Memandang alam dengan pengertian, jauh lebih menyenangkan hati daripada hanya memandang keelokannya saja (Albert Heim, 1878)
Indonesia merupakan negara dengan jumlah gunung api aktif terbanyak yakni 127 gunung api aktif. Namun baru 69 gunung api yang terpantau dengan alat seismik yang merupakan yang merupakan standar minimum alat pemantauan gunung api[1].
Gunung api memberikan gambaran yang sangat mengerikan bagi masyarakat. Letusan Gunung Merapi, Yogyakarta merupakan salah satu contoh bencana dahsyat dari keberadaan gunung api. Tetapi, gunung api pun menyediakan sumber daya alam yang melimpah seperti mata air, mineral dan tentunya pemandangan yang sangat indah bila kita menjelajahinya.
Salah satu gunung api yang sedang hangat dibicarakan adalah gunung Ijen. Gunung Ijen terletak di dua kabupaten, kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso. Keindahan dan keunikan gunung Ijen menarik banyak wisatawan lokal dan internasional. Dari gunung Ijen, kita bisa melihat komplek gunung api seperti gunung raung dan gunung Marapi.
Ketinggian gunung Ijen 2.443 mdpl dan di puncaknya terdapat kawah yang berisi cairan asam[2]. Gunung Ijen terbentuk dari gunung Ijen purba sekitar 700.000 tahun yang lalu di lingkungan laut dangkal[3]. Kemudian, gunung Ijen purba meletus dan amblas yang menghasilkan danau kaldera. Karena adanya patahan Blawan, danau kaldera menjadi kering yang kemudian hanya menyisakan kawah.
Selain itu, di bibir kaldera terbentuk 5 gunung api yang salah satunya adalah gunung Ijen yang sekarang sedang banyak dinikmati orang untuk wisata dan di tengah kawah terbentuk 17 anak gunung. Gunung Ijen terakhir meletus pada tahun 1999[2].
Gambar 1. Proses pembentukan gunung Ijen[3]
Fenomena yang paling mengesankan dari gunung api Ijen adalah fenomena api biru (blue fire) yang hanya terjadi di dua tempat, gunung api di Islandia dan gunung api Ijen di Indonesia. Hal ini merupakan fenomena yang tidak biasa karena gunung api biasanya menghasilkan lava merah dan asap hitam seperti halnya gunung Merapi atau gunung Sinabung.
Api biru kawah Ijen selalu menyala sepanjang hari namun hanya bisa dilihat pada malam hari. karena pada siang hari, intensitas cahaya matahari (kuning) yang berpadu dengan api biru membuat api biru tidak bisa kita lihat secara jelas. Api biru dihasilkan dari reaksi antara sulfur/belerang padat (S8) dengan oksigen pada temperatur diatas 300oC yang menghasilkan api biru dan gas SO2[4]. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
S8 + 8 O2 Â Â = Â Â 8 SO2 (api biru)
Padatan belerang di kawah Ijen terbentuk akibat reaksi gas H2S dan SO2. Kawah Ijen menghasilkan SO2 sebanyak 200 ton per hari yang berpotensi menghasilkan padatan berlerang sebanyak 100 ton/hari[3]. H2S dan SO2 akan terkondensasi terlebih dahulu, kemudian akan bereaksi menghasilkan padatan sulfur dan air (H2O). Fenomena alam tersebut diadopsi oleh beberapa industri yang menghasilkan H2S.
Di industri, reaksi pembentukan padatan sulfur dari H2S dan SO2 disebut proses Claus[5]. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
2H2S + SO2 Â Â = Â 3/2 S2 + 2 H2O
Karena gas SO2 dan H2S sangat berbahaya bagi manusia, wisatawan yang berkunjung ke kawah ijen diwajibkan menggunakan masker dan jangan mendekat ke area kawah.
Selain itu, setelah jam 12 siang, wisatawan dianjurkan untuk tidak berada di puncak gunung ijen karena angin menyebabkan gas SO2 akan mengarah ke tempat wisatawan biasa memotret atau duduk santai. Gunung Ijen pun menyuguhkan aktivitas para penambang belerang.
Kita bisa melihat secara langsung bagaimana proses penambangan belerang di lingkungan gunung api. Dalam satu kali penambangan, para penambang belerang mampu membawa 60 – 100 kg belerang. Setiap harinya, penambang belerang mampu melakukan 2 kali penambangan.
Kondensasi gas H2S dan SO2 dialirkan melalui pipa sepanjang 50 – 150 m dengan jumlah 100 buah yang akan menghasilkan cairan kental berwarna coklat kuning yang merupakan padatan belerang[3]. Satu hal yang menjadi perhatian kita adalah satu kilogram belerang hanya dihargai sebesar Rp. 680 /kg[4]. Tentu, harga tersebut tidak sepadan dengan risiko yang harus para penambang hadapi setiap harinya. Untuk menambah penghasilan, para penambang membuat souvenir belerang padat yang dibuat menjadi berbagai bentuk yang dijual dengan harga Rp. 5.000 – Rp. 30.000 /souvenir.
Gambar 2. Api biru di Kawah Ijen[3] (b) pembentukan padatan belerang[3] (c) penambang belerang (dokumen pribadi)
Selain pemanfaatan belerang, kawah Ijen memiliki sumber air yang melimpah. Namun, mata air di gunung ijen yang mengalir melalui sungai banyuputih bercampur dengan cairan asam dari kawah. Cairan asam di kawah ijen memiliki nilai pH yang sangat rendah sebesar 0,5[3]. Hal ini menjadi perhatian utama pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
Kedepan, pemerintah dan instansi lainnya akan membuat pemisahan saluran mata air dan cairan asam agar hanya air dari mata air yang mengalir menuju sungai. Aliran sungai ini pun dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH)[3].
Potensi lainnya adalah energi panas bumi yang telah dieksplorasi oleh PT.Medco Cahaya Geothermal (MCG) sejak tahun 2011. Eskplorasi masih terus dilakukan hingga Mei 2018. Potensi energi panas bumi di komplek gunung ijen sebesar 110 MW. PT MCG telah menandatangani kontrak dengan PT. PLN untuk perjanjian jual beli listrik selama 30 tahun. Proyek tersebut akan beroperasi secara komersial pada tahun 2020 atau 2021[6].
Alam meyuguhkan sejuta kearifan bagi insan yang tumbuh di sekitarnya. Berkatnya, manusia hidup dalam kemakmuran, kesejahteraan dan kedamaian. Sudah selayaknya, alam dan manusia bersinergi dan saling menghargai untuk kelangsungan hidup di muka bumi.
Api Biru (Blue Fire) di Kawah Ijen, Indonesia[7]
 Referensi
[1] Pikiran Rakyat. 2012. Indonesia Miliki 127 Gunung Api Aktif. (http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2012/05/02/186891/indonesia-miliki-127-gunung-api-aktif) diakses pada tanggal 2 Maret 2018
[2] Wikipedia Indonesia. Gunung Ijen. (https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Ijen) diakses pada tanggal 2 Maret 2018
[3] Wirakusumah, A.D., Murdohardono, D dan Rosiani, D. 2018. Geowisata di Area DAS Banyupait/Banyuputih, G.Ijen, Jawa Timur. Sekolah Tinggi Energi dan Mineral.
[4] Milley, J. 2018. The Mystery of Blue Lava and The Kawah Ijen Volcano. (https://interestingengineering.com/blue-lava-largest-sulfuric-acid-lake-ijen-volcano) diakses pada tanggal 2 Maret 2018
[5] Sendt, K dan Haynes, B.S. 2005. Role of The Direct Reaction H2S + SO2 in The Homogenous Claus Reaction. J. Phys Chem A, 109, 8180-8186.
[6] Agustinus, M. 2017. Medco Kantongi Perpanjangan Eksplorasi Panas Bumi di Ijen. (https://finance.detik.com/energi/3641482/medco-kantongi-perpanjangan-izin-eksplorasi-panas-bumi-di-ijen) diakses pada tanggal 2 Maret 2018
[7] Grunewald, O. 2015. Kawah Ijen – Volcano with Glowing Blue Lava in Indonesia. (https://www.youtube.com/watch?v=82CC3reHX0g) diakses pada tanggal 2 Maret 2018