibat dalam melakukan lebih dari satu tugas sekaligus. Isu ini juga sangat menonjol bagi generasi mahasiswa sekarang, yang telah dijuluki sebagai “Multitasking Generation“[5] karena di mana-mana mereka atau bahkan kita selalu menggabungkan teknologi ke dalam kehidupan sehari-hari.
Latar belakang di atas membawa Charles Calderwood, Phillip L. Ackerman dan Erin Marie Conklin pada kesimpulan bahwa gangguan dan multitasking media di kalangan mahasiswa adalah isu penting untuk dipelajari, karena saat belajar di luar kelas mahasiswa hanya sedikit menerima pengawasan atau bahkan tidak sama sekali, baik dari orang tua maupun dosen. Charles, dkk [6] melakukan investigasi secara real time terhadap 58 mahasiswa Georgia Institute of Technology. Tujuan pertama dari penelitian ini adalah untuk mengukur secara objektif frekuensi dan durasi perilaku multitasking mahasiswa pada saat menyelesaikan tugas di luar kelas. Tujuan kedua untuk mengetahui apakah ada efek reaktivitas peserta yang terkait dengan penggunaan peralatan dalam penelitian ini. Tujuan ketiga adalah untuk mengetahui apakah perilaku multitasking berkaitan dengan mood dan motivasi mahasiswa dalam menyelesaikan tugasnya.
Penelitian dilakukan dengan mula-mula merekrut 60 mahasiswa psikologi yang sedang menempuh salah satu dari mata kuliah sains, matematika dan satu mata kuliah pilihan. Namun karena kegagalan perangkat yang digunakan pada dua orang mahasiswa, maka sampel penelitia ini menjadi 58 mahasiswa. Tiap mahasiswa diharuskan membawa pekerjaan rumah dari tiga mata kuliah berbeda yang bisa diselesaikan dalam waktu 3 jam. Mereka dianjurkan membawa laptop, audio player, dan handphone yang boleh mereka gunakan selama mengerjakan tugas. Tugas yang dibawa harus dikerjakan di laboratorium yang telah dilengkapi dengan beragam perangkat pengamatan. Masing-masing mahasiswa menempati satu meja belajar dengan fasilitas printer, speaker MP3, komputer, kamera, dan sambungan internet.
Perangkat pengamatan utama yang digunakan diantaranya kamera POV (Point of View) (Gambar 3a) dan mobile eyetracker (Gambar 3b) yang digunakan oleh setiap mahasiswa. Kamera POV digunakan untuk merekam layar computer yang digunakan dan mobile eyetracking digunakan untuk merekam dan mengirimkan hasil intepretasi gerakan mata mahasiswa selama belajar dalam bentuk tingkat ketegangan mata.
Proses pegamatan dilakukan dalam waktu 180 menit dengan membagi hasil pengamatan menjadi tiga bagian yaitu persentil ke 25, 50 dan 75. Hasil pengamatan berupa frekuensi dan durasi aktivitas multitasking dapat dilihat pada gambar 4.
Selama proses pengamatan, rata-rata mahasiswa mengalami 35 gangguan selama 3 jam belajar mandiri dan terlibat dengan prilaku multitasking selama 26 menit (sekitar 14% dari sesi belajar) di luar mendengarkan musik. Khusus aktivitas mendengarkan musik, ternyata banyak mahasiswa (59%) mendengarkan musik untuk sebagian atau keseluruhan dari sesi tersebut, dengan jumlah rata-rata waktu terlibat dengan sumber gangguan selama 73 menit (lebih dari 40% sesi penelitian).
Data hasil penelitian pada Gambar 4. Menunjukan suatu hal yang menarik, yakni ada perbedaan signifikan dalam pendekatan mahasiswa untuk memasukkan multitasking media ke dalam kebiasaan belajar mereka. Misalnya, mahasiswa pada persentil ke 25 dari durasi gangguan hanya rata-rata 9 menit yang terlibat gangguan dan sama sekali tidak mendengarkan musik. Sebaliknya, siswa pada persentil ke-75 rata-rata 36 menit terlibat dengan gangguan, dan mendengarkan musik rata-rata 140 menit saat belajar. Perbedaan ini mewakili divergensi yang jelas dalam pola belajar, dan kemungkinan memiliki dampak signifikan pada kinerja pekerjaan rumah dan nilai mahasiswa. Hal ini juga membuktikan bahwa mahasiswa mungkin tidak secara akurat memperkirakan frekuensi penggunaan teknologi dalam perilaku multitasking media.
Selanjutnya hubungan antara perilaku multitasking, kelelahan subjektif dan motivasi mengerjakan pekerjaan rumah dapat dilihat pada Gambar 5. Data hasil penelitian pada Gambar 5. menunjukkan bahwa kelelahan subjektif ditemukan meningkat selama 3 jam belajar mandiri, sementara pengaruh positif dan motivasi mengerjakan pekerjaan rumah menurun sepanjang sesi pengamatan. Motivasi mengerjakan pekerjaan rumah yang tinggi dan self-efficacy (efikasi diri) untuk berkonsentrasi pada pekerjaan rumah dikaitkan dengan pendeknya durasi perilaku multitasking, sementara pengaruh negatif yang lebih tinggi dikaitkan dengan durasi multitasking yang lebih besar selama sesi belajar.
Penelitian semacam ini memberikan kontribusi besar untuk menjawab pertanyaan mengapa mahasiswa terlibat dalam perilaku multitasking selama belajar, dan dapat menjadi langkah awal menuju pengembangan intervensi yang ditargetkan untuk mengurangi perilaku multitasking melalui peningkatan mood, motivasi, dan self efficacy mahasiswa.
Multitasking pada hal ini ditekankan pada aktivitas yang berkaitan dengan penggunaan lebih dari satu media teknologi dalam satu waktu saat sedang belajar mandiri atau mengerjakan PR. Aktivitas tersebut diantaranya, membaca dan mengirim pesan, membuka browser yang tidak berhubungan dengan tugas, menonton video, berkirim email, dsb. Mood dan motivasi ditingkatkan dengan harapan mahasiswa tidak menjadikan prilaku multitasking media sebagai pelarian dari kebosanan. Self efficacy (efikasi diri) yang merupakan tingkat kepercayaan diri mahasiswa akan kemampuannya juga ditingkatkan dengan tujuan meningkatkan konsentrasi mahasiswa dalam belajar.
Bagaimana Sahabat Warstek? Apakah Anda juga mengalami gangguan dalam belajar berupa prilaku multitasking seperti pada penelitian tersebut? Salah satu cara menghindari gangguan berupa prilaku multitasking dapat diawali dengan mengetahui dampak-dampak negatif dalam penggunaan media multitasking secara berlebihan.
Selain itu hal yang harus diperhatikan adalah prilaku multitaskers yang tinggi berakibat pada ketidakmampuan dalam menyaring informasi yang tidak relevan dari yang relevan. Multitaskers yang tinggi juga dapat mengurangi kemampuan untuk mengorganisir mental dan mengalami kesulitan ekstra untuk fokus di antara tugas-tugas. Hal ini telah dibuktikan dengan eksperimen terkenal yang dimuat di laman Psychology Today terkait multitasker, bahwa pemain basket yang fokus menembak bola basket, gagal memperhatikan seorang pria berkostum gorila berjalan melewati dirnya. Sedangkan pemain bola basket yang ternyata merupakan multitaskers yang yang tinggi berhasil melihat pria berkostum gorila berjalan melewati dirinya tapi kehilangan fokus untuk menembakkan bolanya.
Walaupun begitu, bukan berarti Kita tidak dianjurkan untuk memiliki aktivitas lain selain kuliah saat menyandang gelar mahasiswa. Selagi bermanfaat untuk diri sendiri bahkan orang lain, lakukan saja. Fokus itu bukan satu ya Sahabat Warstek, tapi satu-satu.
Referensi:
[1] Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Satuan_kredit_semester diakses pada 26 Januari 2018
[3] Jacobsen, W. C., & Forste, R. (2011). The Wired Generation: Academic and Social Outcomes of Electronic Media Use Among University Students. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking. Vol. 14(5), 275–280.
[4] Leone, C. M., & Richards, M. H. (1989). Classwork and homework in early adolescence: the ecology of achievement. Journal of Youth and Adolescence. Vol. 18(6), 531–548.
[5] Wallis, C. (2006). genM: the multitasking generation. Time, 167(13). http://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,1174696,00.html. Diakses pada 26 Januari 2018
[6]Calderwood, C., Ackerman, P. L., & Conklin, E. M. (2014). What else do college students “do” while studying? An investigation of multitasking. Computers & Education. Vol. 75, 19-29.
Septian Ulan Dini, Amateur Physics Teacher skilled in science, writing and research.