Penyu memiliki salah satu perilaku yang menakjubkan dan penuh misteri, yang dikenal sebagai natal homing. Perilaku ini terjadi saat penyu betina dewasa akan melakukan perjalanan jauh melintasi lautan untuk kembali ke pantai tempat ia menetas bertahun-tahun sebelumnya. Di sanalah ia akan membuat sarang dan bertelur. Natal homing diyakini menjadi alasan utama penyu melakukan migrasi. Fenomena ini bukan hanya mengagumkan, tetapi juga memegang peran penting dalam membentuk struktur populasi penyu di seluruh dunia. Cara penyu mampu mengingat dan menemukan kembali pantai asalnya setelah bertahun-tahun selalu menjadi teka-teki yang memikat bagi para ilmuwan.
Mengapa penyu melakukan migrasi?
Secara garis besar, migrasi penyu terjadi di antara habitat makan dan habitat berkembang biak. Selain bertujuan untuk melakukan perilaku natal homing, migrasi pada penyu adalah adaptasi yang terbentuk dari berbagai faktor lingkungan. Ada beberapa alasan utama mengapa penyu melakukan migrasi:
- Menghindari predator
Penelitian mengenai penyu tempayan (Caretta caretta) di pesisir utara Amerika menunjukkan bahwa salah satu alasan utama penyu bermigrasi adalah untuk menghindari predator. Anakan penyu yang baru menetas, atau tukik, memiliki ukuran kecil dan perlindungan yang minim. Lingkungan pesisir laut penuh dengan predator yang berbahaya bagi tukik, sehingga mereka bergerak menuju lautan terbuka yang relatif lebih aman dari ancaman predator. - Mencari area makan
Setiap spesies penyu memiliki preferensi makanan yang berbeda. Misalnya, penyu hijau (Chelonia mydas) memakan lamun yang tumbuh di perairan dangkal dekat pantai, sementara penyu sisik (Eretmochelys imbricata) menjadikan spons laut sebagai makanan utamanya, yang banyak ditemukan di ekosistem terumbu karang. - Migrasi harian
Penyu biasanya mencari makan di perairan dangkal yang memiliki ekosistem terumbu karang, sumber makanan yang melimpah. Ketika istirahat, beberapa spesies penyu menyelam ke perairan yang lebih dalam. - Menyesuaikan kondisi perairan
Penyu merupakan hewan reptil yang bersifat ektoterm sehingga mengandalkan suhu lingkungan di sekitarnya. Penyu harus berusaha mencari suhu lingkungan yang sesuai untuk menjaga kestabilan suhu tubuhnya. Pengecualian untuk penyu belimbing (Dermochelys coriacea), ia memiliki pengaturan suhu tubuh dengan sistem pertukaran suhu arus berlawanan (counter-current heat exchange). Hal ini membuat penyu belimbing mampu bermigrasi ke perairan dingin untuk mencari makan tanpa merasa “kedinginan”.
Bagaimana penyu bisa kembali ke pantai yang sama?
Penyu merupakan hewan migrasi jarak jauh yang memiliki kemampuan navigasi luar biasa. Salah satu kunci dari kemampuan ini adalah adanya sensor magnetik yang tertanam di tubuhnya, memungkinkan penyu mendeteksi medan magnet bumi. Sensor ini berfungsi layaknya kompas alami yang membantu mereka menemukan arah kembali ke pantai tempat mereka menetas. Penelitian menunjukkan bahwa penyu dapat membedakan variasi medan magnet di beberapa wilayah berbeda, seperti yang terjadi di pesisir tenggara Amerika Serikat. Selain sensor magnetik, terdapat pula hipotesis yang menyebutkan bahwa penyu mungkin menggunakan petunjuk kimiawi dari lingkungan sekitar untuk memandu perjalanan migrasi mereka yang panjang.
Bukti bahwa penyu melakukan migrasi
Metode penanda satelit dan genetik telah membuktikan kebenaran perilaku migrasi pada penyu. Penelitian mengenai lokasi bersarang populasi penyu tempayan terbesar di Amerika Utara telah membuktikan terjadinya perilaku natal homing dengan menggunakan data selama 19 tahun. Pembuktian ini ditunjukkan dengan hubungan tanda magnetik bumi dengan kepadatan sarang. Lokasi pantai yang memiliki tanda-tanda magnetik berdekatan memiliki kepadatan sarang yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi pantai yang memiliki tanda-tanda magnetik yang menyimpang.
Para peneliti dari Stanford telah menemukan kemungkinan jalur migrasi penyu tempayan yang menetas di pesisir Jepang dan melakukan perjalanan panjang hingga ke pesisir Baja California. Mereka menemukan bahwa jalur lintasan air hangat yang terputus-putus menjadi kunci penting yang memungkinkan penyu melintasi lautan dingin dan berbahaya, yang seharusnya menjadi penghalang besar dalam migrasi tersebut.
Dampak perubahan iklim terhadap migrasi Penyu
Perubahan iklim global merupakan ancaman nyata bagi kehidupan di bumi, termasuk bagi penyu dan perilaku migrasi mereka. Salah satu dampak terbesar adalah kenaikan permukaan laut. Diperkirakan, lebih dari 50% lokasi bersarang penyu saat ini akan menjadi tidak layak dalam beberapa dekade mendatang. Cuaca ekstrem, seperti badai, juga berpotensi menyebabkan erosi yang dapat merusak lingkungan pesisir, tempat penting bagi penyu untuk bersarang.
Kenaikan suhu global juga memengaruhi penentuan jenis kelamin penyu di dalam telur. Pada suhu di bawah 27°C, telur akan menghasilkan penyu jantan, sementara suhu di atas 31°C akan menghasilkan penyu betina. Pemanasan global dapat menyebabkan ketidakseimbangan rasio kelamin, dengan lebih banyak penyu betina, yang pada gilirannya mengancam kestabilan populasi. Selain itu, suhu yang terlalu tinggi dapat memengaruhi perkembangan embrio dan menurunkan tingkat keberhasilan penetasan telur.
Aktivitas manusia turut memberi tekanan besar terhadap kelangsungan hidup penyu, seperti melalui perikanan tangkap, pembangunan infrastruktur, dan pariwisata. Tangkapan samping (bycatch) dari kegiatan perikanan dapat mengurangi peluang reproduksi penyu. Peningkatan aktivitas manusia di wilayah pesisir juga berdampak langsung pada perubahan habitat bersarang penyu. Polusi cahaya dari permukiman dan aktivitas pariwisata terbukti mengganggu tukik yang baru menetas, menghalangi mereka mengikuti cahaya alami dari bulan untuk menemukan jalan menuju laut.
REFERENSI:
Bostrom, B. L., Jones, T. T., Hastings, M., and Jones, D. R. 2010. Behaviour and Physiology: The Thermal Strategy of Leatherback Turtles. PLos One. 5 (11). E13925.
Bowen, B. W., and Karl, S. A. 2007. Population genetics and phylogeography of sea turtles. Molecular Ecology. 16, 23, 4886-4907.
Brothers, J. R., and Lohman, K. J. 2015. Evidence for Geomagnetic Imprinting and Magnetic Navigation in the Natal Homing of Sea Turtles. Current Biology. 25, 3, 392-396.
Jordan, R. 2021. Stanford researchers and others illuminate long-standing mystery of sea turtles’ epic migrations. Dapat diakses pada: Illuminating a sea turtle mystery | Stanford Report
Lohman, K. J., and Lohman, C. M. F. 2019. There and back again: natal homing by magnetic navigation in sea turtles and salmon. Journal of Experimental Biology. 222 (Suppl_1).
Rahman, M. 2023. Sea Turtle Migration: Why Is It Necessary?. Dapat diakses pada Sea Turtle Migration: Why Is It Necessary? – The Turtle Hub.
U.S. National Service Foundation. 2012. Questions About Incredible Sea Turtle Migration Answered by Scientists. Dapat diakses pada: Questions About Incredible Sea Turtle Migration Answered by Scientists | NSF – National Science Foundation.
SUMBER GAMBAR:
Volunteer to care for our turtles (pinterest.com)
Global Loggerhead Turtle Satellite Telemetry (data citations) | SWOT Report, vol. XV (2020)
Lulusan S1 Biologi yang memiliki minat terhadap biodiversitas dan konservasi laut