Kebakaran hutan adalah bencana lingkungan yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia. Bencana ini membawa dampak serius terhadap kesehatan manusia, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Berdasarkan informasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bahaya kesehatan akibat bencana ini salah satunya terkait dengan paparan partikel halus.
Kebakaran di hutan akan menghasilkan asap yang mengandung partikel halus (PM2.5), gas beracun seperti karbon monoksida (CO), dan senyawa organik volatil (VOC). PM2.5 adalah partikel kecil yang dapat masuk ke saluran pernapasan dan menembus paru-paru hingga ke aliran darah. Paparan ini berisiko menyebabkan:
- Gangguan pernapasan seperti asma, bronkitis, dan infeksi saluran pernapasan akut.
- Penyakit kardiovaskular termasuk serangan jantung dan stroke.
- Kematian dini terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan individu dengan penyakit kronis.
Selain itu, kejadian ini banyak mempengaruhi keseimbangan ekosistem. Di samping menghancurkan ekosistem, kebakaran hutan juga menyebabkan perubahan mendasar pada pola hidrologi, kualitas air, dan stabilitas tanah, sebagaimana penjelasan pada jurnal oleh Moazeni dan Cerdà (2024) mengenai respons hidrologis kawasan aliran sungai akibat kebakaran hutan.
Perubahan Pola Hidrologi Akibat Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan memengaruhi sistem hidrologi dengan mengubah kemampuan tanah dalam menyerap air. Panas ekstrem dari api sering kali menciptakan lapisan tanah hidrofobik, yang mengurangi infiltrasi air dan meningkatkan limpasan permukaan. Beberapa penelitian mencatat bahwa limpasan permukaan pasca-kebakaran dapat meningkat hingga 500% di wilayah tertentu, khususnya di kawasan Mediterania yang curam dan sering menerima hujan deras.
Selain itu, kebakaran hutan juga mengubah siklus air tanah. Hilangnya vegetasi yang berfungsi sebagai penahan air hujan menyebabkan pengurangan pengisian ulang air tanah dan perubahan aliran dasar sungai. Dampak ini bersifat jangka panjang, mengurangi ketersediaan air untuk kebutuhan manusia dan ekosistem.
Peningkatan Erosi dan Sedimentasi
Kebakaran hutan menyebabkan hilangnya vegetasi pelindung tanah, yang pada gilirannya meningkatkan risiko erosi. Akibatnya, aliran sedimen ke sungai dan danau meningkat, menyebabkan sedimentasi yang dapat memengaruhi kualitas air dan kapasitas penyimpanan waduk. Studi menunjukkan peningkatan hasil sedimen hingga 320% di daerah terdampak kebakaran. Sedimen ini tidak hanya mengurangi kualitas air tetapi juga dapat menyumbat saluran irigasi dan merusak habitat perairan.
Degradasi Kualitas Air
Asap dan abu hasil pembakaran sering kali mengandung senyawa kimia seperti fosfor, nitrat, dan logam berat yang dapat terlarut dalam air hujan dan terbawa ke badan air. Peningkatan konsentrasi fosfor hingga 217% telah dilaporkan, yang dapat memicu eutrofikasi di danau dan sungai, menyebabkan pertumbuhan alga berlebih yang berbahaya bagi kehidupan air. Selain itu, lonjakan kadar nitrat dan amonia dapat menjadi racun bagi ikan dan organisme akuatik lainnya.
Baca juga: Apakah Manfaat Lingkungan dari Budidaya Kelapa Sawit Sebanding dengan Keberadaan Hutan?
Dampak pada Ekosistem
Kebakaran hutan memengaruhi struktur dan fungsi ekosistem dengan cara mengubah keanekaragaman hayati dan komposisi spesies. Hilangnya vegetasi asli dapat membuka peluang bagi spesies invasif untuk tumbuh, yang mengubah dinamika ekosistem. Selain itu, habitat hewan liar sering kali hancur, menyebabkan migrasi atau bahkan kepunahan spesies lokal.
Konsekuensi Sosial dan Ekonomi
Dampak kebakaran hutan meluas ke masyarakat dengan meningkatkan tekanan pada sumber daya air dan kesehatan. Air yang tercemar oleh abu dan sedimen memerlukan pengolahan tambahan, meningkatkan biaya penyediaan air bersih. Selain itu, risiko banjir akibat peningkatan limpasan permukaan dapat merusak infrastruktur dan lahan pertanian, menambah kerugian ekonomi.
Upaya Pemulihan dan Pencegahan
Untuk mengurangi dampak kebakaran hutan, diperlukan pendekatan terpadu yang mencakup pengelolaan vegetasi, reboisasi, dan pengendalian erosi. Penggunaan teknologi seperti pemodelan hidrologi dan penginderaan jauh dapat membantu memprediksi dampak kebakaran dan merancang strategi pemulihan yang efektif. Rehabilitasi ekosistem pasca-kebakaran juga penting untuk memulihkan fungsi tanah dan aliran air.
Dampak Kebakaran Hutan di Peru: Studi Kasus di Wilayah Andean
Kebakaran hutan merupakan salah satu ancaman utama terhadap ekosistem, khususnya di kawasan dataran tinggi Andes di Peru. Kebakaran ini tidak hanya merusak tutupan vegetasi tetapi juga menyebabkan perubahan signifikan pada sifat fisik dan kimia tanah. Berdasarkan penelitian terbaru, dampak kebakaran hutan di Peru sangat bergantung pada tingkat keparahan kebakaran dan jenis ekosistem yang terkena dampak.

Sumber: canva.com
1. Pengaruh pada Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Kebakaran hutan di Peru berdampak signifikan pada sifat tanah, terutama pada tanaman Pinus radiata dan semak belukar. Penelitian menunjukkan bahwa kebakaran dengan intensitas tinggi meningkatkan tingkat hidrofobisitas tanah, yang menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi air. Tanah yang terkena kebakaran menunjukkan tingkat hidrofobisitas yang lebih tinggi di kedalaman 1 cm dibandingkan dengan tanah yang tidak terbakar.
Perubahan sifat kimia tanah juga teridentifikasi, termasuk:
- Penurunan pH tanah, terutama di daerah yang terkena kebakaran, yang dapat memengaruhi ketersediaan nutrisi.
- Peningkatan kandungan fosfor dan kalium, yang disebabkan oleh abu hasil pembakaran.
- Penurunan karbon organik dan bahan organik, yang menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah.
- Penurunan kapasitas tukar kation (CEC), yang memengaruhi kemampuan tanah untuk menyimpan nutrisi.
2. Dampak pada Regenerasi Vegetasi
Kebakaran di kawasan Andean Peru menunjukkan variasi dalam tingkat regenerasi vegetasi. Kawasan hutan pinus yang terbakar cenderung memerlukan waktu lebih lama untuk pulih dibandingkan dengan semak belukar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mekanisme regenerasi alami antarjenis vegetasi. Pada beberapa kasus, kebakaran dapat membantu regenerasi tumbuhan tertentu, seperti pinus, yang membutuhkan panas untuk membuka kerucut bijinya.
Namun, regenerasi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pasca-kebakaran, termasuk curah hujan dan pengelolaan lahan. Studi menunjukkan bahwa kawasan yang terbakar dengan tingkat keparahan rendah memiliki potensi regenerasi lebih cepat dibandingkan dengan kawasan yang terkena kebakaran parah.
3. Risiko Erosi dan Kualitas Air
Salah satu dampak utama dari kebakaran hutan di Peru adalah peningkatan risiko erosi tanah. Hilangnya vegetasi pelindung tanah mengakibatkan aliran air permukaan yang lebih tinggi, yang membawa sedimen ke sungai dan danau. Selain itu, kebakaran dapat mencemari sumber air dengan meningkatkan kandungan fosfor, nitrat, dan logam berat dari abu yang terbawa air hujan.
Cegah Dampak Kebakaran, Lindungi Hutan Kita
Kebakaran hutan adalah ancaman serius yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia dan lingkungan. Dengan memahami dampak hidrologi dan ekologi dari kebakaran ini, kita dapat mengembangkan strategi mitigasi yang lebih baik untuk meminimalkan kerugian dan mendukung pemulihan yang berkelanjutan. Kolaborasi antara ilmuwan, pemerintah, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi tantangan ini secara holistik.
Referensi
WHO. 2025. Wildfires. Diakses pada 7 Januari 2025 dari https://www.who.int/health-topics/wildfires
Moazeni and Cerdà . 2024. The impacts of forest fires on watershed hydrological response. A review. Diakses pada 7 Januari 2024 dari https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2666719324002140
Gonzáles, et al. 2024. Impact of forest fire severity on soil physical and chemical properties in pine and scrub forests in high Andean zones of Peru. Diakses pada 7 Januari 2025 dari https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2666719324001663