Infiltrasi Mikroplastik dalam Makanan: Disrupsi Sistem Farmakologi dan Kesehatan Manusia

Sobat Warstek, pernahkah kalian membayangkan betapa banyaknya sampah plastik yang mengotori lautan kita? Tanpa kita sadari, benda yang sering kita […]

ilustrasi gambar

Sobat Warstek, pernahkah kalian membayangkan betapa banyaknya sampah plastik yang mengotori lautan kita? Tanpa kita sadari, benda yang sering kita gunakan sehari-hari ini telah menjadi ancaman serius bagi lingkungan, terutama ekosistem laut yang semakin tercemar. Plastik bukan hanya merusak keindahan alam, tetapi juga membawa dampak buruk bagi makhluk hidup di dalamnya.

Setiap tahunnya, sekitar 12,7 juta ton limbah plastik masuk ke ekosistem laut. Di antara negara-negara penghasil sampah plastik di dunia, Indonesia menjadi penyumbang terbesar kedua. Dari 3,2 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di Indonesia setiap tahunnya, 1,29 juta ton di antaranya berakhir di lautan.

Di alam, plastik dapat terdegradasi menjadi partikel-partikel kecil berukuran kurang dari 5 mm yang disebut mikroplastik. Mikroplastik dapat bertahan sangat lama, seringkali selama ratusan bahkan ribuan tahun. Karena kelimpahan, daya tahan, dan ukurannya, mikroplastik sering tertelan dan masuk ke dalam organ serta tubuh berbagai organisme laut, di antaranya alga, kerang-kerangan, dan berbagai spesies ikan yang umum dikonsumsi manusia.

Definisi Mikroplastik dan Jenis Bahan Makanan yang Tercemar

  Mikroplastik adalah partikel plastik kecil dengan ukuran kurang dari 5 milimeter, telah muncul sebagai ancaman serius yang mengancam kesehatan lingkungan dan manusia. Meskipun sering kali tidak terlihat oleh mata telanjang, keberadaan mikroplastik telah merambah ke berbagai aspek kehidupan kita, mencemari udara, air, dan tanah.

Dari pakaian sintetis yang kita kenakan hingga produk kosmetik yang kita gunakan, mikroplastik tersebar luas dan sulit dihindari. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran mendalam, mengingat dampaknya yang potensial terhadap kesehatan dan kelestarian lingkungan.   

Mikroplastik dapat ditelan oleh makhluk hidup yang sangat kecil seperti bakteri, amoeba dan plankton yang hidup di perairan hingga akhirnya dimakan oleh pemangsanya seperti ikan atau hewan air lainnya sehingga akan mengalami penimbunan di dalam tubuh hewan pemangsa tersebut.

Mikroplastik dapat masuk ke dalam tubuh manusia salah satunya melalui makanan, misalnya mengkonsumsi ikan atau hewan air yang tercemar limbah plastik, penggunaan garam saat pengawetan ikan dan penggunaan wadah makanan yang terbuat dari plastik. Ketika mikroplastik masuk ke dalam tubuh, partikel-partikel ini dapat menyebabkan peradangan, kerusakan sel, dan gangguan pada sistem kekebalan tubuh.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa mikroplastik dapat membawa bahan kimia berbahaya yang mampu mengganggu sistem endokrin, yang dapat memicu masalah kesehatan jangka panjang seperti gangguan hormon dan penyakit kronis. Selain itu berdasarkan hasil penelitian Eka Chlara Budiarti dari Ecological Observation and Wetlands Conservation menemukan bahwa mikroplastik dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa cara, antara lain pernapasan, pencernaan dan paparan terhadap benda plastik yang sudah mengalami pelapukan.

Secara umum, jenis dan sumber mikroplastik terdiri atas dua jenis yakni :

1.Mikroplastik primer : mikroplastik yang diproduksi dengan tujuan tertentu contohnya polyethylene microbeads yang banyak terdapat dalam produk kecantikan seperti sabun pembersih wajah yang mengandung partikel seperti butiran, kosmetik, pasta gigi, atau produk lainnya


2.Mikroplastik sekunder : plastik berukuran kecil, yang berasal dari degradasi atau penghancuran sampah/ limbah plastik sekali pakai yang berukuran lebih besar baik di laut atau di daratan, seperti sampah plastik kresek, botol plastik, gelas plastik, wadah berbahan plastik, jaring penangkap ikan, pakaian, hingga ban kendaraan. Degradasi terjadi setelah sampah tersebut dibuang ke lingkungan, dan melalui proses perubahan cuaca (paparan sinar matahari dan hujan) dan dinamika alam (hempasan ombak, tiupan angin, dsb) dalam jangka waktu tertentu, sampah plastik yang ukurannya besar tersebut menjadi hancur dengan ukuran kecil.


3.Mikroplastik yang dihasilkan pada saat penggunaan produk : Mikroplastik dapat dihasilkan pada saat penggunaan suatu produk, seperti penggunaan/ pencucian pakaian berbahan sintetis plastik dapat meninggalkan serpihan benang berbahan plastik sintetis, atau penggunaan ban kendaraan yang bergesekan dengan jalan akan menggalkan serpihan, yang mana pada waktu tertentu akan hancur dan bercampur dengan emisi debu.

Kandungan bahan kimia pada mikroplastik antara lain :

a. Bisphenol – A (BPA) adalah bahan kimia yang digunakan untuk menghasilkan plastik polikarbonat yang kuat seperti wadah makanan, produk- produk kebersihan seperti sapu plastik, kemoceng plastik.
b. Ftalat (phthalate) adalah bahan kimia untuk menghasilkan plastik yang fleksibel, transparan, dan tahan lama seperti pada wadah makanan,
c. Dioksin adalah bahan kimia yang merupakan produk sampingan herbisida dan pemutih kertas yang mencemari lingkungan, Polietilen dan polipropilen adalah bahan kimia yang digunakan untuk kemasan plastik dan produk plastik lainnya seperti polyethylene terephthalate (PET), high density polyethlene (HDPE), low density polyethylene (LDPE), dan polypropylene (PP)

Interaksi Mikroplastik dengan Obat

Interaksi antara mikroplastik dan obat-obatan, terutama antibiotik, dapat menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Mikroplastik memiliki kemampuan untuk menyerap obat-obatan di permukaannya, sehingga dapat menjadi vektor yang membawa antibiotik ke berbagai ekosistem. Hal ini berpotensi meningkatkan konsentrasi antibiotik di lingkungan, yang pada gilirannya dapat mendorong perkembangan bakteri resisten dan penyebaran gen resistensi antibiotik.

Selain itu, mikroplastik juga dapat mengganggu efektivitas pengobatan dengan menyerap obat dari sistem pencernaan manusia, sehingga menurunkan bioavailabilitasnya atau, sebaliknya, melepaskannya secara tiba-tiba dan menyebabkan efek toksik. Lebih jauh lagi, mikroplastik yang mengandung residu obat dapat masuk ke rantai makanan melalui konsumsi air atau makanan laut yang terkontaminasi, berpotensi menyebabkan paparan kronis terhadap zat farmasi dalam dosis rendah.

Mikroplastik memiliki kemampuan untuk menyerap berbagai jenis obat-obatan, seperti ibuprofen, diklofenak, dan naproxen, sehingga dapat berfungsi sebagai vektor yang membawa kontaminan farmasi ke dalam lingkungan.

Selain itu, mikroplastik juga dapat menyerap antibiotik dan menyebarkannya melalui rantai makanan, yang berpotensi meningkatkan risiko paparan antibiotik pada berbagai organisme. Tidak hanya itu, mikroplastik dapat berinteraksi dengan logam berat, membentuk kombinasi yang mendukung penyebaran patogen manusia yang resistan terhadap obat.

Dalam konteks yang lebih luas, mikroplastik berperan sebagai vektor gen resistensi antibiotik (ARG) di berbagai lingkungan, termasuk limbah, perairan, dan ekosistem terestrial, yang pada akhirnya dapat memicu penyebaran bakteri resistan antibiotik (ARB).

Akumulasi mikroplastik dalam jaringan biologis melalui rantai makanan semakin memperburuk dampaknya, karena dapat menyebabkan toksisitas yang menyebar ke seluruh organisme yang terlibat. Oleh karena itu, mikroplastik tidak hanya berperan sebagai polutan fisik, tetapi juga sebagai agen penyebaran zat berbahaya yang mengancam kesehatan manusia dan ekosistem secara keseluruhan.

Mengingat banyaknya obat-obatan dan mikroplastik yang masuk ke lingkungan perairan alami, sangat penting untuk memantau dan menyelidiki implikasi lingkungan yang ditimbulkan oleh zat-zat ini secara individual, sebagai kompleks, dan sebagai kemungkinan polutan yang dapat membentuk agregat dengan bahan organik yang terjadi secara alami.

Studi ini menunjukkan penyerapan obat-obatan berdasarkan salinitas lingkungan perairan, yang menunjukkan bahwa salinitas yang lebih rendah. Secara umum, meningkatkan kemampuan penyerapan mikroplastik dan dengan demikian pembentukan kompleks mikroplastik-farmasi, hal ini mengarah pada kesimpulan bahwa badan air tawar dan laut dengan salinitas rendah memiliki risiko lebih besar untuk dipengaruhi oleh penghuni perairannya oleh polutan baru ini.

Sungai air tawar, yang sering kali mengandung kadar bahan organik tinggi, seperti zat humik, berisiko tinggi terhadap kontaminasi farmasi. Studi menunjukkan bahwa obat-obatan dari air limbah yang telah diolah dapat membentuk kompleks dengan zat humik saat memasuki sungai dan mengalir ke laut. Lebih penting lagi, salah satu sumber utama mikroplastik di sungai air tawar adalah pabrik pengolahan air limbah, di mana obat-obatan yang terbuang dapat bersentuhan dengan mikroplastik dan membentuk kompleks mikroplastik-farmasi.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kompleks tersebut dapat secara efektif menyerap zat humik, membentuk struktur besar yang kemudian berpotensi dicerna oleh hewan akuatik. Nasib senyawa ini dalam organisme, proses metabolismenya, serta efek biologis dari obat-obatan yang terserap masih belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana berbagai jenis obat dapat menyebar melalui rantai makanan melalui struktur kompleks ini.

Baca juga artikel lainnya: https://warstek.com/vape-kesehatan/

Potensi Efek Samping dan Risiko Konsumsi Mikroplastik Jangka Panjang

Mikroplastik membawa berbagai dampak negatif bagi kesehatan manusia, sebagaimana yang dikutip dari penelitian Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO. Salah satu ancaman utama adalah gangguan sistem endokrin akibat zat aditif dalam plastik yang dapat mengganggu keseimbangan hormon dalam tubuh. Selain itu, mikroplastik juga dapat terakumulasi di saluran pencernaan hewan laut seperti ikan dan kerang, sehingga berpotensi masuk ke rantai makanan manusia dan meningkatkan risiko paparan zat berbahaya.

Partikel mikroplastik yang sangat kecil bahkan dapat berinteraksi dengan sistem kekebalan tubuh, menyebabkan stres oksidatif, perubahan DNA, serta meningkatkan risiko peradangan dan kanker akibat akumulasi benda asing dalam tubuh. Tidak hanya itu, mikroplastik juga dapat terhirup melalui polusi udara, mengendap di saluran pernapasan, dan mengganggu fungsi paru-paru.

Bahkan, interaksi mikroplastik dengan darah melalui proses absorpsi dapat menyebabkan pembengkakan usus serta berdampak pada organ lainnya. Dengan semakin meluasnya kontaminasi mikroplastik di lingkungan, diperlukan kesadaran dan upaya lebih lanjut untuk mengurangi penggunaannya demi menjaga kesehatan manusia dan ekosistem secara keseluruhan.

Solusi untuk Mengurangi Risiko Dampak Penggunaan Mikroplastik

Pengelolaan mikroplastik dalam konteks kesehatan dan lingkungan dapat dianalisis melalui pendekatan teoritis berbasis prinsip keberlanjutan dan ekotoksikologi. Mikroplastik, yang didefinisikan sebagai partikel plastik berukuran kurang dari 5 mm, telah menjadi isu global yang berkontribusi pada pencemaran lingkungan dan berpotensi membahayakan kesehatan manusia.

Menurut teori ekologi industri, pengurangan limbah plastik harus dilakukan dengan pendekatan circular economy yang menekankan pada optimalisasi siklus hidup material melalui strategi Reduce, Reuse, dan Recycle (3R). Dalam konteks ini, pengurangan (Reduce) mengacu pada upaya untuk membatasi produksi dan konsumsi plastik sekali pakai, yang menjadi sumber utama mikroplastik.

Penggunaan kembali (Reuse) mendorong pemanfaatan barang berbahan plastik dalam jangka waktu lebih panjang guna mengurangi pembentukan limbah baru. Sementara itu, daur ulang (Recycle) bertujuan untuk mengolah kembali plastik bekas menjadi produk yang dapat digunakan kembali, sehingga meminimalkan akumulasi mikroplastik di lingkungan.

Selain aspek pengelolaan limbah, pendekatan toksikologi lingkungan menyoroti bagaimana mikroplastik dapat menjadi vektor kontaminan berbahaya, termasuk senyawa endokrin disruptor dan polutan organik persisten (persistent organic pollutants atau POPs), yang berpotensi mengganggu sistem fisiologis manusia.

Pemanasan makanan dalam wadah plastik, misalnya, dapat mempercepat pelepasan bahan kimia berbahaya seperti bisfenol A (BPA) dan ftalat, yang telah terbukti memiliki efek negatif terhadap sistem endokrin. Oleh karena itu, dari perspektif toksikologi, penghindaran penggunaan wadah plastik dalam pemanasan makanan menjadi langkah preventif yang esensial dalam mitigasi risiko kesehatan.

Lebih lanjut, konsep perilaku konsumsi berkelanjutan dalam ilmu sosial dan ekonomi menekankan pentingnya pergeseran pola konsumsi dari produk berbasis plastik menuju alternatif ramah lingkungan. Konsumen diharapkan lebih selektif dalam memilih produk dengan kemasan non-plastik atau yang dapat didaur ulang dengan lebih efisien.

Pemilahan sampah plastik yang memiliki nilai ekonomi juga sejalan dengan pendekatan waste-to-resource, di mana limbah plastik dapat diolah kembali menjadi bahan baku industri, mengurangi ketergantungan terhadap produksi plastik baru, serta menekan pencemaran lingkungan yang berkontribusi terhadap akumulasi mikroplastik di ekosistem perairan dan daratan.

Dengan memahami mikroplastik melalui perspektif teoritis multidisiplin yang mencakup ekologi industri, toksikologi lingkungan, serta perilaku konsumsi berkelanjutan dapat dirumuskan strategi yang lebih komprehensif dalam mitigasi dampaknya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Implementasi kebijakan berbasis bukti serta edukasi publik menjadi faktor krusial dalam mengubah pola konsumsi dan produksi agar lebih berorientasi pada keberlanjutan dan kesehatan jangka panjang.

Pendekatan Teoritis dalam Penanganan Mikroplastik melalui Kebijakan dan Penelitian

Dalam perspektif kebijakan lingkungan dan kesehatan publik, pendekatan regulatif terhadap mikroplastik berlandaskan pada teori Environmental Governance, yang menekankan pentingnya keterlibatan berbagai pemangku kepentingan dalam mitigasi dampak lingkungan.

Regulasi terkait pembatasan penggunaan mikroplastik dalam produk industri, misalnya, dapat didasarkan pada prinsip Precautionary Principle, di mana pemerintah bertindak secara preventif meskipun terdapat ketidakpastian ilmiah mengenai dampak jangka panjangnya. Pembatasan ini mencakup pelarangan mikroplastik dalam kosmetik, deterjen, dan produk konsumsi lainnya yang berkontribusi terhadap kontaminasi lingkungan.

Dukungan terhadap organisasi lingkungan dan gerakan sosial juga dapat dianalisis melalui pendekatan teori Environmental Advocacy, yang menyoroti bagaimana kelompok masyarakat dan LSM memainkan peran penting dalam mendorong perubahan kebijakan serta meningkatkan kesadaran publik. Melalui kampanye dan advokasi berbasis bukti ilmiah, kelompok ini dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah serta menekan industri untuk mengadopsi praktik yang lebih ramah lingkungan.

Dari perspektif penelitian dan pengembangan, teori Technological Innovation System (TIS) menekankan bahwa inovasi teknologi dalam deteksi dan pengelolaan mikroplastik membutuhkan dukungan institusional serta koordinasi antar pemangku kepentingan.

Pendanaan riset oleh pemerintah berperan dalam menciptakan ekosistem inovasi yang memungkinkan pengembangan teknologi penyaringan mikroplastik di sistem air, bioteknologi degradasi plastik, serta material alternatif pengganti plastik konvensional.

Selain itu, kerjasama internasional dalam penelitian dan pengembangan kebijakan berlandaskan pada teori Global Environmental Governance, yang menekankan pentingnya koordinasi lintas negara dalam menangani masalah lingkungan yang bersifat transnasional.

Mikroplastik berasal dari dua sumber utama, yaitu mikroplastik primer yang sengaja diproduksi untuk tujuan tertentu dan mikroplastik sekunder yang terbentuk akibat degradasi limbah plastik. Sampah plastik yang berasal dari aktivitas industri maupun rumah tangga, ketika dibuang ke lingkungan, akan mengalami proses degradasi alami.

Paparan sinar matahari, kelembaban akibat hujan, serta interaksi dengan angin atau ombak menyebabkan plastik terurai menjadi partikel kecil dalam jangka waktu tertentu. Butiran mikroplastik ini kemudian bercampur dengan lingkungan, baik di tanah, sedimen perairan, maupun air itu sendiri.

Mikroplastik yang masuk ke dalam ekosistem perairan seperti sungai dan laut berisiko tinggi dikonsumsi oleh organisme akuatik, termasuk plankton, ikan kecil, hingga predator tingkat tinggi. Akumulasi mikroplastik dalam rantai makanan ini dikenal sebagai bioaccumulation.

Ketika manusia mengonsumsi ikan atau hasil laut lainnya yang telah terpapar mikroplastik, maka partikel plastik ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia. Hal ini berpotensi menimbulkan dampak kesehatan jangka panjang, mengingat mikroplastik dapat membawa zat kimia berbahaya yang melekat pada permukaannya.

Salah satu cara sederhana untuk mengurangi paparan mikroplastik adalah dengan merebus air, terutama air yang memiliki kandungan kalsium tinggi. Proses ini telah terbukti mampu menghilangkan hampir 90% partikel nano dan mikroplastik dalam air. Oleh karena itu, pemanfaatan metode ini dapat menjadi langkah praktis dalam mengurangi risiko konsumsi mikroplastik melalui air minum sehari-hari.

Penanganan mikroplastik memerlukan pendekatan yang komprehensif, baik melalui regulasi yang membatasi penggunaannya, advokasi lingkungan, maupun penelitian dan inovasi teknologi. Kerjasama antara pemerintah, industri, dan masyarakat sangat penting dalam upaya mengurangi pencemaran mikroplastik serta melindungi kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan.

Referensi:

  1. CNBC Indonesia. (2024, 3 Juni). Studi: Indonesia paling banyak konsumsi mikroplastik di dunia. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20240603074725-33-543204/studi-indonesia-paling-banyak-konsumsi-mikroplastik-di-dunia
  2. Kompas. (2024, 31 Mei). Masyarakat Indonesia konsumsi mikroplastik terbanyak di dunia. Kompas. https://www.kompas.com/sains/read/2024/05/31/203300123/masyarakat-indonesia-konsumsi-mikroplastik-terbanyak-di-dunia
  3. Kementerian Kesehatan RI. (n.d.). Mikroplastik: Wujudnya tak nampak dan dampaknya tak terduga. Ayo Sehat Kemenkes. https://ayosehat.kemkes.go.id/mikroplastik–wujudnya-tak-nampak-dan-dampaknya-tak-terduga
  4. Detikcom. (2023, 21 Desember). Mikroplastik, seberapa bahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia? Detik. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6935505/mikroplastik-seberapa-bahaya-bagi-lingkungan-dan-kesehatan-manusia
  5. Scientific American. (n.d.). From fish to humans, a microplastic invasion may be taking a toll. Scientific American. https://www.scientificamerican.com/article/from-fish-to-humans-a-microplastic-invasion-may-be-taking-a-toll/

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top