Distopia Digital: Pergeseran Kehidupan dalam Bayang-Bayang Teknologi

Dalam era modern, teknologi digital membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, seiring kemajuan ini, muncul narasi distopia yang […]

distopia teknologi digital

Dalam era modern, teknologi digital membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, seiring kemajuan ini, muncul narasi distopia yang menyoroti dampak negatif teknologi terhadap emosi, interaksi sosial, dan kepercayaan masyarakat.

Pandemi COVID-19 mempercepat adaptasi ke dunia digital secara global. Aktivitas yang sebelumnya dilakukan secara fisik, seperti bekerja, belajar, dan berinteraksi sosial, beralih ke platform online. Transformasi mendadak ini memperlihatkan kekurangan pengalaman digital dibandingkan dengan interaksi fisik. Emosi seperti stres, kebingungan, dan ketidakpuasan terhadap teknologi menjadi bagian dari narasi distopia digital.

Salah satu contoh nyata adalah kebencian terhadap “Zoom fatigue“, yang mencerminkan kelelahan emosional akibat interaksi virtual yang intens. Selain itu, masyarakat juga mengalami penurunan kesejahteraan emosional karena hilangnya kontak fisik dengan orang lain, yang sebelumnya menjadi aspek penting dari kehidupan sehari-hari.

Teknologi Digital dan Ketidakpercayaan Publik

Salah satu tema utama dalam narasi distopia digital adalah ketidakpercayaan terhadap teknologi. Algoritma, media sosial, dan kecerdasan buatan (AI) sering kali menjadi sasaran kritik. Kasus algoritma yang digunakan untuk menentukan nilai ujian A-level di Inggris pada tahun 2020 menggambarkan dampak negatif dari kepercayaan buta pada teknologi. Algoritma tersebut menyebabkan ketidakadilan dalam penilaian, yang memicu protes publik dan merusak reputasi AI di mata masyarakat.

Media sosial juga dianggap sebagai “toxic digital environment“, karena sering kali menjadi sarang ujaran kebencian, penyebaran informasi palsu, dan dampak psikologis negatif. Fenomena ini menyoroti sisi gelap teknologi yang sebelumnya dipuja sebagai alat revolusioner untuk koneksi global.

Teknologi Digital dan Pengaruhnya Terhadap Emosi

Mengutip jurnal “Emotions and Digital Well‑Being: on Social Media’s Emotional Afordances“, penggunaan teknologi juga dapat memengaruhi emosi yang ada pada penggunanya. Di samping berbagai emosi positif, emosi negatif juga dapat lahir dari penggunaan media digital sehingga berpengaruh pada kesejahteraan penggunanya. Emosi negatif tersebut meliputi:

Sumber: canva.com

Ketergantungan pada Evaluasi Eksternal
Kemudahan dalam menerima evaluasi, seperti “like” atau komentar, meningkatkan ketergantungan pada validasi eksternal. Hal ini dapat memengaruhi harga diri pengguna dan mendorong mereka untuk membentuk citra ideal yang tidak selalu mencerminkan kenyataan. Ketidaksesuaian antara citra ini dan kenyataan dapat menyebabkan kecemasan, rasa malu, atau bahkan depresi.

Konten Emotif dan Penyebarannya
Konten dengan muatan emosional tinggi, seperti kemarahan atau keprihatinan moral, cenderung menyebar lebih cepat dibandingkan konten netral. Penyebaran ini dapat menciptakan atmosfer emosional negatif di platform, yang memengaruhi kesejahteraan emosional pengguna dalam jangka panjang.

Perbandingan Sosial
Paparan terhadap kehidupan yang dikurasi secara hati-hati di media sosial dapat memicu perbandingan sosial yang merugikan. Pengguna sering kali merasa tidak memadai dibandingkan dengan standar yang mereka lihat secara online, yang dapat menurunkan harga diri dan motivasi.

Distopia dan Kerinduan Akan Kehadiran Fisik

Seiring berkembangnya teknologi digital, masyarakat menyadari bahwa interaksi fisik memiliki keunggulan tersendiri dalam hal emosional yang tidak dapat digantikan oleh platform online. Universitas, misalnya, sempat mengalami lonjakan permintaan untuk kembali ke metode pembelajaran tatap muka. Hal ini menunjukkan bahwa pelajar menghargai interaksi sosial dan suasana inspiratif yang hanya dapat ditemukan di lingkungan fisik, seperti perpustakaan dan ruang kelas.

Ketidakmampuan teknologi untuk menggantikan “aura” dari kehadiran fisik memperlihatkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan koneksi emosional dan suasana bersama. Kehadiran fisik memberikan manfaat yang sulit direplikasi oleh teknologi, seperti motivasi belajar, dukungan sosial, dan pengalaman emosional yang mendalam.

Baca juga: https://warstek.com/modifikasi-cuaca/

Peran Emosi dalam Adopsi Teknologi

Adopsi teknologi tidak hanya dipengaruhi oleh aspek fungsional, tetapi juga oleh emosi. Ketakutan, kekhawatiran, dan keinginan untuk menjaga tradisi fisik menjadi hambatan utama dalam penggunaan teknologi baru. Hal ini terlihat dari preferensi masyarakat terhadap buku cetak daripada e-book, meskipun teknologi digital menawarkan nilai kepraktisan.

Emosi positif, seperti cinta terhadap benda fisik dan nostalgia, juga memainkan peran penting. Buku cetak, misalnya, tidak hanya berfungsi sebagai alat pembelajaran tetapi juga sebagai objek sosial yang memperkuat hubungan antarindividu, terutama dalam aktivitas seperti membaca cerita bersama anak-anak.

Menciptakan Keseimbangan antara Teknologi Digital dan Benda Fisik

Meskipun teknologi digital menawarkan efisiensi dan inovasi, penting untuk menciptakan keseimbangan dengan pengalaman fisik. Warwick menyoroti bahwa keputusan untuk menggunakan teknologi harus mempertimbangkan emosi dan kebutuhan sosial pengguna. Teknologi tidak boleh sepenuhnya menggantikan interaksi fisik, melainkan harus melengkapinya.

Lembaga pendidikan, perpustakaan, dan organisasi lainnya perlu merancang solusi hibrida yang menggabungkan manfaat teknologi dengan nilai emosional dan sosial dari interaksi fisik. Misalnya, perpustakaan dapat menyediakan akses ke sumber daya digital sekaligus mempertahankan ruang fisik yang mendukung suasana belajar yang inspiratif.

Kesimpulan

Distopia digital bukanlah hanya narasi pesimistis, tetapi menjadi peringatan tentang pentingnya mempertimbangkan aspek emosional, sosial, dan etika dalam pengembangan teknologi. Pandemi telah membuka mata masyarakat terhadap kelebihan dan kekurangan teknologi, serta memperkuat kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan yang tidak dapat digantikan oleh algoritma atau AI.

Selanjutnya, penting bagi institusi terkait membangun teknologi yang transparan, terpercaya, dan responsif terhadap kebutuhan manusia. Dengan pendekatan ini, kita dapat memanfaatkan teknologi untuk kemajuan tanpa mengorbankan esensi kehidupan manusia yang kaya akan interaksi sosial dan emosi.

Referensi

Warwick, Claire. 2021. Negotiating the Digital Dystopia: The Role of Emotion, Atmosphere and Social Contact in Making Decisions about Information Use in Physical and Digital Contexts, New Review of Academic Librarianship, 27:3, 259-279, DOI: 10.1080/13614533.2021.1964550. Diakses pada 10 Januari 2025 dari https://doi.org/10.1080/13614533.2021.1964550

Steinert S, Dennis MJ. 2022. Emotions and Digital Well-Being: on Social Media’s Emotional Affordances. Philos Technol; 35(2):36. doi: 10.1007/s13347-022-00530-6. Epub 2022 Apr 13. PMID: 35450167; PMCID: PMC9007765. Diakses pada 10 Januari 2025 dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9007765/

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top