Pada fotolitografi bagian 1, Warstek telah menjelaskan bahwa jika proses untuk menciptakan teknologi modern diibaratkan dengan sebuah anak panah, maka nock-nya adalah penemuan litografi pada tahun 1798, shaft-nya adalah penemuan fotolitografi di tahun 1826, dan point-nya adalah perkembangan fotolitografi semikonduktor di tahun 1950.
Baca juga: Litografi: Proses yang Melahirkan Teknologi Modern, Bagian 1 – Warung Sains Teknologi (warstek.com)
Anak panah untuk menciptakan teknologi modern
Pada artikel ini, Warstek akan melanjutkan pembahasan mengenai fotolitografi yakni langkah-langkah dalam proses fotolitografi. Sederhananya, fotolitografi adalah proses untuk mem-print teknologi modern. Teknologi modern yang dimaksud adalah teknologi yang telah mengubah manusia dalam hidup, berperilaku, hingga mencari nafkah di zaman now (modern), seperti teknologi elektronika (smarphone, laptop, televisi, robot, dll) dan teknologi fotonika (LED, laser, pandu gelombang, dll).
Berasal dari kata lithos (batu) dan gráphein (tulisan), litografi adalah proses untuk memindahkan/mentransfer suatu gambar yang ada pada cetakan (masker) ke suatu permukaan yang datar dan halus (substrat) secara kimia. Detail proses kimianya dapat dibaca di Litografi: Proses yang Melahirkan Teknologi Modern, Bagian 1. Litografi dipakai pada abad ke 18 untuk mencetak tulisan, lukisan, dan karya seni lainnya yang memiliki permukaan datar. Sedangkan fotolitografi adalah litografi yang proses pembentukan gambarnya dibantu oleh penyinaran (radiasi optis) seperti sinar UV, X-ray, dll.
Komponen-komponen teknologi modern seperti chip, rangkaian terpadu (IC), laser, hingga prosesor dibuat melalui proses fotolitografi[1][2]. Apabila komponen tersebut disusun dan dirangkai menjadi satu, maka jadilah smartphone, jadilah laptop, dan hampir semua alat elektronik yang kita kenal saat ini. Bayangkan jika tidak ada fotolitografi, maka tentu saja berbagai produk teknologi modern akan berukuran sangat-sangat besar.
Seorang insinyur sedang mengecek tabung trioda yang rusak pada komputer digital pertama yakni ENIAC (The Electronic Numerical Integrator and Computer). Foto ini diambil pada tahun 1946 sebelum fotolitografi semikonduktor ditemukan pada tahun 1950. (Sumber: University of Pennsylvania)
Keunggulan utama dari proses fotolitografi adalah kemampuannya untuk membuat dan mencetak suatu gambar/pola hingga ukuran nanometer (nm). Pada 5 Juni 2017, perusahaan chip IBM telah mengumunkan bahwa mereka berhasil membuat transistor seukuran 5 nm dengan extreme ultraviolet (EUV) lithography [3]. Satu nanometer adalah 1/1,000,000,000 meter atau 10-9 meter, ukuran yang sangat-sangat kecil dan tentu saja tidak kasat mata. Jika 1 lembar kertas biasanya memiliki tebal 100.000 nm[4], maka dalam ketebalan 1 lembar kertas tersebut dapat menampung 20.000 transistor buatan IBM.
Jutaan chip IBM berukuran 7 nm yang terdapat pada substrat berukuran 1×2 cm2, menurut Arstechnica IBM tidak merilis foto transistor 5 nm buatannya. (Sumber: Arstechnica)
Dibalik istimewanya fotolitografi, fotolitografi juga memiliki kelemahan yakni membutuhkan substrat yang datar sehingga tidak efektif jika digunakan untuk mencetak gambar/pola pada permukaan yang tidak datar. Selain itu, proses fotolitografi membutuhkan ruangan super bersih yang disebut clean room sehingga membutuhkan biaya pengadaan dan biaya operasional yang sangat mahal. Clean room memastikan bahwa banyaknya debu, partikel aerosol, uap bahan kimia, hingga bakteri yang bertebrangan di udara berada dalam standar yang diizinkan. Di udara bebas biasanya terdapat 35.000.000 partikel. Namun pada clean room, banyaknya partikel yang diizinkan dikelompokkan dalam berbagai kelas. Seperti kelas 10.000 (10k) yang hanya membolehkan maksimal 352.000 partikel saja [5].
Penulis berada di fasilitas clean room milik Photonics Research Center University of Malaya Malaysia. Sebelum masuk clean room, kita diwajibkan memakai baju khusus (bunny suits) layaknya dokter bedah lengkap dengan kaus kaki, sepatu, dan penutup kepala. Setelah memakai baju tersebut, maka kita akan melewati ruangan khusus dimana kita akan dialiri udara yang bertekanan agak tinggi untuk membersihkan debu yang masih menempel.
Ok sekarang kita masuk ke tahapan fotolitografi. Beberapa alat dan bahan dasar dari fotolitografi yang harus dikenal adalah masker, fotoresis, developer, sputter, spin coater, dan hot plate. Berikut adalah penjelasan lebih rincinya:
- Masker pada fotolitografi (sering juga disebut sebagai photomask) dapat diartikan sebagai cetakan yang biasanya transparan dan telah ada gambarnya. Gambar tersebut biasanya adalah pola geometri tertentu yang berwarna hitam.
- Fotoresis adalah bahan kimia berbentuk larutan yang peka terhadap cahaya. Terdapat 2 jenis fotoresis yakni fotoresis positif yang akan luntur dan larut ketika terkena cahaya dan fotoresis negatif yang akan mengeras ketika terkena cahaya.
- Developer adalah bahan kimia berbentuk larutan yang akan melarutkan fotoresis, pada penggunaan fotoresis positif maka developer akan melarutkan bagian subsrat yang tidak tertutupi pola masker sedangkan pada penggunaan fotoresis negatif maka developer akan melarutkan bagian susbtrat yang tertutupi pola masker.
- Sputter adalah alat canggih tempat terjadinya proses bombardir partikel berenergi tinggi (gas terionisasi) ke material target (berbentuk padatan) sehingga partikel-partikel pada material target dapat lepas dan menempel pada permukaan substrat. Proses menggunakan alat sputter disebut sputterring.
- Spin coater (sering juga disebut spinner, tapi bukan fidget spinner) adalah alat untuk melakukan pelapisan ke susbtrat. Lapisan yang dibentuk bisa sangat tipis dan mencapai orde Angstrom (10-10 meter) melalui putaran dengan prinisp gaya sentifugal. Proses menggunakan alat spinner disebut spin coating[6].
- Hot plate adalah alat untuk memanaskan sesuatu dengan prinsip mengkonversi energi listrik menjadi energi termal (panas).
Alat dan bahan dari fotolitografi yang harus dikenal adalah (a) Masker (b) Sputter (c) Spin coater (d) Hot plate
Proses fotolitografi yang lengkap terdiri dari beberapa tahapan. Pada beberapa pabrik yang memproduksi chip seperti IBM, digunakan robotic wafer track untuk menjadikan proses fotolitografi berjalan secara otomatis. Namun untuk skala penelitian di laboratorium, proses fotolitografi dilakukan secara manual. Adapun tahapan yang dilakukan dalam proses fotolitografi diantaranya adalah: (Bersumber pada referensi [6][7][8][9]). <!–nextpage–>
1. Pembersihan substrat
Selama proses fotolitografi, permukaan substrat harus benar-benar dibersihkan sehingga tidak ada debu, minyak, bakteri, atau goresan. Debu biasanya berukuran 0.001 – 40 mikrometer. Jika kita akan membuat komponen dengan ukuran sangat kecil (nanometer dan mikrometer), maka kehadiran debu atau pengotor dapat merusak komponen yang akan dibuat. Pembersihan dapat menggunakan aseton, metanol, deionized water melalui proses ultrasonic cleaner, spin rinse, dan pengelapan biasa. Setelah dibersihkan, substrat juga dipanaskan menggunakan hot plate pada temperatur yang sesuai untuk menguapkan larutan pembersih yang masih menempel.
2. Pelapisan substrat
Pelapisan substrat dilakukan agar lapisan fotoresis atau film dapat menempel dengan sempurna pada permukaan substrat. Pada beberapa pelapis substrat (disebut juga promotor adhesi) yang biasanya digunakan adalah bahan kimia 1,1,1,3,3,3-hexamethyldisilazane (HMDS), TCPS dan xylene untuk substrat silikon, sedangkan trichlorobenzene untuk substrat GaAs. Pelapisan dapat dilakukan dengan spray atau spin coating yang dilanjutkan dengan pemanasan menggunakan hotplate.
3. Pelapisan film
Film adalah lapisan tipis tambahan yang dapat menambah fungsi produk fotolitografi, seperti misalnya pada pandu gelombang optik maka film digunakan untuk memandu jalannya cahaya berdasarkan prinsip pemantulan internal sempurna. Film juga dapat berupa fotoresis sehingga tidak perlu 2 kali pelapisan (pelapisan film yang dilanjutkan pelapisan fotoresis). Pelapisan film dilakukan dengan berbagai cara seperti sputterring, spin coating, dll.
4. Pelapisan fotoresis
Substrat dilapisi fotoresis dengan mekanisme spin coating. Fotoresis yang berwujud cair diteteskan diatas substrat dan kemudian substrat diputar hingga diperoleh lapisan yang seragam. Ketebalan fotoresis biasanya berkisar pada 0.5 hingga 2.5 um pada kecepatan putar 1200 hingga 4800 rpm selama 30 hingga 60 detik.
5. Soft Baking
Soft baking adalah pemanasan setelah proses pelapisan fotoresis. Tujuannya adalah untuk menguapkan larutan pelapis dan memadatkan fotoresis setelah spin coating. Proses softbaking biasanya menggunakan oven pada temperatur 90-100oC selama 20 menit atau menggunakan hotplate 75-85 selama 45 detik. Ketebalan fotoresis akan berkurang 25% selama softbaking baik untuk resis positif dan resis negatif karena memadat dan pelarutnya ter-uapkan. Temperatur dan waktu dalam softbake sangat penting, temperatur dan waktu yang melebihi kondisi optimalnya (over bake) akan menyulitkan proses pembuangan fotoresis pada saat proses developer. Jika temperatur dan waktunya kurang dari kondisi optimal (under bake) maka pelarut fotoresis akan tersisa dan mengganggu proses-proses selanjutnya.
6. Pensejajaran masker
Masker harus dibuat paralel dengan substrat dan sumber sinar fotolitografi. Terdapat 3 metode pensejajaran masker yakni contact aligner, proximity aligner, dan projection aligner.
7. Pemberian cahaya/sinar
Sinar yang digunakan dapat berupa sinar UV, X-ray, dll. Biasanya sinar tersebut memiliki intensitas diatas 100 Watt sehingga ketika memberikan sinar ke substrat kita dilarang untuk melihatnya secara langsung.
8. Developing
Proses penyinaran akan menyebabkan perubahan kimia pada fotoresis. Perubahan kimia tersebut menyebabkan fotoresis dapat dibuang dengan larutan tertentu yang disebut larutan developer dan prosesnya disebut sebagai developing. Pada developing, substrat yang telah terlapisi fotoresis akan dicelupkan kedalam larutan developer. Kemudian wadah larutan developer tersebut digoyang-goyang dengan tangan untuk mempercepat proses pelarutan fotoresis. Pada penggunaan fotoresis positif maka developer akan melarutkan bagian subsrat yang tidak tertutupi pola masker sedangkan pada penggunaan fotoresis negatif maka developer akan melarutkan bagian susbtrat yang tertutupi pola masker.
9. Hard baking
Hard baking adalah proses pemanasan setelah developing. Tujuannya adalah untuk menstabilkan dan mengkeraskan fotoresis yang tersisa sebelum langkah selanjutnya. Selain itu, postbake juga membuang larutan developer yang menempel di permukaan substrat. Waktu dan temperatur hard baking juga sangat penting karena jika tidak optimal maka fotoresisnya dapat terkelupas selama tahap etching atau area yang sudah ada polanya ikut terhapus ketika tahap pembuangan fotoresis.
10. Etching
Pada proses etching, area pada substrat yang tidak ditutupi oleh fotoresis akan dikikis dengan kedalaman tertentu. Sedangkan area yang tertutupi oleh fotoresis tidak mengalami perubahan. Larutan etching berbeda-beda tergantung jenis lapisan yang hendak dikikis. Proses etching atau etsa sudah sangat familiar bagi penggemar elektronika karena tahapan ini adalah tahapan wajib dalam membuat PCB. Namun pada fotolitografi, tidak hanya etching basah seperti pembuatan PCB pada umumnya, terdapat juga etching kering yang disebut plasma etching.
11. Pembuangan fotoresis
Fotoresis hanya membantu dalam pembentukan pola, sehingga harus dibuang setelah pola terbentuk. Untuk membuang fotoresis, digunakan aseton, trichloroethylene (TCE) untuk menghilangkan fotoresis positif atau methyl ethyl ketone (MEK) dan methyl isobutyl ketone (MIBK) untuk menghilangkan fotoresis negatif.
12. Pelapisan pelindung/cover (opsional)
Pelapisan larutan cover untuk melindungi substrat dan pola yang terbentuk dari adanya goresan dan penyebab kerusakan-kerusakan lainnya.
Demikian proses fotolitografi yang dijelaskan dengan bahasa yang sesederhana mungkin, harapannya banyak pemuda dan pelajar Indonesia yang memahami proses fotolitografi dan termotivasi untuk serius membidangi fotolitografi. Jika masih ada yang kurang jelas, silahkan tanyakan dikolom komentar. Oh ya, sampai saat ini penulis telah melakukan pencarian tentang fasilitas clean room di Indonesia, namun sepertinya Indonesia masih belum memiliki fasilitas tersebut. Oleh karena itu, mari kita realisasikan bersama-sama fasilitas clean room di Indonesia agar Indonesia juga dapat berperan aktif dalam menciptakan teknologi modern, turut menjadi produsen teknologi, tidak hanya menjadi konsumen.
Untuk mempelajari lebih lanjut fotolitografi, maka Warstek merekomendasikan buku-buku berikut:
- C. A. Mack, Fundamental principles of optical lithography: the science of microfabrication. Chichester, West Sussex, England ; Hoboken, NJ, USA: Wiley, 2007.
- U. Okoroanyanwu, Chemistry and lithography. Hoboken, N.J. : Bellingham, Wash., USA: Wiley ; SPIE Press, 2010.
- X. Ma and G. R. Arce, Computational lithography. Hoboken, N.J: Wiley, 2010.
- C. M. Sotomayor Torres, Ed., Alternative Lithography. Boston, MA: Springer US, 2003.
- B. Yu and D. Z. Pan, Design for Manufacturability with Advanced Lithography. Cham: Springer International Publishing, 2016.
*Artikel ini dibuat oleh Penulis selama program PKPI-Sandwich Beasiswa PMDSU (Program Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul) Kemenristekdikti selama 4 bulan di University of Malaya Malaysia. Dalam sandwich tersebut, penulis memfabrikasi pandu gelombang optik berbasis silikon untuk filter polarisasi cahaya dan sensor kelembaban dengan material SnO2.
Referensi:
[1] Semiconductor Manufacturing: How a Chip is Made. Diakses pada tanggal 24 Januari 2018
[2] From sand to hand: How a CPU is made. Diakses pada tanggal 24 Januari 2018
[3] IBM unveils world’s first 5nm chip. Diakses pada tanggal 6 Februari 2018.
[4] Size of the nanoscale. Diakses pada tanggal 6 Februari 2018.
[5] What is a Cleanroom? Diakses pada tanggal 6 Februari 2018.
[6] Lim Weng Hong. 2016. Optical Characteristics Of Graphene Oxide Film and its Application In Planar Waveguide Devices. Dissertation. Faculty of Science University of Malaya Kuala Lumpur.
[7] Dr. R. B. Darling. Lecture notes on photolithography. Wake Forest University . Diakses pada 24 Januari 2018
[8] Roger Robbins. 2007. Photomask Making. The University of Texas at Dallas Erik Jonsson School of Engineering.
[9] Photolithography Procedure, SOP. 2013. University of Louisville.
kereeen ?
Terimakasih mbak atas komentarnya. Jangan lupa share link artikel ini ya supaya dapat menjangkau pembaca se-Indonesia 🙂
Apakah ada laboratorium di indonesia yang punya fasilitas untuk proses fotolitografi? (Contoh : mask aligner untuk uv-exposure)
Sejauh pencarian saya belum ada mas, tapi ada isu BATAN mau buat. Semoga segera terealisasi. Di Malaysia ada banyak mas, di UTM ada, di UM ada. Di Singapura juga ada.
Wow. Saya selalu tertarik dg teknologi seperti ini
Saya tertarik mencari tahu apa sih litografi ini krn membaca ttg hp P60 huawei, sanksi amerika dan perusahaan ASML belanda
thanks sudah menulis secara ringan 👍👍