Perangkat penyimpanan energi yang sering kita jumpai dalam alat-alat elektronik adalah baterai dan superkapasitor. Baterai menyimpan energi kimia yang dapat dirubah menjadi energi listrik secara langsung. Baterai digunakan untuk beban yang stabil. Untuk beban yang fluktuatif digunakan superkapasitor. Superkapasitor merupakan pengembangan dari kapasitor konvensional. Superkapasitor menyimpan energi dalam bentuk muatan listrik yang dipisahkan oleh bahan dielektrik. Perbedaan antara superkapasitor dan kapasitor adalah luas permukaan elektroda superkapasitor dibuat lebih besar dan ketebalan bahan dielektrik dibuat lebih tipis sehingga mengurangi jarak antar elektroda. Keunggulan superkapasitor dibandingkan baterai adalah proses charge (isi ulang) yang lebih cepat dan siklus pemakaiannya lebih dari 10.000 kali. Prinsip kerja dari superkapasitor ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1. Prinsip kerja superkapasitor[1]
Komponen pada superkapasitor memiliki kesamaan dengan komponen pada baterai. Elektrolit dan elektroda merupakan komponen utama pada baterai dan superkapasitor. Elektrolit asam, basa dan garam merupakan elektrolit yang umum digunakan pada superkapasitor namun masalah korosi pada elektroda menjadi hambatan dalam perkembangan superkapasitor. Elektroda yang umum digunakan adalah material karbon seperti karbon aktif, graphene dan carbon nanotube (CNT)[2].
Pada bulan Februari tahun 2018, para peneliti dari UCLA Henry Samuell School of Engineering and Applied Science dan empat institusi lainnya telah membuat terbosoan baru pada elektroda superkapasitor. Desain elektroda superkapasitor yang mereka buat terinspirasi dari bentuk ranting dan daun pada pepohonan. Pada pepohonan, daun berfungsi untuk melindungi batang/ranting dan meningkatkan luas permukaan untuk penyerapan CO2 dari lingkungan untuk proses fotosintesis[3]. CO2 dapat dianalogikan sebagai ion dan lingkungan dianalogikan sebagai elektrolit.
Sehingga para peneliti menggunakan graphene sebagai “daun” untuk meningkatkan luas permukaan yang melekat pada CNT sebagai “ranting”. Graphene dan CNT dibentuk seperti saluran pipa yang lubangnya berbentuk “hati”. Nantinya, ion akan melewati lubang pipa yang dindingnya tersusun oleh graphene dan CNT. Tim peneliti menyebut elektroda tersebut sebagai Hollow CNT/GP Micro-Conduit[3]. Skema, morfologi dan hasil raman elektroda ditunjukkan oleh Gambar 2.
Gambar 2. CNT/GP Micro-Conduit (a) Ilustrasi skema (b) Hasil SEM (c) Hasil analisa Raman Spectroscopy[3]
CNT dan graphene dibuat menggunakan metode microwave plasama chemical vapor deposition (MPCVD). Metode MPCVD dinilai lebih efisien, hemat waktu dan mudah terkontrol daripada metode chemical vapor deposition (CVD). Tahap pertama adalah membuat CNT menggunakan substrat carbon cloth (kertas karbon)[3]. Kemudian, gas metana (CH4) dan hidrogen (H2) digunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan CNT pada logam Al/Ti sebagai media pertumbuhan. Tahap kedua merupakan tahap pembuatan graphene pada “ranting” CNT dengan menggunakan metode yang sama seperti membuat CNT[3]. Perbedaannya adalah pada laju alir CH4 dan H2 yang digunakan dan waktu pembuatan. Waktu pembuatan CNT adalah 10 menit dan waktu pembuatan graphene adalah 18 menit[3].
Untuk menguji nilai kapasitansi, rapat daya, rapat energi, hambatan dan siklus pemakaian, CNT dan graphene harus dibentuk sel superkapasitor. Sel superkapasitor terdiri dari elektrolit, anoda (elektroda negatif) dan katoda (elektroda positif). Elektrolit yang digunakan adalah 1 M H2SO4. Anoda yang digunakan adalah CNT/GP Micro-Conduit dan katoda yang digunakan adalah CNT/GP Micro-Conduit yang dilapisi logam nikel dan kobalt[3]. Gambar 3(a) menunjukkan luas kapasitansi yang dihasilkan dengan nilai sebesar 500 F/gram. Gambar 3(b) menunjukkan nilai hambatan pada sel superkpasitor yang menggunakan CNT/GP Micro-Conduit hanya sebesar 1,43 ohm. Sel superkapasitor tersebut akan mengalamai penurunan kapasitansi ketika sudah melebihi 20,000 kali pemakaian yang ditunjukkan oleh Gambar 3(c). Pada gambar 3(d), Ragone plot menunjukkan bahwa sel superkapasitor yang menggunakan elektroda CNT/GP Micro-Conduit memiliki nilai rapat energi 4 mWh/cm3 dan rapat daya sebesar 6,5 mW/cm3. Nilai rapat energi tersebut 10 kali lebih besar dari superkapasitor komersial (3,5 V/25-mF)[3].
Gambar 3. Karaktersiasai elektrokimia sel superkapasitor yang menggunakan elektroda CNT/GP Micro-Conduit (a) Siklik voltammetry dengan scan rate 2 – 100 mV/s (b) Kurva Nyquist (c) Stabilitas siklus superkapasitor (d) Perbandingan ragone plot[3]
Para peneliti menjelaskan bahwa diameter “ranting” CNT yang dibuat sebesar 20 – 30 nm. Sementara itu, daun “graphene” memiliki lebar 100 nm[4]. Mereka berharap penelitian ini dapat memberikan warna baru dalam menggunakan elektroda superkapasitor. Bahkan, elektroda CNT/GP Micro-Conduit telah diuji coba pada larutan asam yang dianggap memberikan ketidakstabilan pada elektroda. Elektroda CNT/GP Micro-Conduit juga bekerja dengan baik pada temperatur tinggi[4].
Referensi
[1] Chao, R. 2017. The Fundamentals of Supercapacitor Balancing. Diakses dari : https://www.powerelectronictips.com/fundamentals-supercapacitor-balancing/ pada tanggal 13 Mei 2018
[2] Chen, T dan Dai, L. 2013. Carbon Nanomaterials for High-Performance Supercapacitors. Materials Today, 16, 272-280
[3] Xiong, G., He, P., Lyu, Z., Chen, T., Huang, B., Chen, L dan Fisher, T.S. 2018. Bioinspired Leaves-on-Branchlet Hybrid Carbon Nanostructure for Supercapacitors. Nature Communications 9, 790, 1-11.
[4] Chin, M. 2018. Inspired by Nature : Design for New Electrode Could Boost Supercapacitors’ Performance. Diakses dari : http://newsroom.ucla.edu/releases/electrode-design-inspired-by-nature-boosts-supercapacitor-performance pada tanggal 13 Mei 2018