Berolah Raga di Dunia Virtual

Oleh: Eko Suripto Pasinggi’ Virtual Reality (VR), sebuah teknologi yang tidak asing lagi bagian sebagian besar pengguna perangkat smartphone. Tak sedikit […]

Oleh: Eko Suripto Pasinggi’

Virtual Reality (VR), sebuah teknologi yang tidak asing lagi bagian sebagian besar pengguna perangkat smartphone. Tak sedikit permainan (game) dan simulasi yang sudah dibuat dalam bentuk VR. Anda sudah mencobanya? Jika BELUM, tak apa! Saya juga.

Bagi yang belum tahu apa itu VR, berikut penjelasannya. Teknologi Virtual Reality atau Realitas Maya merupakan teknologi yang mempu membuat penggunanya seakan-akan berada dalam sebuah lingkungan lain dan dapat berinteraksi dengan lingkungan tersebut. Lingkungan tersebut dapat berupa tiruan dari lingkungan nyata atau sebuah lingkungan hasil imajinasi yang disimulasikan computer. Pengembangan teknologi ini pada umumnya berfokus pada aspek visual yang pada umumnya ditampilkan pada sebuah layar. Dan untuk memperkaya pengalaman pengguna, juga dapat disertakan aspek-aspek lain seperti suara dan gerakan (motion).

VR bekerja dengan cara memanipulasi otak dengan cara seolah-olah menghapus dunia nyata disekeliling manusia dan menggantinya dengan dunia virtual. Pengguna digiring  untuk meminimalkan interaksi dengan dunia nyata dan memaksimalkan interaksi dengan dunia virtual. Untuk menggunakan teknologi ini dibutuhkan berbagai perangkat, mulai dari yang sederhana hingga yang rumit.

Tahun 2014, Google meluncurkan sebuah headset VR yang dapat dikombinasikan dengan perangkat smartphone. Sesuai namanya, Google Cardboard (Gambar 1), perangkat ini berbahan baku utama kertas karton. Dengan perangkat ini, diharapkan banyak yang dapat memiliki pengalaman merasakan teknologi VR dengan cara sederhana dan terjangkau.

Gambar 1 Google Cardboard (sumber: Wikipedia.com)

Berbica tentang game, banyak orang tua yang mengeluh tentang efek game pada anaknya. Salah satunya terkait kebiasaan anak untuk selalu mengurung diri di dalam rumah untuk bermain game. Banyak hal yang dapat diakibatkan kebiasaan seperti itu, misalnya terkait kurangnya gerakan fisik. Gerakan fisik yang dilakukan saat bermain game pada umumnya didominasi oleh gerakan tangan (khususnya jari). Dalam jangka waktu yang lama, tentu saja hal ini dapat terakumulasi menjadi sebuah gangguan kesehatan.

Mendapat tekanan dari orang tua, tak membuat gamers menyurutkan tekatnya untuk tetap bermain game. Banyak meme yang telah dibuat terkait hal ini. Ada gamer yang memberikan reaksi (yang boleh dikatakan kreatif) terhadap tekanan dari ibunya untuk pergi bermain ke luar rumah. Misalnya dengan meme pada Gambar 2.

Gambar 2 Meme: Go Play Outside (sumber: me.me)

Beberapa pengembang game menyadari dan ingin mengatasi hal tersebut. Salah satunya dengan cara menggunakan teknologi VR untuk bermain game. Dengan teknologi VR, pengembang dapat membuat game yang mengharuskan adanya gerakan-gerakan fisik oleh pemainya yang lebih banyak dari model game yang telah ada sebelumnya. Gerakan tersebut bisa gerakan sederhana (gerakan kepala atau tangan) atau bahkan gerakan yang kompleks (berguling, melompat, dll).

Dalam pengembangan game berbasis VR, perlu untuk mempertimbangkan dinamika gerakan yang harus dilakukan oleh pemain. Jika terlalu statis, mungkin akan membuat game kurang menyenangkan. Tetapi jika terlalu dinamis, pemain dapat dengan cepat merasakan kelelahan dan memutuskan untuk berhenti bermain.

Sebuah penelitian dari tim University of Massachusetts Boston mengembangkan sebuah pendekatan untuk dapat memberikan pengalaman yang pas bagi pemain game. Para pengembang harus membagi game levelnya dalam beberapa segmen aktivitas, misalnya melompat, berjalan, diam, dan bergerak ke kiri atau ke kanan. Kemudian dapat dilakukan estimasi jumlah kalori yang dibakar, intensitas, dan ekspektasi durasi untuk tiap segmen. Selanjutnya untuk tiap level dapat ditentukan variasi jenis dan jumlah segmen aktivitas untuk mencapai tingkat kesulitan tertentu .

Pengujian dilakukan dengan mengembangkan dua game VR populer yang tersedia saat ini. Yang pertama adalah Reflex, game yang berbasis Microsoft Kinect, di mana pemain berlomba melalui trek dan berusaha menghindari rintangan dengan melompat, menghindar ke kiri atau ke kanan, atau merunduk ketika objek muncul. Yang kedua adalah Longbowman, yang dikembangkan untuk meniru permainan memanah. Dalam game ini, pemain yang mengenakan perangkat HTC Vive atau Oculus Rift memindahkan dua pengontrol untuk meniru tindakan menarik busur, membidik, dan menembakkan panah.

Gambar 3 Game  Reflex berbasis VR

Gambar 4 Game Longbowman

Pengujian dilakukan dengan melibatkan sejumlah sukarelawan untuk memainkan game yang telah dioptimalkan. Hasil pengukuran yang dilakukan menunjukkan jumlah rata-rata kalori yang dibakar oleh pemain dan intensitas latihan mengikuti nilai target yang ditetapkan para peneliti untuk setiap level. Hal ini mengkonfirmasi bahwa pendekatan yang diusulkan berhasil mengombinasikan segmen-segmen aktifitas permainan ke level yang diinginkan.

Selain untuk membantu menciptakan game yang berefek baik bagi tubuh, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong pengembang peralatan kebugaran untuk dapat mengembangkan peralatan yang dapat digunakan dengan game VR.

Referensi

[1] Xie, B., Zhang, Y., Huang, H., Ogawa, E., You, T., & Yu, L. F. (2018). Exercise Intensity-Driven Level Design. IEEE transactions on visualization and computer graphics, 24(4), 16

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top