Gempa bumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan tenaga endogen secara tiba-tiba. Tenaga endogen adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang disebabkan oleh perubahan pada kulit bumi. Getaran/gelombang seismik yang terjadi di permukaan bumi diukur dengan alat yang disebut dengan Seismometer[1]. Satuan seismometer tersebut biasanya dinyatakan dalam skala “Richter” atau “Magnitude”.
Nilai skala Richter hingga angka 8
Indonesia adalah salah satu Negara kepulauan di dunia yang dilewati dan berada di antara 4 lempeng utama yang memiliki aktivitas seismik yang relatif besar. Posisi itulah yang menyebabkan sebagian besar kawasan di Indonesia memiliki resiko kejadian gempa bumi yang relatif besar. Dampak dari gempa bumi bisa sangat besar sekali, seperti gedung-gedung roboh dan rusak, jalan raya retak, hilangnya nyawa hingga menciptakan tsunami. Pasca terjadi gempa akan menyebabkan kerugian yang sangat besar serta meninggalkan trauma yang sangat pilu karena banyaknya yang meninggal dunia akibat dari terkena runtuhan bangunan hingga terseret arus tsunami. Perisitiwa gempa bumi terbesar di Indonesia terjadi di Samudra Hindia pada tahun 2004 dengan kekuatan 9.1-9.3 SR yang berakibat pada bencana Tsunami Aceh.
Baca juga Penggunaan Deep Learning dalam Membantu Mendeteksi Gelombang Gravitasi

Berbagai upaya yang dilakukan oleh ilmuwan untuk memecahkan permasalahan bagaimana agar mampu mendeteksi dan mengetahui gejala gempa bumi sedini dan seakurat mungkin. Dalam upaya mencari solusi ini, pada 14 Februari 2018, sebuah tim ilmuwan dari MIT dan Universitas Harvard, menerbitkan makalah penelitian di jurnal Science Advances, berjudul “Convolutional neural network for earthquake detection and location“. Dalam makalah yang ditulis oleh Thibaut Perol et al tersebut, menyatakan bahwa mereka telah menggunakan teknologi Jaringan Saraf Tiruan untuk mendeteksi gempa bumi dan menemukan metode yang lebih akurat dari metode-metode yang sudah ada saat ini.

Dalam penelitian tersebut para ilmuwan terlebih dahulu mempelajari data-data dari gempa bumi yang telah terjadi. Metode-metode yang telah ada ini, relatif cukup mudah untuk mendeteksi gempa besar terutama yang dekat dengan daerah pemukiman penduduk. Namun, kendala yang terjadi pada metode yang telah ada yaitu sulit untuk mendeteksi gempa yang berukuran kecil dan terjadi ditempat-tempat terpencil.
Pendeteksian gempa bumi pada umumnya dilakukan oleh para ilmuwan dengan cara merasakannya secara langsung dan juga dengan cara mendeteksi pergerakan tanah dan mencatatnya pada grafik menggunakan alat deteksi seismograf. Tapi, permasalahannya adalah detektor semacam ini tidak menunjukkan secara akurat mengenai perbedaan antara pergerakan tanah normal dengan gempa kecil.

Dari kesulitan dan kelemahan itulah yang kemudian mengilhami para ilmuwan untuk membuat sebuah algoritma jaringan saraf tiruan dalam membantu mereka untuk memecahkan persoalan ini. Melalui jaringan saraf tiruan Deep Learning (belajar mendalam) yang dinamai dengan ConvNetQuake, para ilmuwan melatih untuk membaca data pada seismograf dan kemudian menggunakannya untuk bagaimana membedakan antara gerakan gangguan (noise) seperti gerakan tanah biasa dengan gempa bumi. Hasil dari penerapan Deep Learning tersebut adalah bahwa mampu mengidentifikasi sebanyak 17 kali lebih banyak terjadi gempa dari pada yang tercatat pada metode yang sudah ada (sebagai perbandingan mereka menggunakan data survei gempa milik tim Geologi Oklahoma).
Baca juga Bagaimana Hasilnya Jika Kecerdasan Buatan dibuat Oleh Kecerdasan Buatan?

Sebagai kesimpulan akhir dan diskusi, bahwa hasil dari penelitian tersebut adalah baik dan bagus dalam kemampuan mendeteksi sebuah gempa secara akurat, cepat, presisi, dan mengetahui lokasi kejadian. Hanya saja kebutuhan yang diinginkan oleh orang-orang adalah sebuah sistem atau perangkat yang mampu memprediksinya sehingga dapat menentukan tindakan apa yang akan dilakukan sebelum gempa itu terjadi. Para periset tersebut pun tidak menyarankan bahwa sistem yang mereka buat dapat melakukannya, hanya saja mereka menyarankan bahwa sistem tersebut dapat digunakan untuk mempelajari lebih banyak tentang gempa bumi yang lebih handal dalam mendeteksi dari metode-metode yang sudah ada. Terakhir, tidak semua gempa terjadi terpusat atau dekat dengan lokasi penduduk, karena ada yang berlokasi sangat jauh dari pemukiman, sehingga dengan pendeteksian lebih awal dan cepat seperti ini akan dapat membantu dalam upaya menyelematkan banyak nyawa dari kejadian gempa[2][3][4].
Referensi:
- Wikipedia, Gempa bumi (https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi) diakses pada 16 Februari 2016
- Yirka, Bob. 2018. “Deep learning neural network used to detect earthquakes“. Tech Xplore, 15 Februari 2018 (https://techxplore.com/news/2018-02-deep-neural-network-earthquakes.html) diakses pada 16 Februari 2016
- Perol, Thibaut et al. 2018. “Convolutional neural network for earthquake detection and location“. Science Advances, 14 Februari 2018 (http://advances.sciencemag.org/content/4/2/e1700578/tab-figures-data) diakses pada 16 Februari 2016
- Perol, Thibaut et al. 2018. “Convolutional neural network for earthquake detection and location“.SCIENCE ADVANCES | RESEARCH ARTICLE 2018 4: e1700578 (paper), 14 Februari 2018