Timah(IV) Oksida; Material Superstar dalam Aplikasi sebagai Sensor Gas

“Remember, with great power comes great responsibility.” “Ingat, kekuatan yang besar mendatangkan tanggung jawab yang juga besar” Pesan Paman Ben […]

Remember, with great power comes great responsibility.”
“Ingat, kekuatan yang besar mendatangkan tanggung jawab yang juga besar”
Pesan Paman Ben kepada Peter Parker dalam Film Spiderman.

Seandainya kita semua sebagai pemuda menyadari hakikat pesan yang disampaikan paman Ben, tentu cita-cita Indonesia sebagai negara yang maju, sejahtera, dan berkelimpahan bukan lagi omong kosong.

Kita semua tahu bahwa Indonesia adalah negara yang sangat kaya, bahkan slogan “Indonesia negara kaya” sudah menjadi doktrin sejak SD. Pelajaran IPS SD menyebutkan bahwa Indonesia kaya sumber daya alam (gas dan mineral), kaya keanekaragaman flora dan fauna, kaya demografi (penduduk ke 4 terbanyak di dunia), dll.

Bahkan band legendaris Koes Plus juga membuat lagu yang salah satu liriknya adalah “Orang bilang tanah kita tanah surga, Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”.

Tapi apakah kekayaan itu mendatangkan kesejahteraan bagi seluruk rakyat Indonesia?

Kekayaan-kekayaan tersebut tentu saja merupakan kekuatan yang sangat besar, maka seharusnya juga mendatangkan tanggung jawab yang sangat besar, bukannya melenakan.

Tanggung jawab tersebut tentu saja adalah tanggung jawab untuk mengelola kekayaan tersebut sebaik mungkin agar dapat menyejahterakan seluruh kehidupan rakyat Indonesia. Mengelola dengan memberinya nilai tambah dan mengelola tanpa merusak alam, 2 hal yang membutuhkan keilmuan tinggi.

Tanggung jawab mengelola kekayaan alam adalah tugas yang sangat berat, tidak bisa dipikul oleh 1 atau 2 orang saja. Namun bukan berarti tidak mungkin. Bagi pelajar dan pemuda, tanggung jawab tersebut dapat dimulai dengan belajar bersungguh-sungguh dan berkarya secara nyata untuk mengelola kekayaan Indonesia.

Pendulang timah bernama Shahri Mukhtar 43 tahun, menunjukkan bijih timah yang diperolehnya. Sumber: Adisafitri

Salah satu kekayaan Indonesia yang patut dibanggakan adalah Timah.

Pada tahun 2015, cadangan timah di Indonesia merupakan yang terbesar nomor 2 di dunia setelah Cina, yakni sekitar 800.000 ton [1]. Selain mempunyai cadangan timah terbesar, produksi timah juga terbesar ke 2 dan PT Timah pada 2017 merupakan perusahaan top ke 3 dunia dalam hal eksportir timah [1][2].

Daerah penghasil timah terbesar di Indonesia adalah Kepulauan Bangka dan Belitung. Sekitar 90 persen timah yang dihasilkan oleh Indonesia berasal dari dua kepulauan tersebut [3]. Kita juga sudah banyak yang tahu karena Novel dan Film Laskar Pelangi juga telah menceritakan potensi tersebut.

(Kiri) Harga timah batangan adalah Rp. 260.000/kg (kanan) Harga timah nanopartikel (ukuran <150 nm) adalah Rp. 960.000.000/kg atau 1 milyar kurang 40 juta (sumber: Sigma Aldrich).

Industri timah tentu sangatlah menguntungkan, karena timah dipakai sangat luas pada bidang elektronika (semua alat elektronik pasti ada timahnya), pengemasan makanan berbahan logam, dll. Namun, tahukah kamu bahwa timah menjadi bahan utama dalam pembuatan sensor gas?

Sensor gas berfungsi seperti hidung, alat tersebut dapat mendeteksi berbagai macam jenis gas. Namun tidak hanya mendeteksi, sensor gas juga bisa mengukur seberapa banyak kadar gas tersebut, melakukan monitoring terhadap jenis dan kadar suatu gas, dan bisa menjadi input agar gas lain seperti gas pewangi dapat disemprotkan secara otomatis (discriminate odor).

Naoyoshi Taguchi, penemu sensor gas berbasis bahan semikonduktor (SnO2) yang dapat mendeteksi gas dalam konsentrasi yang sangat rendah.

Sensor gas pertama kali dibuat oleh penemu Jepang yang bernama Naoyoshi Taguchi pada tahun  1968 [4].  Sensor gas tersebut berbahan dasar timah(IV) oksida atau SnO2. Ingat, timah memiliki 2 bilangan oksidasi yakni +2 dan +4. Dalam hal pemanfaatan sensor gas yang digunakan adalah timah dengan bilangan oksidasi +4, oleh karena itu cara penulisannya adalah Timah(IV) oksida. Timah(IV) oksida juga merupakan semikonduktor tipe n, artinya memiliki kelebihan elektron dibandingkan hole.

Prinsip sederhana dari sensor gas berbahan SnO2 adalah perubahan nilai hambatan (atau konduktansi, ingat konduktansi = 1/hambatan) dari permukaan sensor terhadap gas yang diserap.

Terdapat hal yang menarik dalam proses penemuan sensor gas. Naoyoshi Taguchi mendapatkan inspirasi pada saat membaca koran tentang ledakan gas propana di danau Yamanaka. Setelah berita ledakan tersebut, Taguchi menyadari bahwa keberadaan detektor kebocoran gas sangatlah penting [4].

Koran tersebut dibaca Taguchi pada tahun 1962, artinya butuh waktu 6 tahun untuk menemukan sensor gas yang masih terus dipakai sampai sekarang. Waktu yang tidak sebentar. Bahkan Naoyoshi Taguchi juga membuat perusahaan yang bernama Figaro Engineering dan terdepan dalam memproduksi sensor gas hingga saat ini [4].

Sensor gas TGS109 (Taguchi Gas Sensor) yang masih dipakai sampai sekarang. Berguna untuk mendeteksi kebocoran gas bahan bakar dan gas pereduksi. [4]
Setelah paten sensor gas yang dibuat Naoyoshi Taguchi disetujui oleh badan paten Amerika (US Patent 3.631.436) dan juga Inggris (British Patent 1.257.155), peneliti berlomba-lomba untuk  terus mengembangkan sensor gas [5].

Saat ini peneliti sudah mengaplikasikan berbagai macam logam oksida sebagai sensor gas seperti Cr2O3, Mn2O3, Co3O4, NiO, CuO, SrO, In2O3, WO3, TiO2, V2O3, Fe2O3, GeO2, Nb2O5, MoO3, Ta2O5, La2O3, CeO2, Nd2O3, ZnO, Fe2O3, NiO, Cr2O3, dll [6].

Namun diantara berbagai macam logam oksida tersebut, SnO2 merupakan sang bintang (superstar). Selain dikarenakan pada awal penemuan sensor gas menggunakan SnO2, berbagai penelitian juga mengungkapkan bahwa SnO2 dapat dipakai untuk mendeteksi dan mengukur bermacam-macam gas.

Diawal penemuannya, sensor gas yang dibuat oleh Taguchi digunakan untuk mendeteksi kebocoran gas yang mudah terbakar seperti metana, LPG, dll, dan juga gas pereduksi yang tidak diinginkan seperti karbon monoksida (CO) dan hidrogen (H2).

Namun SnO2 terus dikembangkan sehingga juga bisa mendeteksi gas alkohol (ethanol) [7], oksigen [8], nitrogen oksida (NO2) [9], hidrogen sulfida (H2S) [10], formaldehida (HCHO) [11], karbon dioksida (CO2)[12], dan tidak menutup kemungkinan dipakai sebagai sensor untuk berbagai gas yang lain.

Sensor gas etanol berbahan SnO2 yang dijual di tokopedia seharga Rp. 39.000. Sensor Gas Ethanol dapat digunakan untuk mengecek seorang pengemudi apakah dalam kondisi mabuk atau tidak. Sumber : Tokopedia

Bayangkan jika sensor SnO2 dibagi menjadi beberapa area seperti peta, area 1 dapat mendeteksi gas metana, area 2 dapat mendeteksi karbon monoksida, area 3 dapat mendeteksi gas karbon dioksida, area 4 dapat mendeteksi gas hidrogen sulfida, area 5 dapat mendeteksi oksigen, dan seterusnya, maka kita dapat membuat hidung buatan yang bernama hidung elektronik terintegrasi (Integrated Electronic Nose) [13].

Mengapa SnO2 bisa menjadi material superstar dalam sensor gas?

Beberapa parameter penting pada aplikasi suatu logam oksida sebagai sensor gas adalah band gap, konduktivitas baik elektrik maupun optik, struktur material, dan aktivitas katalitik. SnO2 unggul pada parameter-parameter tersebut, selain itu SnO2 juga relatif murah, tidak mudah bereaksi dengan bahan kimia (inert), dan luas permukaan yang besar.

Jika tertarik mendalami aplikasi SnO2 sebagai sensor, penulis merekomendasikan makalah review berjudul “SnO2: A comprehensive review on structures and gas sensors” [14].

Mengingat ketersediaan timah di Indonesia merupakan terbanyak ke 2 setelah China, maka selain Museum Timah Indonesia yang sudah didirikan di Pangkalpinang, pusat riset timah juga dirasa sangat perlu. Selain meningkatkan nilai jual dari timah, penelitian tentang timah sangatlah prospektif terutama pada aplikasi sebagai sensor gas.

 

Referensi.

[1] U.S. Geological Survey. 2015. Diakses pada tanggal 2 Maret 2018.

[2] Top Tin Exporters. 2016. Diakses pada tanggal 3 Maret 2018.

[3] Jenis-Jenis Barang Tambang di Indonesia. 2018. Diakses pada tanggal 2 Maret 2018.

[4] The History of Figato Engineering. 2018. Diakses pada tanggal 3 Maret 2018.

[5] J. Watson. 1984. The tin oxide gas sensor and its applications. Sensors and Actuators, Volume 5, Issue 1. Pages 29-42.

[6] Chengxiang Wang, Longwei Yin, Luyuan Zhang, Dong Xiang, and Rui Gao. 2010. Metal Oxide Gas Sensors: Sensitivity and Influencing Factors. Sensors (Basel). 10(3): 2088–2106.

[7] Zhan, S., Li, D., Liang, S., Chen, X., Li, X., 2013. A Novel Flexible Room Temperature Ethanol Gas Sensor Based on SnO2 Doped Poly-Diallyldimethylammonium Chloride. Sensors 13, 4378–4389.

[8] Kolmakov, A., Zhang, Y., Cheng, G., Moskovits, M., 2003. Detection of CO and O2 Using Tin Oxide Nanowire Sensors. Advanced Materials 15, 997–1000.

[9] Anjali Sharma, Monika Tomar, Vinay Gupta. 2011. SnO2 thin film sensor with enhanced response for NO2 gas at lower temperatures. Sensors and Actuators B: Chemical, Volume 156, Issue 2, Pages 743-752.

[10] G Sarala Devi, S Manorama, V.J Rao, 1995. High sensitivity and selectivity of an SnO2 sensor to H2S at around 100 °C,
Sensors and Actuators B: Chemical.  Volume 28, Issue 1.  Pages 31-37.

[11] Wei Zhang, XiaoLi Cheng, Xianfa Zhang, Yingming Xu, Shan Gao, Hui Zhao, Lihua Huo. 2017. High selectivity to ppb-level HCHO sensor based on mesoporous tubular SnO2 at low temperature, Sensors and Actuators B: Chemical,
Volume 247, Pages 664-672.

[12] Ulrich Hoefer, Gerd Kühner, Werner Schweizer, Gerd Sulz, Klaus Steiner. 1994. CO and CO2 thin-film SnO2 gas sensors on Si substrates, Sensors and Actuators B: Chemical, Volume 22, Issue 2. Pages 115-119.

[13] Chiu, S.-W., & Tang, K.-T. 2013. Towards a Chemiresistive Sensor-Integrated Electronic Nose: A Review. Sensors (Basel, Switzerland), 13(10), 14214–14247.

[14] Soumen Das, V. Jayaraman. 2014. SnO2: A comprehensive review on structures and gas sensors. Progress in Materials Science. Volume 66, Pages 112-255.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top