Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memiliki reputasi yang tidak terlalu baik di mata masyarakat. Khususnya terkait aspek keselamatannya. Nyatanya, reputasi tersebut terbentuk akibat persepsi yang keliru, tidak berlandaskan data ilmiah. Termasuk terkait keselamatan radiasi.
Ketika beroperasi, PLTN melepaskan sejumlah radiasi ke lingkungan, akibat lolosnya sebagian produk fisi radioaktif dari sistem utama reaktor. Radiasi ini dapat tersebar ke lingkungan melalui udara maupun air. Produk fisi bersifat volatil dapat mengontaminasi tanah dan terserap oleh tumbuhan termasuk rerumputan. Jika rerumputan ini dimakan oleh ternak, misalnya sapi atau kambing, maka daging dan susunya dapat ikut terkontaminasi juga.
Namun, walau terdengar menakutkan bagi kalangan awam, nyatanya pelepasan radiasi ini belum tentu berbahaya. Karena apakah radiasi nuklir dapat berbahaya bagi manusia atau tidak itu tergantung dari beberapa faktor, salah satunya adalah dosis radiasi.
Baca juga Benarkah Radiasi Dapat Menyebabkan Kemandulan?
Jadi, seberapa besar radiasi yang dilepaskan PLTN ke lingkungan ketika beroperasi?
Berikut tabel yang dikutip oleh Robert Hargraves dalam bukunya, Thorium Energy Cheaper Than Coal [1].
Tabel 1. Dosis radiasi tipikal dari berbagai sumberJadi, seandainya seseorang tinggal di dekat pagar pembatas PLTN selama setahun, dosis radiasi yang diterimanya hanya 0,05 mSv. Angka itu jauh lebih rendah daripada dosis radiasi latar rerata yang diterima manusia tiap tahunnya, yakni 2,4 mSv [2].
Apakah jika PLTN dibangun di Indonesia, maka dampak pelepasan radiasinya juga akan sama?
Ya, tentu saja serupa. Setidaknya, itu yang ditemukan dari riset yang dilakukan para peneliti Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Mereka melakukan simulasi penyebaran radioaktivitas ke lingkungan pada saat kondisi PLTN beroperasi. Secara khusus, penelitian ini dilakukan menggunakan data lokasi tapak yang berpotensi digunakan sebagai lokasi pembangunan PLTN.
Sri Kuntjoro dalam jurnalnya berjudul Analisis Sebaran Radionuklida Pada Kondisi Normal Untuk Reaktor AEC 1000 MW menganalisis distribusi pelepasan radioaktivitas dari PLTN jika dibangun di tapak Jepara [3]. Berdasarkan hasil penelitiannya, dua unsur radioaktif siap lepas yang paling besar aktivitasnya adalah kripton-85 dan xenon-133, masing-masing sebesar 1500 Ci dan 2700 Ci. Namun, keduanya adalah gas mulia, sehingga potensi paparannya hanya melalui paparan eksternal dan inhalasi [3]. Karena itu, pelepasan kedua gas ini tidak memberikan bahaya besar bagi manusia.
Yang menjadi perhatian adalah iodin-131. Isotop ini bersifat volatil dan bisa mengontaminasi tanah, air serta tumbuhan. Beruntung, iodin-131 yang siap lepas ke udara hanya 0,8 Ci [3]. Jauh lebih rendah daripada krypton-85 dan xenon-133.
Baca juga Molten Salt Reactor – Reaktor Nuklir Dengan Keselamatan Tinggi
Bagaimana distribusi paparan radiasinya? Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, paparan radiasi dari kripton-85 dan xenon-133 merupakan paparan eksternal dan inhalasi. Sementara, iodin-131 bisa masuk melalui jalur makanan dan minuman.
Seberapa besar paparan iodin-131 ini? Kuntjoro menghitung paparan internal hingga jarak 20 km dari tapak PLTN, dengan kondisi satu dan dua PLTN yang beroperasi di tapak. Hasilnya ditunjukkan pada grafik berikut [3].
Dosis paling tinggi yang mungkin diterima penduduk sekitar PLTN melalui kontaminasi makanan adalah sebesar 10 µSv/tahun untuk bayi. Untuk anak-anak dan orang dewasa, dosis yang terserap lebih sedikit lagi, karena sel-sel tubuhnya lebih matang dibanding sel tubuh bayi. Namun, 10 µSv/tahun pun masih sangat rendah sekali. Sementara, semakin jauh dari PLTN, semakin rendah pula dosis radiasi yang diterima.
Sementara, melalui jalur inhalasi, dosis yang diterima dalam kondisi adanya satu dan dua PLTN ditunjukkan dalam grafik berikut.
Tampak bahwa dosis radiasi yang diterima bayi, anak-anak dan orang dewasa relatif sama, yakni 0,1 µSv/tahun untuk kondisi satu PLTN dan 0,26 µSv/tahun. Lagi-lagi, dosis ini terlampau kecil untuk menjadi masalah bagi manusia.
Dosis total terbesar yang dapat diterima oleh penduduk sekitar PLTN adalah untuk bayi pada jarak 1 km dari PLTN, yakni sebesar 4,1 µSv/tahun untuk kondisi satu PLTN dan 10,26 µSv/tahun untuk dua PLTN. Angka ini sangat rendah dibandingkan dengan batas dosis yang ditetapkan oleh Bapeten, yakni sebesar 1 mSv/tahun (1 msV = 1000 µSv).
Baca juga Mengenal Lebih Dekat Reaktor Daya Eksperimental
Dalam penelitian lain, Pande Made Udiyani dan Ihda Husnayani menghitung dosis radiasi yang diterima penduduk sekitar tapak Sebagin, Bangka Belitung [4]. Pada jurnalnya yang berjudul Analysis of Radiation Safety in The Nuclear Power Plant (NPP) in Normal Operating Condition, Sebagin Site Study, Udiyani dan Husnayani menggunakan asumsi tiga unit PLTN.
Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan bahwa dosis radiasi terbesar diterima pada jarak 0,8 km dari PLTN, yakni berkisar 100 µSv/tahun pada masing-masing reaktor. Jika ditotal, maka dosis yang diterima pada titik maksimum tersebut sebesar 332 µSv/tahun atau 0,332 mSv/tahun [4]. Sama seperti penelitian sebelumnya, angka ini juga masih lebih rendah dari nilai batas dosis Bapeten yaitu sebesar 1 mSv/tahun.
Semakin jauh jaraknya dari reaktor, semakin rendah dosis radiasi yang diterima oleh individu. Pada jarak 20 km, dosis yang diterima sebesar 0,15 mSv/tahun untuk tiga unit PLTN dan pada jarak 50 km kurang dari 0,05 mSv/tahun [4]. Nyaris tidak berarti untuk diperhatikan.
Mengingat tidak ada dampak yang bisa dideteksi pada tubuh manusia pada dosis radiasi kurang dari 100 mSv/tahun [2, 5], maka bisa dikatakan bahwa pelepasan radiasi pada kondisi normal PLTN sama sekali tidak berbahaya. Lagipula, di berbagai belahan bumi, banyak yang tinggal di sekitar PLTN dan mereka baik-baik saja. Bahkan seseorang lebih banyak terpapar radiasi ketika melakukan CT-scan daripada tinggal di dekat PLTN!
Keselamatan radiasi PLTN sudah sejak lama diatur dan telah berjalan dengan baik hingga saat ini. Tinggal persepsi publik yang mesti diperbaiki.
Referensi
- Robert Hargraves. 2012. Thorium Energy Cheaper Than Coal. Hanover: CreateSpace Independent Publishing Platform.
- World Nuclear Association. Radiation and Health Effects. (http://www.world-nuclear.org/information-library/safety-and-security/radiation-and-health/nuclear-radiation-and-health-effects.aspx). Diakses pada 10 Agustus 2018.
- Sri Kuntjoro. 2010. Analisis Sebaran Radionuklida Pada Kondisi Normal Untuk Reaktor AEC 1000 MW. Jurnal Teknologi Reaktor Nuklir Vol. 12 No. 1: 40-54.
- Pande Made Udiyani dan Ihda Husnayani. 2017. Analysis of Radiation Safety in The Nuclear Power Plant (NPP) Site in Normal Operation Condition, Sebagin Case Study. Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Vol. 18 No. 2: 73-84.
- Wade Allison. 2009. Radiation and Reason. York: Wade Allison Publishing.
Alumni S1 Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada, mahasiswa S2 Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada. Peneliti Fisika Reaktor, Keselamatan Reaktor, dan Sistem Energi. Kadang menjadi diseminator teknologi energi nuklir.