Kolaborasi Jepang-China untuk Eksplorasi Mineral Langka

Sebuah perusahaan milik negara di China sedang merencanakan eksperimen besar-besaran untuk menambang sumber daya mineral di perairan internasional Samudra Pasifik, termasuk di area sekitar Pulau Minami-Torishima, Jepang. Rencana ini menjadi perhatian global karena dianggap sebagai eksperimen pertama di dunia yang menggunakan teknologi canggih untuk melakukan penambangan pada kedalaman lebih dari 5.000 meter di bawah permukaan laut. Kedalaman ini menghadirkan tantangan luar biasa, baik dari segi teknis maupun lingkungan.

Sebuah perusahaan milik negara di China sedang merencanakan eksperimen besar-besaran untuk menambang sumber daya mineral di perairan internasional Samudra Pasifik, termasuk di area sekitar Pulau Minami-Torishima, Jepang. Rencana ini menjadi perhatian global karena dianggap sebagai eksperimen pertama di dunia yang menggunakan teknologi canggih untuk melakukan penambangan pada kedalaman lebih dari 5.000 meter di bawah permukaan laut. Kedalaman ini menghadirkan tantangan luar biasa, baik dari segi teknis maupun lingkungan.

Jika eksperimen ini berhasil dan penambangan komersial diizinkan, China berpotensi menguasai rantai pasokan global untuk logam langka. Logam-logam ini sangat penting dalam berbagai industri teknologi tinggi, termasuk pembuatan perangkat elektronik, baterai, hingga komponen energi terbarukan. Dengan kontrol atas sumber daya ini, China bisa menjadi pemain dominan dalam perdagangan logam langka internasional.

Namun, penting untuk memahami bahwa sumber daya mineral di dasar laut di perairan internasional tidak dimiliki oleh negara tertentu. Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, sumber daya ini dianggap sebagai “warisan bersama umat manusia,” artinya mereka harus dimanfaatkan untuk kepentingan seluruh dunia, bukan hanya satu negara. Semua aktivitas terkait eksplorasi dan penambangan sumber daya mineral di perairan internasional diawasi oleh International Seabed Authority (ISA), sebuah badan yang berbasis di Jamaika. ISA bertugas memastikan bahwa eksplorasi dasar laut dilakukan secara adil, berkelanjutan, dan tidak merusak lingkungan laut. Rencana China ini tidak hanya menjadi langkah maju dalam teknologi penambangan laut dalam, tetapi juga membuka diskusi global tentang hak, pengelolaan, dan dampak eksploitasi sumber daya dasar laut.

Saat ini, belum ada aturan internasional yang secara resmi mengizinkan pengembangan komersial mineral dasar laut di perairan internasional. Namun, International Seabed Authority (ISA) memberikan hak eksklusif kepada negara dan perusahaan yang memiliki kemampuan teknologi tertentu untuk mengeksplorasi wilayah laut tertentu sebagai langkah persiapan pengembangan di masa depan.

Salah satu uji coba besar akan dilakukan oleh Beijing Pioneer Hi-Tech Development Corp, perusahaan milik negara China yang telah menerima hak eksplorasi eksklusif dari ISA di dua lokasi di perairan internasional dekat Pulau Minami-Torishima, Jepang. Pulau ini adalah bagian dari Kepulauan Ogasawara yang terletak di bawah yurisdiksi Tokyo. Dalam rencana yang diajukan ke ISA, perusahaan tersebut merencanakan eksperimen penambangan selama 20 hari sekitar bulan Agustus tahun depan. Lokasi penambangan berada sekitar 600 kilometer dari Pulau Minami-Torishima, tepat di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang.

Selama eksperimen, perusahaan berencana menggunakan peralatan khusus yang ditangguhkan dari kapal depot untuk menyedot nodul mangan—batuan kaya logam langka yang ditemukan di dasar laut—dari area seluas sekitar 250.000 meter persegi. Nodul ini akan dikumpulkan hingga 7.500 ton tanpa diangkat ke permukaan. Selain itu, perusahaan juga berencana untuk meneliti dampak lingkungan dari aktivitas penambangan terhadap ekosistem dasar laut.

Perusahaan lain milik negara China, China Minmetals Corp, juga berencana untuk melakukan eksperimen serupa di perairan internasional lepas pantai Hawaii. Mereka berencana mengumpulkan sekitar 1.300 ton nodul mangan antara Juli dan Oktober, dan sebagian dari hasilnya akan diangkat ke permukaan untuk penelitian lebih lanjut.

Di sisi lain, ISA sedang berusaha merumuskan aturan internasional terkait ekstraksi mineral dari dasar laut dan regulasi perdagangan komersialnya. Peraturan ini diharapkan dapat disahkan pada pertemuan umum yang direncanakan pada musim panas mendatang. Jika perdagangan komersial akhirnya diizinkan, perusahaan-perusahaan China, yang telah mengembangkan teknologi penambangan laut dalam, berpotensi memulai ekstraksi skala besar dan mendominasi pasar logam langka internasional.

Logam langka, termasuk yang ditemukan dalam nodul mangan, sangat penting untuk berbagai teknologi canggih seperti baterai kendaraan listrik dan perangkat elektronik modern. Karena itu, negara-negara di seluruh dunia berlomba-lomba mengakses sumber daya ini. Sayangnya, Jepang tertinggal dalam teknologi yang diperlukan untuk menambang dan memanfaatkan logam ini, dibandingkan dengan China dan negara-negara Barat.

Di dalam ZEE mereka, negara-negara diizinkan untuk mengembangkan sumber daya dasar laut secara komersial. Pemerintah Jepang telah menetapkan target ambisius dalam strategi nasionalnya, yaitu memulai pengembangan komersial tanah jarang pada tahun fiskal 2028 atau setelahnya. Namun, proyek uji coba yang direncanakan oleh Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology dan mitranya masih berskala kecil dan diperkirakan baru akan dimulai paling cepat pada tahun fiskal 2026.

Dengan keunggulan teknologi yang dimiliki China dan perkembangan yang pesat, ada risiko bahwa negara-negara seperti Jepang bisa semakin tertinggal dalam persaingan untuk mendapatkan sumber daya yang sangat penting untuk masa depan teknologi dan energi bersih global.

Dikutip dari detik.com Prof. Yasuhiro Kato dari Universitas Tokyo mengatakan “Jika China berhasil dalam eksperimen penambangan laut dalam skala besar yang direncanakan, mereka akan membawa teknologi pertambangan mereka ke tingkat tertinggi di dunia” . Hal ini menunjukkan betapa pentingnya eksperimen ini dalam mendorong dominasi teknologi China di sektor penambangan laut dalam.

Prof. Kato juga menyoroti bahwa Jepang perlu bergerak lebih cepat untuk mengembangkan sumber daya mineral yang ada di dasar lautnya. Sebagai negara yang memiliki banyak potensi sumber daya dasar laut di dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)-nya, Jepang memiliki peluang besar untuk memanfaatkan kekayaan ini. Namun, peluang ini hanya bisa dimaksimalkan jika Jepang meningkatkan upaya dan investasinya dalam teknologi eksplorasi dan ekstraksi mineral.

Menurut Prof. Kato, percepatan ini sangat penting mengingat logam langka di dasar laut menjadi bahan utama untuk berbagai teknologi masa depan, seperti baterai kendaraan listrik, energi terbarukan, dan perangkat elektronik canggih. Dengan memanfaatkan keunggulan geografisnya, Jepang dapat menjadi pemain utama dalam sektor strategis ini, bersaing dengan China dan negara-negara lain yang juga berlomba-lomba menguasai teknologi penambangan laut dalam.

REFERENSI:

Shen, Mengling dkk. 2024. Detection of manganese nodule ore based on underwater hyperspectral imaging technology. Proceedings Volume 13157, Sixth Conference on Frontiers in Optical Imaging and Technology: Applications of Imaging Technologies; 131571E (2024) https://doi.org/10.1117/12.3021063

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *