Penyu adalah hewan yang berada pada rumpun Chelonioidea dengan 7 jenis spesies yang tersisa. Hewan ini memiliki cangkang untuk melindungi tubuhnya walaupun salah satu spesiesnya (penyu belimbing) tidak mempunyai cangkang yang kuat. Beda penyu dengan kura-kura adalah habitatnya. Penyu sepenuhnya hidup di air laut dan hanya penyu betina saja yang sesekali dalam 1 tahun ke daratan (pantai) untuk bertelur. Sedangkan kura-kura hidup di air tawar, meskipun dapat hidup di darat dan di air tetapi lebih banyak menghabiskan waktunya di darat ketimbang di air tawar.
Penyu sangat sensitif terhadap pemanasan global mengingat karakteristik siklus hidupnya dipengaruhi oleh temperatur dan keberadaan sumber makanan, terlebih lagi penyu mempunyai pertumbuhan rata-rata yang lambat sehingga sangat rentan terhadap ancaman dari lingkungan sekitarnya.
Memanasnya temperatur sarang penyu dan semakin menurunnya rasio jenis kelamin jantan menjadi ancaman terbesar terhadap populasi penyu. Hal ini didasari pada penelitian Hays dan timnya yang dipublikasikan di jurnal Proceeding of The Royal Society B, memanasnya sarang penyu membuat penyu menetaskan lebih banyak tukik betina daripada jantan (tukik adalah sebutan untuk anak penyu). Hays adalah peneliti ekologi kelautan dari Universitas Deakin Warrnambool, Australia. Bukan hanya itu, perubahan iklim membuat setidaknya 7 jenis spesies penyu memiliki embrio yang tumbuh tanpa memiliki gen yang asli dari spesiesnya. Hal tersebut terjadi karena tidak seimbangnya rasio jenis kelamin antara jantan dan betina memungkinkan persilangan spesies. Apabila kondisi ini terus terjadi, maka beberapa tahun kedepan penyu akan punah dan ekosistem laut dapat terganggu.
Sarang penyu yang normal memiliki termperatur ± 29°C, akan tetapi dikarenakan pemanasan global maka temperatur tersebut meningkat. Dampaknya adalah penyu menetaskan tukik yang cenderung lebih banyak berkelamin betina daripada jantan. Dari 75 titik sarang penyu di bumi dilaporkan bahwa populasi tukik yang menetas cenderung betina.
Baca juga: Pemanasan Global Berdampak Serius Terhadap Populasi Penyu di Great Barrier Reef Australia
Perbedaan rasio jenis kelamin pada penyu bukanlah efek yang paling berbahaya akibat perubahan iklim. Pantai yang dijadikan sarang penyu untuk bertelur dengan temperatur yang sangat tinggilah yang paling berbahaya, karena memanasnya pantai ini menyebabkan beberapa permasalahan yang membahayakan penyu, seperti naiknya air laut akan membuat daratan tempat bertelurnya penyu menjadi berbahaya dan temperatur yang tinggi akan membunuh telur penyu itu sendiri. Hal inilah yang menjadi ancaman paling berbahaya dan dibutuhkan penanganan yang serius jika tidak ingin penyu punah dalam beberapa tahun kedepan.
Pada temperatur yang ekstrim maka tukik memiliki kesempatan selamat yang kecil. Disarang yang mencapai temperatur 35°C, hasil simulasi matematis dari Vincent Saba (Biological oceanographer at Princeton University) memprediksi bahwa dampak dari temperatur yang ekstrim tersebut akan membuat sekelompok 100 telur hanya menyisakan 5 telur saja yang hidup. Hal ini diperparah dengan jenis kelamin penyu yang dipengaruhi temperatur, membuat telur tersebut cenderung betina seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Para peneliti yang melakukan simulasi tersebut mengatakan bahwa para tukik sekarat karena tinggal di dalam sarang yang bertemperatur sangat tinggi sehingga menjadi masalah yang serius dan membutuhkan upaya dari seluruh peneliti ekologi kelautan.
Penangkaran penyu merupakan salah satu upaya demi melestarikan hewan yang mulai langka ini. Namun pencegahan jauh lebih baik daripada mengobati, maka dari itu alangkah baiknya jika kita mengurangi efek-efek yang menyebabkan pemanasan global seperti hemat dalam menggunakan energi listrik, membiasakan berkeringat karena tidak menggunakan AC yang mengandung freon, bepergian dengan sepeda atau kendaraan umum, dan menggunakan kertas secukupnya.
Daftar pustaka
- Milius, S. (2017), Sciencenews Magazine 191 (4), 16
- Hays, G.C, dkk (2017), Proceeding of The Royal Society B 284, 20162576
- Saba, V., dkk (2012), Nature Climate Change 2, 814-820
Seorang siswa kelas X di SMAN 1 Jalancagak yang memiliki antusias dalam Sains. Aktif dalam berbagai aktivis Sains seperti Warstek & Sainsologi.