Oleh : Reyhan Azeriansyah
Pesawat tanpa awak atau di masyarakat lebih dikenal dengan istilah drone merupakan salah satu teknologi yang sedang banyak diperbicarakan di masyarakat. Berbagai kalangan berlomba-lomba untuk memiliki benda ini. Mulai dari ukuran yang realtif besar maupun ukuran relatif kecil. Keperluannya tak lain dan tak bukan hanya semata-mata untuk sebuah hobi, sebuah eksistensi diri untuk menjadi terkenal. Namun, apakah pernah terpikirkan bahwa benda ini digunakan untuk keperluan lain ? Sesuatu hal yang dapat berguna bagi masyarakat yang topiknya di luar dari sekedar hiburan semata seperti studi kebencanaan.
Gambar 1. Jenis dari Drone (a) Quadcopter dan (b) Fixed-Wings [1]
Pada salah satu bidang teknik yang dikenal dengan Teknik Geodesi memanfaatkan hal ini untuk keperluan lain yang bermanfaat bagi manusia terkait dengan kebencanaan. Keperluan ini dilakukan dengan pendekatan geospasial yang disebut dengan foto udara atau fotogrametri. Fotogrametri adalah suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh data dan informasi tentang suatu obyek serta keadaan di sekitarnya melalui suatu proses pencatatan, pengukuran dan interpretasi bayangan fotografis (hasil pemotretan) [2]. Segala hal terkait dengan foto digunakan untuk pengambilan kebijakan berbasis spasial seperti mengukur luas sebidang tanah, mengetahui ketinggian suatu gedung bahkan untuk membentuk model 3D bisa dilakukan dengan menggunakan drone.
Gambar 2. Prinsip dasar Fotogrametri (a) Geometri Foto Tegak dan (b) Mosaic Foto Udara [2]
Namun kenapa drone harus digunakan untuk bencana? Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis [3]. Mengingat bahwa Indonesia dijuluki dengan laboratorium bencana oleh dunia karena segala terkait bencana baik tsunami, gempa bumi, angin topan, banjir, longsor dan lain-lain ada di Indonesia. Selain itu dalam proses mitigasi sangat dibutuhkan data yang akurat agar proses mitigasi bencana atau penanggulangan bencana dapat dilakukan agar korban jiwa dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Salah satu bentuknya adalah dengan memanfaatkan geospasial yakni peta. Peta merupakan komponen utama dalam pengambilan keputusan dan kebijakan agar kedua hal tersebut menjadi terarah dengan benar.
Banyak penelitian terkait dengan kebencanaan dilakukan dengan memanfaatkan drone. Salah satunya adalah melakukan pemantauan aktifitas Gunung Agung di Bali yang dilakukan oleh Departemen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada tahun 2017 dengan drone tipe Buffalo FX-79. Pada ketinggian 4.000 meter, Buffalo FX-79 berhasil melakukan pemotretan kawah Gunung Agung selebar 3,5 x 5 kilometer persegi. Setidaknya, 400 foto berhasil dipotret oleh Buffalo FX-79. Hasilnya nanti berupa mosaic foto udara dan model 3D yang disebut dengan Digital Terrain Model [4] .
Gambar 3. Kondisi kawah Gunung Agung [4]
Melalui teknologi drone, kawasan yang tidak dapat dijangkau oleh manusia dapat diketahui dengan memanfaatkan teknologi ini. Hasilnya kondisi kawah dapat terpantau dengan baik sehingga dapat diketahui kondisi terakhir dari gunung tersebut. Apabila pemotretan dengan drone dilakukan pra dan pasca bencana, maka dapat diketahui perubahan volume dari Gunung Agung.
Selain untuk mengetahui aktifitas dari gunung api, drone juga dapat digunakan untuk mengetahui zonasi rawan bencana tanah longsor yang dilakukan oleh Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro di wilayah Kelurahan Ngesrep, Kecamatan Banyumanik, Semarang. Tahapan awal yang dilakukan adalah melakukan pemotretan udara pada wilayah yang diindikasi rawan terhadap bencana tanah longsor. Salah satu ciri dari wilayah rawan longsor adalah wilayah yang memiliki topografi berbukit. Dari hasil pemotretan udara selanjut dilakukan bentukan mosaic foto udara (pengabungan foto-foto menjadi satu) dan membentuk model 3D untuk menggambarkan kondisi sesungguhnya di wilayah penelitian. Kedua hasil tersebut kemudian digabungkan dengan data curah hujan dan data geologi di wilayah penelitian.
Gambar 4. Pemetaan Rawan Bencana Tanah Longsor[5]
Hasil penggabungan tersebut akan menghasilkan peta rawan bencana yang terdiri dari empat zona yakni zona sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi. Luas dari rawan sangat rendah adalah 73,381 ha (28,84 %), luas dari rawan rendah adalah 108,593 ha (42,68 %), luas dari rawan sedang adalah 42,092 ha (16,45 %) dan luas dari rawan tinggi adalah 30,397 ha (11,95 %) [5]. Hasil dari pemetaan rawan bencana tanah longsor ini dapat digunakan untuk melakukan suatu kebijakan dan keputusan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Dari kedua gambaran penelitian di atas, dapat diketahui bahwa drone tidak hanya sebagai sekedar hiburan semata. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh drone terutama untuk melakukan studi terkait dengan kebencanaan. Harapannya dengan memanfaatkan teknologi drone yang semakin berkembang saat ini, pemetaan terkait kebencanaan di Indonesia menjadi suatu hal yang bukan mustahil lagi dan menjadi harapan baru dalam proses mitigasi bencana dan pengurangan risiko bencana bagi Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Jaimes, A., Kota, S. and Gomez, J., 2008, June. An approach to surveillance an area using swarm of fixed wing and quad-rotor unmanned aerial vehicles UAV (s). In System of Systems Engineering, 2008. SoSE’08. IEEE International Conference on (pp. 1-6). IEEE.
[2] Wolf, P. R. 1983. Elemen Fotogrametri. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
[3] Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 66. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Jakarta.
[4] UGM. 2017. Drone UGM Sukses Memetakan Kawah Gunung Agung. Diakses dari : https://ugm.ac.id/id/berita/14982drone.ugm.sukses.memetakan.kawah.gunung.agung
[5] Azeriansyah, R., Prasetyo, Y. and Yuwono, B.D., 2017. Analisis Identifikasi Dampak Bencana Tanah Longsor dengan Menggunakan Unmanned Aerial Vehicle (Uav)(Studi Kasus: Kelurahan Ngesrep, Kecamatan Banyumanik). Jurnal Geodesi Undip, 6(4), pp.474-484.
Warung Sains Teknologi (Warstek) adalah media SAINS POPULER yang dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia baik kalangan akademisi, masyarakat sipil, atau industri.