Target kesejahteraan nasional selalu digaungkan dan diprioritaskan pemerintah. Namun, tak dapat dipungkiri dalam upaya mewujudkan kesejahteraan tersebut pemerintah menemukan ganjalan, diantaranya ialah terkait kesenjangan atau taraf hidup yang berbeda antar daerah. Kesenjangan pada daerah pun seringkali dihubungkan dengan masalah anggaran. Oleh karena itu, saat ini pemerintah tetap fokus mengalokasikan anggaran khusus untuk desa. Komitmen ini jelas tergambar dalam rincian APBN, berdasarkan data Kementerian Keuangan di tahun 2023 tercatat Rincian Alokasi Transfer ke Daerah (TKD)Â sebanyak 70 Triliun Rupiah dialokasikan dalam bentuk dana desa untuk 74.954 desa di seluruh wilayah Indonesia. Pengalokasian dana desa tersebut berdasar pada PMK No. 201/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan Dana Desa.
Kekuatan Desa Mengelola Anggaran
Dengan adanya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sekaligus yang menjadi dasar anggaran dana desa, sejatinya desa diberikan kewenangan dan kesempatan untuk mengurus pemerintahannya sendiri, termasuk tata keuangan desa. Dalam penyusunannya, anggaran yg bersumber dari APBN untuk desa atau dana desa tersebut dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk (JP), angka kemiskinan, luas wilayah (LW), dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa.
Selain itu, desa juga mengelola keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Desa, Pendapatan Transfer lainnya berupa Alokasi Dana Desa (ADD), Bagian dari Hasil Pajak dan Retribusi Kabupaten/Kota, dan bantuan keuangan dari APBD Provinsi/Kabupaten/Kota. Semua anggaran tersebut dimaksimalkan untuk upaya pembangunan dalam mewujudkan kesejahteraan yang merata.
Polemik Dana Desa
Meski komitmen pemerintah mengentaskan polemik kesenjangan melalui Undang-Undang Desa telah berlaku dan anggaran dana desa juga telah berjalan, namun tidak bisa dipungkiri bahwa dalam implementasinya masih banyak argumen pro dan kontra, khususnya terkait implementasi dana desa. Pihak yang sepenuhnya mendukung adanya dana khusus desa, berpendapat bahwa dengan kekhususan dalam anggaran desa bukan tidak mungkin akan berdampak pada kemajuan. Terlebih, selama ini desa selalu identik dengan keterbelakangan, kemiskinan, dan profesi yang kurang prestige.
Sementara itu pihak yang kurang setuju dengan pengalokasian dana desa menyatakan bahwa pengalokasian dana itu berpotensi akan menciptakan masalah baru yang akan timbul karena pihak-pihak terkait atau aktor pelaksana dinilai belum matang dalam mengelola anggaran dana desa.
Mengenal Siskeudes
Akhirnya, karena tanggungjawab besar yang harus dipikul pemerintah desa dalam mengelola keuangan daerah, maka diperlukan upaya untuk mengantisipasi segala kemungkinan dalam implementasinya. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui salah satu sistem aplikasi yang telah ada dan masih terus dikembangkan hingga saat ini, yaitu Siskeudes. Aplikasi ini menjadi jawaban atas berbagai kemungkinan masalah terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban dana desa.
Aplikasi yang dikembangkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ini mampu menjadi tawaran solusi. Aplikasi Sistem Keuangan Desa ini diluncurkan pertama kali pada 13 Juli 2015 dengan diawali oleh provinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi percontohan aplikasi. Siskeudes mengawal pengelolaan keuangan desa dengan meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa dengan fitur aplikasi sederhana dan ringkas sehingga memudahkan dalam pengoperasiannya. Adapun output yang dihasilkan dari aplikasi ini diantaranya ialah dokumen RPJM, RKP, APB Desa, RAB, hingga laporan realisasinya. Seringkali laporan hasil kinerja anggaran dana desa tersebut dipublikasikan secara umum kepada masyarakat, sehingga masyarakat luas pun dapat menilai kinerja pemerintah dengan anggaran yang ada.
Aplikasi Siskeudes dikembangkan berdasarkan peraturan yaitu Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Dengan pengembangan aplikasi ini, perangkat desa dapat dengan mudah dalam menata kelola seluruh penerimaan dan belanja, sekaligus menghasilkan laporan yang digunakan dalam penatausahaan desa. Sistem dalam aplikasi ini berbasis komputerisasi dengan built-in internal control artinya bahwa kesalahan-kesalahan yang ada saat proses pembuatan laporan melalui dapat diminimalisasi.
Dengan pengembangan aplikasi yang berkelanjutan, diharapkan semua pihak dapat bekerja sama dalam mengawal penggunaan dana desa. Harapannya, tentu akan lebih banyak masyarakat yang terkena dampak penyerapan anggaran yang tepat sasaran dan meningkatkan kesejahteraan.
Referensi
Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah. Aplikasi Sistem Keuangan Desa dalam Rangka Mengawal Program Prioritas Pemerintah. Dalam Situs Resmi BPKP 2024