“Allah Swt., menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya melalui peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan. Salah satu peristiwa itu adalah gerhana matahari.”- Prof. Freddy Permana Zen, M.Sc., D.Sc
Tahun 2019 telah berakhir, ditutup dengan fenomena alam yang menarik yakni Gerhana Matahari Cincin (GMC). Tepat tanggal 26 Desember 2019 lalu, GMC terjadi ketika bulan berada di antara bumi dan matahari sehingga bayangan bulan menutupi sebagian dari cahaya matahari. Hal ini yang menyebabkan matahari nampak seperti cincin, apabila diamati dari daerah yang dilalui oleh GMC. Seperti cincin maksudnya gelap di bagian tengah dan terang di bagian pinggir. GMC yang belum tentu selalu dapat diamati langsung dari Indonesia ini tentu menarik perhatian masyarakat dengan berbagai sikap. Mulai dari melakukan pengamatan, sampai mendirikan Sholat Kusuf bagi umat Islam dengan khutbah sebagai salah satu rangkaian acaranya.
Berikut akan dituliskan rangkuman khutbah Solat Kusuf yang disampaikan oleh Prof. Freddy Permana Zen, M.Sc., D.Sc di Masjid Salman ITB. Khutbah yang disampaikan oleh Prof. Freddy Permana Zen, M.Sc., D.Sc adalah terkait pembelajaran dari gerhana matahari.
Khazanah Bagi Orang yang Berpikir
Terjadinya gerhana matahari dan bulan merupakan salah satu cara Allah subhanahu wa ta’ala menunjukkan kebesaran-Nya. Kebesaran ini kerap ditunjukkan dengan fenomena yang melanggar kebiasaan, misalnya setiap hari manusia sudah terbiasa dengan muncul dan tenggelamnya matahari dan bulan, lalu Allah swt. menghilangkan keberadaan matahari atau bulan dari peredaran secara sementara supaya manusia berpikir dan sadar akan kebesaran-Nya dan takut kepada-Nya.
Pengamatan gerhana matahari telah dilakukan sejak awal abad ke-20. Sebelum Indonesia merdeka, April 1901 sebelum teori relativitas (1915), di Sumatera. Ekspedisi astronom dari Sans Fransisko, tiba di Padang setelah berlayar 2 bulan lamanya. Berangkat dari Honololulu Hawai dengan membawa instrumen bermassa 4 ton. Pengamatan itu diabadikan dengan fotografi Krona matahari menggunakan kamera yang memiliki tinggi 40 kaki. Pengamatan pada saat itu dilakukan untuk melihat apakah ada planet lain di antara Matahari dan Merkurius. Belum ada misi lain.
Hikmah penting yang dapat dipetik dari gerhana dan shalat gerhana adalah bahwa manusia dalam Islam harus senantiasa dapat mengambil pelajaran dari ayat-ayat (tanda kekuasaan) Allah swt. dalam dunia keseharian. Konsep ini tertuang di dalam Al-Qur’an sebagai ulul albab yang artinya orang yang berpikir dan berdzikir.
Dalam berpikir, ulul albab merenungkan (tadabbur) fenomena alam dalam keadaan apapun, baik ketika berdiri, duduk, dan berbaring. Tidak cukup hanya demikian, ulul albab juga mengintegrasikan pemikirannya tersebut dengan keimanan dan kesalehan melalui aktivitas mengingat (dzikir) pada Allah swt.. Inilah yang membedakannya dengan sekadar ilmuwan biasa.
Khazanah Ilmu Pengetahuan
Banyak pertanyaan yang belum terjawab terkait fenomena alam semesta. Namun, teori gravitasi Newton mampu menjelaskan tentang pergerakan benda langit selama lebih dari dua abad. Menyadari bahwa teori gravitasi Newton hanya mampu menjelaskan bahwa ruang itu relatif, tapi tidak dangan waktu, Einstein mempublikasikan hasil kajiannya terkait teori relativitas umum. Tepat pada tahun 1915. Hal ini menjadi awal dari kajian tentang alam semesta.
Teori relativitas umum Einstein menyatakan bahwa gravitasi yang selama ini dikenal tiada lain adalah kelengkungan ruang waktu akibat benda bermassa. Teori ini didasarkan oleh prinsip sederhana yang disebut prinsip ekivalensi. Misal ada benda yang berada dalam dua buah roket, roket pertama dipercepat –g akibat medan gravitasi bumi dan roket kedua ditarik ke atas dengan percepatan a tanpa dipengaruhi medan gravitasi bumi. Percepatannya sama, besar –g sama dengan a. Roket pertama ditarik dan roket kedua jatuh. Kedua kondisi berbeda ini ternyata tidak menyebabkan perbedaan percepatan benda yang jatuh bebas dalam kedua roket tersebut menurut pengamat yang juga berda dalam roket. Hal ini menunjukkan bahwa kerangka inersial (tanpa medan gravitasi) sama dengan kerangka yang sedang jatuh bebas dalam medan gravitasi. Inilah yang disebut sebagai prinsip ekivalensi. Secara sederhana dapat diamati pada Gambar 2 dan 3.
Keberadaan massa akan melengkungkan ruang-waktu, dan objek-objek di sekitar massa tersebut akan bergerak mengikuti kelengkungan ruang-waktu tersebut. Gambaran sederhananya, misal ada lembaran karet, kalau kosong maka permukaannya akan datar. Namun apabila ada kelereng cukup besar di permukaan karet tersebut, maka permukaan karet akan melengkung. Karena ada massa dari kelereng. Hal berbeda apabila ada satu lagi kelereng kecil yang mendekati kelereng sebelumnya, maka tidak langsung mendekati namun bergerak berputar mengikuti lengkungan ruang waktu disekitar kelereng tesebut.
Sekarang kita ambil ekivalensinya dengan kelengkungan ruang-waktu. Misalnya, ingin diamati kelengkungan ruang-waktu di sekitar matahari (ekivalen dengan kelereng). Akibat kehadiran benda yang sangat berat (benda masif), yakni matahari, maka ruang-waktu di sekitarnya akan melengkung. Kelengkungan ini diukur oleh tensor Riemann. Dan jika ada planet bumi (ekivalen dengan kelereng) yang berjarak cukup dekat dengan matahari maka planet tersebut tak akan jatuh langsung ke matahari melainkan berputar-putar, yang kita kenal sebagai gerak revolusi. K
Dari contoh di atas disimpulkan bahwa gerak revolusi bumi mengikuti lengkungan ruang-waktu, yang ditimbulkan oleh suatu sumber yang sangat masif yaitu matahari. Sedangkan jika kita berpijak dari teori Newton, gerak revolusi bumi disebabkan oleh gaya sentripetal (gaya tarik matahari terhadap bumi yang arahnya menuju pusat matahari) yang kemudian diimbangi oleh gaya sentrifugal (gaya yang timbul akibat revolusi bumi mengeliling matahari yang besarnya sama dengan gaya sentripetal tetapi berlawanan arahnya), sehingga bumi tidak jatuh ke matahari.
Begitupula cahaya. Apabila mendekati benda yg sangat berat (massis) maka akan belok juga. Cahaya yang merambat lurus melalui kerangka inersial dan kerangka yang sedang jatuh bebas dalam medan gravtasi seolah-olah akan jatuh, melengkung atau ditarik oleh bumi. Hal ini menunjukkan bahwa kalau ada benda bermassa maka cahaya akan melengkung. Kelengkungan cahaya ini juga menunjukkan bahwa adanya benda bermasa akan mengakibatkan kelengkungan ruang-waktu. Seperti di tunjukkan pada Gambar 4.
Pembelajaran Toleransi
Prinsip ekivalensi dan teori relativitas umum yang dipublikasikan Enstein menjadi topik hangat dikalangan ilmuwan, terlebih lagi ilmuwan Inggris. Mereka menganggap bahwa teori relativitas Newton sudah cukup. Terlebih karena Newton berasal dari Inggris dan Einstein dari Jerman. Saat itu Perang Dunia 1 telah memecah ilmuwan dalam hal keberpihakan.
Namun berbeda dengan Arthur Eddington, ilmuwan Inggris yang beranggapan sama dengan Einstein, bahwa ilmuwan tidak perlu ikut berpihak dalam peperangan. Setelah melalui berbagai negosiasi dnegan pemerintahan Inggris, Edington berhasil memperoleh dukungan dan pendanaan dari pemerintah Inggris untuk membuktikan teori relativitas Einstein.
Sayangnya teori relativitas umum dan prinsip ekivalensi Einstein terkait kelengkungan ruang-waktu ini tidak dapat diamati dengan mudah. Bagaimana mengamati bintang-bintang bersamaan dengan adanya matahari yang terangnya justru menghilangkan bintang-bintang tersebut? Caranya adalah dengan melakukan pengamatan pada saat matahari ada, namun cahayanya tertutup. Ini adalah pada saat gerhana matahari total. Eddington memiliki ide untuk melakukan pengamatan teori relativitas Einstein pada saat gerhana matahari total. Tahun 1919 Edington membuktikan saat gerhana di Afrika Barat dan Brazil. Eddington melakukan ekspedisi untuk memotret bintang di sekitar matahari.
Mencari jawaban apakah posisi bintang tetap sama saat ada matahari dengan bintang pada saat tidak ada matahari. Ternyata berbeda, satu melengkung dan satu lurus. Kecil sekali memang sudut pelengkungannya (ilustrasi pada Gambar 5), tapi terjadi. Hal ini membuktikan bahwa Einstein benar. Pembuktian ini tidak mungkin terjadi apabila tidak ada toleransi dari Inggris terhadap teori relativitas Einstein.
Teori relativitas Einstein menjadi dasar teori beberapa aspek dalam astrofisika. Salah satunya adalah pengamatan black hole. Selain itu, teori ini juga menjadi awal pengembangan dan penggunaan lensa gravitasi untuk mengamati alam semesta. Hingga pada suatu kesimpulan bahwa awal alam semesta itu ada dan dapat diperhitungkan, namun tidak tau kapan berakhirnya. Membuktikan bahwa alam semesta itu berhingga waktu namun tidak berbatas ruang. Demikian kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala. Banyak hal yang masih menjadi misteri dan menantikan sumbangsih kita untuk bisa dipelajari.
Referensi:
[1] Paparan Prof. Freddy Permana Zen, M.Sc., D.Sc dalam rangkaian acara Sholat Kusuf di Masjid Salman ITB. Pembelajaran dari Gerhana Matahari. Disampaikan pada 26 Desember 2019.
[2] Kontributor Britannica. 2019. Experimental Evidence for General Relativity. https://www.britannica.com/science/relativity/Experimental-evidence-for-general-relativity. Diakses pada 5 Januari 2019.
[3] Zen, F., Dwiputra, D., Luthfan, H., dkk. 2019. Gerhana Matahari dan Relativitas Einstein. Slide Presentation 26 Desember 2019.
[4] Kontributor Wikipedia. 2019. Teori Relativitas Umum. https://id.wikipedia.org/wiki/Relativitas_umum. Diakses pada 5 Januari 2019.
Septian Ulan Dini, Amateur Physics Teacher skilled in science, writing and research.