Merantau dalam KBBI punya arti kurang lebih begini, ‘pergi ke negeri lain (untuk mencari penghidupan, ilmu, dsb)’. Tak hanya manusia, hewan seperti burung pun ‘merantau’ lho. Mungkin terdengar agak aneh, burung kok ‘merantau’. Akan pas dan terdengar lumrah jika pakai istilah ‘migrasi’. Burung-burung yang berbiak di negara nontropis dalam menghindari cekaman musim dingin harus bermigrasi ke negara tropis atau belahan bumi lain yang lebih hangat. Begitupun ketika mendekati musim berbiak, mereka akan ‘pulang kampung’ untuk kembali melestarikan keturunan. Terlihat ada kesamaan antara burung bermigrasi dengan manusia merantau: untuk mencari penghidupan dan adanya ‘mudik’.
Indonesia sebagai salah satu negara tropis tentunya menjadi tujuan atau tempat singgah sementara burung-burung ‘perantauan’. Lebih dari itu, Indonesia bahkan menjadi habitat penting bagi kelangsungan hidup burung pendatang saat musim migrasi. Banyak sedikitnya ancaman baik kerusakan habitat maupun perburuan liar akan berpengaruh langsung terhadap populasi burung migran secara global. Selayaknya sebagai‘tuan rumah’ yang baik, kita wajib menjaga mereka supaya tetap aman, bahkan harusnya kita mengenal ‘tamu istimewa’ tersebut. Sebab kita sudah tahu sendiri bagaimana pentingnya kehadiran burung bagi manusia.
Adagium populer “tak kenal maka tak sayang” sering dipelesetkan “tak kenal maka taaruf”. Untuk itu dirasa penting kita berkenalan dengan burung-burung pengembara di Indonesia. Siapa tahu di antara mereka ternyata begitu dekat dengan kita, yang terkadang tak sadar kalau itu ‘tamu dari jauh’. Menengok Daftar Burung Indonesia No. 2 terdapat 149 (9,2%) jenis burung di Indonesia adalah migran (pendatang). Secara garis besar mereka dibedakan menjadi dua, berdasar daerah asal ada burung migran dari belahan bumi Utara dan dari belahan bumi Selatan. Burung-burung pendatang hampir pasti selalu individu yang mampu terbang saat muda ataupun dewasa, hampir mustahil ditemukan masih anakan. Lantas, siapakah saja mereka?
Kelompok Burung Air
Burung air mendominasi hampir 68% jumlah burung migran di Indonesia. Kelompok burung ini masih bisa dibagi lagi menjadi beberapa kelompok seperti burung pantai (shorebird), burung merandai (wading bird), burung laut (sea bird), dan burung air lain (waterfowl). Anggota kelompok burung pantai dan burung laut migran paling banyak di antara kelompok burung air lain. Bahkan, dua kelompok ini menambah daftar panjang jenis burung Indonesia sebagai perjumpaan jenis baru. Catatan untuk jenis burung pantai terbaru adalah Kedidi Paruh-sendok (Calidris pygmaea) dijumpai di Aceh, salah satu jenis burung pantai paling langka di dunia. Burung ini berstatus Critically Endangered dan populasinya di dunia diperkirakan hanya tersisa 400-720 individu. Sementara, burung laut yang menjadi catatan jenis baru adalah Camar Larus schistisagus yang tercatat di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Waktu terbaik mengamati burung air migran adalah saat periode waktu migrasi yang dibagi menjadi dua yaitu arus datang (September-Maret) dan arus balik (Maret-April). Burung-burung ini akan mudah dijumpai saat waktu migrasi di habitat lahan basah seperti rawa-rawa, pantai, muara sungai, waduk, dll. Jika ingin melihat burung air migran dalam jumlah ratusan bahkan ribuan datanglah ke tempat-tempat penting seperti Muara Gembong Bekasi, Pantai Timur Surabaya, Taman Nasional Berbak Sembilang atau Taman Nasional Wasur. Burung-burung migran ini juga memiliki jalur terbang tetap dimana Indonesia sebagai salah satu bagian dari jalur terbang Asia Timur-Australasia (East Asia and Australasia Flyway).
Kelompok Burung Pemangsa (Raptor)
Beberapa burung pemangsa atau dikenal sebagai raptor di daerah nontropis juga melakukan migrasi ke daerah yang lebih hangat. Burung pemangsa lebih kita kenal sebagai predator puncak yang fungsinya vital bagi ekosistem. Kehadiran raptor dapat mempengaruhi struktur komunitas alami dan populasi mangsa. Sehingga, adanya raptor dapat dijadikan tanda bahwa rantai makanan masih terjaga sehingga ekosistem masih sehat, sering disebut sebagai bioindikator. Beberapa raptor pengembara yang umum dijumpai di Indonesia adalah Elangalap Tiongkok Accipiter soloensis, Sikepmadu Asia Pernis ptilorhynchus, Elangalap Nipon Accipiter gularis, dan Elang Kelabu Bustatur indicus. Raptor pengembara juga punya jalur terbang tetap yang diketahui dari Asia Timur lewat dua jalur yaitu lewat jalur darat melewati Thailand, Malaysia baru Indonesia dinamakan East Asian Continental Flyway (EACF) dan lewat jalur laut melewati Filipina dinamakan East Asian Oceanic Flyway (EAOF). Waktu migrasi raptor juga hampir sama dengan burung migran air yaitu arus datang ketika musim gugur antara bulan Agustus-November dan arus balik ketika musim semi antara bulan Maret-Mei. Konteks musim di sini mengacu pada tempat berbiak raptor yaitu sekitar daerah Asia Timur.
Kelompok Burung Kicau (Passerin)
Burung kicau bisa disebut juga burung petengger secara taksonomi tergabung pada ordo Passeriformes. Beberapa burung passerin yang dikenal sebagai burung migran di Indonesia antara lain Layang-layang Asia Hirundo rustica, Seriwang Jepang Terpsiphone atrocaudata, Jenis-jenis Sikatan Ficedula spp., Jalak Tiongkok Sturnus sturninus, Anis Sibrica Zoothera sibirica, Anis Kuning Turdus obscurus, dan Paok Bidadari Pitta nympha. Layang-Layang Asia begitu dekat dengan mudah bisa kita jumpai ketika musim migrasi bertengger sampai ribuan di kabel-kabel kota besar seperti Yogjakarta, Solo, Semarang dan Jambi. Burung petengger migran lain Jalak Tiongkok juga terkadang bisa kita jumpai di taman-taman kota. Sedangkan, burung paserin migran lain hanya bisa kita jumpai di belantara hutan.
Kelompok Lain
Selain ketiga kelompok burung migran masih ada beberapa burung yang juga tercatat sebagai burung pendatang di Indonesia. Ada dari jenis cekakak (kingfisher) seperti Cekakak Australia Halcyon sancta dan Cekakak Tiongkok Halcyon pileata. Jenis-jenis burung parasit (Cuckoo) juga ada jenis migran seperti Bubutpacar Jambul Clamator coromandus, Kangkok Ranting Cuculus saturatus, Kedasi Australia Chrysococcyx basalis, dan Kedasi Emas Chrysococcyx lucidus. Selain itu, juga ada Kirik-Kirik Laut Merops philippinus, Kapinisjarum Asia Hirundapus caudacutus, dan Kapinis Laut Apus pacificus.
Konservasi
Tantangan konservasi burung migran adalah siklus hidup yang menempati banyak tempat membutuhkan kerjasama lintas negara dalam menjaga habitat dan populasi. Sehingga harus dibentuk kerjasama antarnegara dalam melakukan konservasi burung migran seperti EAAFP (East Asia-Australasia Flyways Partnership) yang berfokus perlindungan burung air migran di jalur terbang Asia Timur-Australasia. Anggota negara yang tergabung dalam kemitraan ini antara lain Australia, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Singapura, Kamboja, Tiongkok, Thailand, Vietnam, Rusia, Malaysia, Myanmar, Bangladesh, dan Selandia Baru.
Referensi
Howes, J., D. Bakewell & Y. R. Noor. (2003). Panduan Studi Burung Pantai. Wetlands International . Indonesia Programme, Bogor.
Iqbal, M. & A. A. Albayquni. (2016). First Record Of A Slaty-Backed Gull Larus schistisagus for Indonesia. Marine Ornithology, 44: 135–136.
Li, Y. (2011). An Introduction to the Raptors of Southeast Asia. Nature Society, Bird Group and Southeast Asian Biodiversity Society, Singapore:
Putra, CAP, D. Hikmatullah, C. Zockler, E. E. Syroechkovskiy & B. Hughes. (2017). Spoon-billed Sandpiper: a new species for Indonesia. Wader Study, 126(1): 60–63.
Sukmantoro W., M. Irham, W. Novarino, F. Hasudungan, N. Kemp & M. Muchtar. (2007). Daftar Burung Indonesia no. 2. Indonesian Ornithologists’ Union, Bogor.
Supriatna, A. A. (2012). Current Status of Diurnal Raptors in Indonesia and Its Conservation Challenges. Ornis Mongolica, 1: 67-73.