Jumlah populasi kendaraan bermotor khususnya di kota Banda Aceh mencapai 104,209 unit pada tahun 2015 dan angka ini akan terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat (Koran Serambi Indonesia, 2016). Kendaraan bermotor merupakan salah satu alasan terbesar terjadinya penceraman lingkungan yang menyebabkan terjadinya hujan asam. Kerusakan lapisan ozon dan perubahan iklim. Polusi udara yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor berkisar sekitar 70-80% sedangkan yang ditimbulkan oleh industri dan lain-lain hanya sebesar 20-30% (Maryanto dkk. 2009). Menurut BAPPENAS (2006) dan Sutardi (2008) Pengoperasian jaringan pemantau kontinyu otomatis adalah salah satu cara pemantauan kualitas udara ambien di Indonesia yang dilakukan di 10 kota sejak tahun 2000 untuk memantau konsentrasi gas CO, debu/particulate matter (PM 10), SO2, NO2, dan O3. Akan tetapi pemantauan dengan cara tersebut memerlukan biaya investasi, operasional dan perawatan yang cukup tinggi. Metode pemantauan dengan cara ini juga memiliki beberapa kendala, yaitu minimnya alat pemantau dan dana yang tersedia, pengamatannya pun tidak menyeluruh.
Gas-gas beracun dari kendaraan bermotor setiap harinya menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit kronis bila dihiriup oleh manusia, kerusakan jaringan tumbuhan dan makhluk hidup lainnya (Arisma, 2010). Fly ash batu bara bisa dimanfaatkan sebagai sorbent untuk menyerap gas CO pada emisi kendaraan (Lasryza A dkk, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sorbent yang telah diaktivasi secara fisika pada suhu 540 oC dan aktivasi secara kimia dalam NaOH pada perbandingan 1:1,2 mampu menyerap gas CO sebesar 19,78%.
Gas karbon monoksida (CO) merupakan polutan yang sangat berbahaya dari kendaraan bermotor yang perlu diperhatikan sebagai parameter pencemaran udara. Menurut Basuki, dkk (2008) kendaraan bermotor merupakan sumber utama CO terutama pada kendaraan yang sudah tua, karena mesin kendaraan tidak berfungsi secara maksimal lagi. Gas CO apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh.
Kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) mengandung senyawa selulosa sebesar 14,4%. Selulosa sendiri merupakan polimer sederhana yang menyerap bahan-bahan disekelilingnya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai material penyerap bahan berbahaya bagi lingkungan (Nasir, dkk., 2014). Dari senyawa organic kulit pisang, gugus fungsional –OH, -COO, dan -NH merupakan gugus yang berperan sebagai adsorben (Retno D., 2008). Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah ditingkatkan daya adsorpsinya dengan proses aktivasi. Pada proses aktivasi ini terjadi penghilangan hydrogen, gas-gas dan air dari permukaan karbon sehingga terjadi perubahan fisik pada permukaannya (Pujiyanto, 2010).
Menurut Abdi (2008) pada karbon aktif berupa bubuk, semakin besar luas area permukaan pori adsorben maka daya adsorpsinya juga semakin besar. Bahan-bahan yang nmengandung unsur yang mengandung unsur karbon dapat menghasilkan karbon aktif dengan cara memanaskannya pada suhu tinggi. Studi yang dilakukan oleh Borhan, dkk, (2014), menunjukkan bahwa kulit pisang dapat menyerap emisi CO2 sampai 1,65% berat CO2 melalui proses adsorbs pada suhu 25 oC.
Penelitian ini diarahkan untuk memanfaatkan bahan baku yang murah dan ramah lingkungan untuk menghasilkan karbon aktif yang dapat menyerap gas CO dan SO2 pada emisi kendaraan bermotor. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini mempelajari kemampuan karbon aktif dari kulit pisang kepok yang diaktivasi dengan H2SO4 1N dalam mengadsorpsi emisi gas CO dan SO2 pada kendaraan bermotor.
Metode penelitian terdiri dari proses pembuatan karbon aktif, proses pembuatan media penyerap, proses penyerapan gas CO dan SO2, analisa karakteristik karbon aktif dan analisa efesiensi penyerapan gas.
Tahapan pertama pembuatan karbon aktif dilakukan dengan mengumpulkan limbah kulit pisang kepok kemudian dipotong-potong ± 3 cm dan dijemur di bawah sinar matahari hingga kering, kemudian dikarbonisasi pada suhu 450 oC selama 1,5 jam. Kulit pisang kepok yang telah dikarbonisasi kemudian dilakukan pengayakan dengan ukuran 100 mesh, selanjutnya diaktivasi secara kimia dengan menggunakan H2SO4 1 N selama 1, 2 dan 3 jam. Karbon aktif kemudian disaring dan dicuci sampai bersih dengan aquades hingga pH hasil cucian netral (pH = 7). Karbon aktif kemudian dimasukkan kedalam cawan porselin dan dipanaskan dalam furnace pada suhu 200 oC selama 2 jam. Karbon yang telah aktif kemudian di analisa karakteristik meliputi analisa kadar air, kadar abu, daya serap iodium, volatile matter, fixed carbon, uji analisa gugus fungsi karbon aktif dengan menggunakan alat Fourier Transform-Infra Red (FT-IR) dan uji luas permukaan karbon aktif dengan menggunakan alat SEM.
Karbon aktif yang telah jadi kemudian dicampur dengan perekat kemudian dicetak berbentuk kubus dengan panjang 1 cm, lebar 1 cm dan tinggi 1 cm, setelah mengeras kemudian karbon aktif di keluarkan dari cetakan, dipanaskan dalam oven selama 3 jam dengan suhu 120 oC. Sebelum digunakan karbon aktif diuji karakteristiknya terlebih dahulu yaitu uji permukaan karbon aktifdengan menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM) dan analisa gugus fungsi Sorbent dengan menggunakan alat Fourier Transform-Infra Red (FT-IR).
Proses penyerapan emisi gas buang menggunakan prosedur yang sama untuk 3 tahun percobaan. Langkah pertama adalah pembuatan tabung adsorbsi. Tabung adsorpsi/knalpot uji digunakan untuk menempatkan media sorbent. Data spesifikasi alat yang direncanakan adalah sebagai berikut: Panjang tabung luar dan dalam = 20 cm. Diameter tabung luar = 6 cm. Diameter tabung dalam = 2,5 cm. Pengukuran emisi gas kendaraan bermotor mengikuti langkah berikut ini kendaraan yang diukur ditempatkan pada posisi datar. Dinyalakan dan dinaikkan (akselerasi) putaran mesin hingga mencapai 1.900 rpm sampai dengan 2.100 rpm kemudian tahan selama 60 detik dan selanjutnya kembalikan pada kondisi idle. Dilakukan pengukuran pada kondisi idle dengan putaran mesin 800 rpm sampai dengan 1400 rpm atau sesuai rekomendasi manufaktur. Dimasukkan probe alat uji Portable Emissions Analyser (Bacharach tipe 450) ke pipa gas buang (knalpot) tunggu 5 menit dan dilakukan pengambilan data konsentrasi gas yang terukur pada alat uji. Selanjutnya tabung adsorbsi yang berisi karbon aktif disambungkan dengan knalpot kendaraan kemudian dilakukan pengukuran dan dianalisa emisi gas yang dihasilkan.
Kualitas arang aktif diuji atau dinilai berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 06-3730-1995 yang meliputi kadar air, kadar abu, volatile matter, fixed karbon, daya serap terhadap iodine.
Berdasarkan hasil penelitian kadar air yang diperoleh berkisar antara 10 – 13 %. Rendahnya kadar air dapat dikarenakan permukaan arang aktif lebih sedikit mengandung gugus fungsi yang bersifat polar sehingga interaksi antara uap air yang bersifat polar juga sedikit. Kadar abu merupakan sisa dari pembakaran yang sudah tidak memiliki unsur karbon dan nilai kalor lagi. Tujuan penetapan kadar abu adalah untuk mengetahui kandungan oksida logam dalam arang aktif. Nilai kadar abu menunjukkan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran berupa zat –zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran. Peningkatan kadar abu terjadi karena terbentuk garam – garam mineral pada saat proses pengarangan yang bila proses tersebut berlanjut akan membentuk partikel – partikel halus dari garam – garam mineral tersebut. Kadar abu dipengaruhi oleh besarnya kadar silika, semakin besar kadar silika maka kadar abu yang dihasilkan semakin besar. Kadar abu yang di peroleh berkisar antara 3 – 4 %.
Kadar zat mudah menguap merupakan hasil dekomposisi zat – zat penyusun arang akibat proses pemanasan selama pengarangan dan bukan komponen penyusun arang. Karbon dengan kadar zat menguap yang tinggi akan menghasilkan asap pembakaran yang tinggi pula pada saat arang tersebut digunakan. Tujuan penetapan kadar zat menguap yaitu untuk mengetahui besarnya kandungan senyawa volatile di dalam arang aktif sebagai hasil dari interaksi antara karbon dengan uap air. Berdasarkan hasil penelitian uji volatile matter untuk karbon aktif kulit pisang berkisar antara 10 – 17 %. Rendahnya kadar zat menguap dikarenakan menguapnya senyawa – senyawa non karbon yang bersifat volatile pada proses karbonisasi.
Kadar karbon terikat adalah fraksi karbon yang terikat di dalam arang selain fraksi air, zat menguap dan abu. Tinggi rendahnya kadar karbon terikat di dalam arang di pengaruhi oleh nilai kadar abu, kadar zat mudah menguap dan senyawa hidrokarbon yang masih menempel pada permukaan arang, dan juga dipengaruhi oleh kandungan selulosa dan lignin bahan yang dapat dikonversi menjadi atom karbon. Pada proses adsorpsi semakin tinggi kadar karbon maka semakin banyak pori – pori yang terbentuk sehingga penyerapan terhadap adsorbat semakin baik. Nilai kadar karbon terikat pada karbon aktif kulit pisang berkisar antara 77 – 66%.
Parameter yang dapat menunjukkan kualitas arang aktif adalah daya adsorpsi terhadap larutan Iodium. Semakin besar bilangan iodnya maka semakin besar kemampuan dalam mengadsopsi adsorbat. Cara pengujian daya serap Iod dilakukan dengan cara memasukkan 0,1 gram sampel ke dalam erlenmeyer tambahkan 25 ml larutan I2, kocok selama 15 menit. Kemudian cairan disaring menggunakan kertas saring. Ambil 10 ml filtrat dan titrasi dengan larutan thiosulfat 0,1N, jika warna kuning dari larutan telah samar, tambahkan indikator amylum 1%. Titrasi kembali sampai titik akhir yaitu warna biru telah hilang. Daya serap iodium menunjukkan kemampuan arang aktif menyerap zat dengan ukuran molekul yang lebih kecil dari 10 oA atau memberikan indikasi jumlah pori yang berdiameter 10 – 15 A. semakin tinggi daya serap iodium maka semakin baik kualitas arang aktif. Hasil analisa uji kemampuan daya serap iodium pada penelitian ini berkisar antara 825 – 863 mg/g.
Uji analisa permukaan sorbent menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM) merk FEI, Type: Inspect-S50. Uji analisa gugus fungsi sorbent menggunakan alat Fourier Transform-Infra Red (FT-IR) merk Shimadzu, Type: IRPrestige21. Pengujian dilakukan pada sampel sebelum dan sesudah aktivasi.
Uji emisi gas buang kendaraan menggunakan Bacharach tipe 450. Kelebihan alat ini dapat menghitung secara optimum kandungan NO, NO2, SO2, HC, NOx (campuran NO dan NO2).
Secara keseluruhan untuk uji karakteristik karbon aktif dari kulit pisang yang diperoleh telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-95 yaitu min 750 mg/g.
Pita serapan karbon kulit pisang sebelum dan setelah teraktivasi mengalami perubahan, hal ini dikarenakan activating agent yang dapat menyebabkan terjadinya pergeseran berdasarkan lingkungan kimianya. Sebelum aktivasi frekuensi gugus C-H berada pada intensitas 80,577%, sedangkan setelah aktivasi terjadi penurunan intensitas gugus C-H yaitu sebesar 77,85 % pada waktu aktivasi 1 jam. Tinggi rendahnya intensitas pada nilai gugus fungsi C-H dipengaruhi oleh kandungan H2O. Semakin tinggi kandungan H2O maka intensitas gugus C-H semakin rendah.
Hasil Uji SEM pada karbon aktif kulit pisang kepok menunjukkan luas pori – pori penyerap sebelum dan setelah aktivasi. Pengujian sampel SEM di lakukan pada pembesaran 1000 x dengan hasil penampakan pori – pori karbon aktif kulit pisang sebelum diaktivasi berkisar antara 1,131 – 14,14 µm sedangkan setelah di aktivasi dengan menggunakan H2SO4 1 N maka pori – pori karbon aktif mengalami peningkatan yaitu berkisar antara 3,142 – 15,015 µm. Dengan meningkatnya ukuran pori – pori karbon aktif setelah aktivasi maka efesiensi penyerapan sorbet akan semakin besar.
Hasil penyerapan gas CO dan SO2 pada emisi kendaraan bermotor tanpa menggunakan karbon aktif dan dengan menggunakan karbon aktif. Pengambilan penyerapan emisi gas CO dan SO2 dengan menggunakan sepeda motor merk Honda jenis Astrea tahun 2006. Konsentrasi gas CO pada saat pengambilan sampel tanpa menggunakan karbon aktif sebesar 16015 ppm setelah menggunakan karbon aktif konsentrasi gas CO mengalami penurunan sebesar 25% yaitu 12073 ppm. Konsetrasi gas SO2 pada saat pengambilan sampel tanpa menggunkan karbon aktif sebesar 43 ppm kemudian mengalami penurunan sebesar 40% yaitu 26 ppm ketika menggunakan karbon aktif. Penurunan ini dikarenakan gas CO dan SO2 terserap ke dalam pori –pori karbon aktif. Semakin besar ukuran pori – pori karbon aktif maka akan semakin besar efesiensi penyerapan gas emisi pada kendaraan bermotor.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa karbon aktif kulit pisang kepok secara keseluruhan memenuhi Standar Nasional Indonesia tentang persyaratan karbon aktif. Karbon aktif kulit pisang kepok merupakan salah satu bahan baku karbon aktif yang murah dan ramah lingkungan. Karbon aktif kulit pisang sangat berpotensi sebagai bahan penyerap emisi kendaraan bermotor khususnya untuk menyerap gas CO dan SO2. Gas CO yang dapat diserap oleh karbon aktif kulit pisang kepok sebesar 25% dan untuk gas SO2 sebesar 40%.Â
Â
Â
DAFTAR PUSTAKA
- Abdi, S.S., (2008), Pembuatan dan Karakterisasi Karbon aktif dari Batubara, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok.
- Anonimous (2016), 113.206 Kenderaan Di Aceh Bertambah, Koran Serambi Indonesia, Edisi Selasa 19 Januari 2016, Banda Aceh.
- Anonimous, (2006), Strategi dan Rencana Aksi Nasional Peningkatan Kualitas Udara. BAPENAS, Jakarta.
- Arisma, D., (2010), Pengaruh Penambahan Reheater pada Knalpot terhadap Emisi Gas Buang CO Sepeda Motor Yamaha Jupiter Z Tahun 2004, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
- Borhan, A., Thangamuthu, S., Taha, M.F., Ramdan, A.N. (2014). Development of activated carbon derivated from banana peel for CO2 Removal, AIP Conference Proceeding, 1674 (1), 10.1063/1,4928819.
- Basuki, K.T., Setiawan, B., dan Nurimaniwathy (2008), Penurunan Konsentrasi CO dan NO2 pada Emisi Gas Buang Menggunakan Arang Tempurung Kelapa yang Disisipi TiO2, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN, Yogyakarta, 25 – 26 Agustus.
- Lasryza A., dan Sawitri D (2012), Pemanfaatan fly ash Batubara sebagai Adsorbent emisi gas CO pada kenderaan bermotor, Jurnal Teknik POMITS Vol.1, No. 1, hal 1 – 6, Surabaya.
- Maryanto,  D., Mulasari, S.A., dan Suryani, D (2009), Penurunan Kadar Emisi Gas Buang Karbon Monoksida (CO) dengan Penambahan Arang Aktif Pada Kenderaan Bermotor di Yogyakarta, KESMAS UAD, 3 (3), 198 – 205.
- Nasir W., N., S., Nurhaeni dan Musafira (2014), Pemanfaatan arang aktif kulit pisang kapok (musa normalis) sebagai adsorben untuk menurunkan angka peroksida dan asam lemak bebas minyak goreng bekas,Online Journal of Natural Science, Vol 3, No. 1, hal 18 – 30, ISSN 2338 – 0950.
- Pujiyanto (2010), Pembuatan karbon aktif super dari batu   bara dan tempurung kelapa, Program Studi Teknik Kimia, FakultasTeknik, Universitas Indonesia, Depok.
- Retno. D., (2008), Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Bahan Baku Pembuatan Ethanol, Monograft, Penerbit UPN Veteran, Jawa Timur, ISBN : 978-602-9372-06-9.
- SNI (1995), Arang Aktif Teknis, Standar Nasional Indonesia, No. 06-3730-1995, Departemen Perindustrian RI: hal 29 – 57.
- Sutardi, T, (2008), Teknik  Pengukuran Udara Ambien. URL: http://www.ccitonline.com/ mekanikal/tiki-print_article.php?articleid=97.