Pengukuran Sederhana Untuk Memprediksi Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai turunnya massa tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan akibat ketidakmampuan tubuh dalam mengatur kandungan mineral […]

blank

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai turunnya massa tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan akibat ketidakmampuan tubuh dalam mengatur kandungan mineral dalam tulang dan disertai dengan rusaknya arsitektur tulang. Osteoporosis mengakibatkan penurunan kekuatan tulang yang dalam hal ini adalah pengeroposan tulang, sehingga beresiko mudah terjadi patah tulang [2].

Komponen sel-sel tulang terbagi dua, yaitu osteoblas dan osteoklas. Osteoblas merupakan sel pembangun sedangkan osteoklas merupakan sel pembongkar, kedua sel ini memiliki peran penting dalam menjaga kepadatan tulang, dua sel ini silih berganti bekerja, saling mengisi dan seimbang. Apabila sel osteoklas lebih aktif dibanding osteoblas maka potensi pengeroposan tulang menjadi semakin tinggi.

Di indonesia penderita osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita, empat kali lebih tinggi dari laki-laki untuk resiko pegeroposan tulang. Pengeroposan tulang ini dapat menyebabkan potensi keretakan tulang. Berikut grafik insiden patah tulang di Indonesia berdasarkan jenis kelamin dan interval usia :

blank

Osteoporosis banyak terjadi diumur menopause, penyakit ini sulit untuk mengetahui gejala-gejala secara spesifik (silent disease). Identifikasi lebih awal kepada orang dengan peningkatan genetika resiko osteoporosis  menjadi penting untuk mencegah atau mengurangi insiden keretakan tulang.

“Banyak cara untuk mengurangi resiko dari patah tulang, termasuk vitamin D, kalsium, dan fitness”. Kata Stuart Kim, PhD, seorang profesor pengembangan ilmu biologi. “Akan tetapi saat ini belum ada protokol untuk memprediksi resiko osteoporosis pada usia 20-an atau 30-an yang mungkin beresiko lebih tinggi dan belum adanya intervensi sebelum ada tanda dari melemahnya tulang. Tes seperti ini mungkin menjadi sangat penting sebagai alat klinik.” [1]

Kim kemudian menolong sekaligus melakukan riset pada olahragawan elit atau anggota tentara pada resiko injury tulang selama latihan yang berat. Dia mengumpulkan korelasi yang kuat antara orang yang telah diprediksi mendapatkan resiko lebih tinggi terjadi berkurangnya kepadatan tulang dan pengembangan osteoporosis serta keretakan.

Osteoporosis seringkali didiagnosa dengan tes kepadatan tulang menggunakan X-ray untuk mengukur jumlah kandungan mineral seperti kalsium pada pinggul, tulang punggung atau tumit. Tetapi tes kepadatan mineral tulang biasanya hanya dilakukan pada orang dengan sejarah keluarga yang terkena osteoporosis atau pengalaman keretakan akibat  jatuh.

“ Algoritma klinik yang paling umum digunakan untuk mendeteksi dan memprediksi osteoporosis dipanggil FRAX,” Kim menegaskan. “Tetapi Algoritma FRAX hanya menjangkau dua komponen yaitu kepadatan mineral tulang dan keretakan. Jadi hanya semacam argumen yang tidak berujung.” [1]

Kim melakukan pengembangan sebuah algoritma dengan menganalisa data dan informasi kesehatan hampir 400.000 orang dari UK Biobank. Kim mengoleksi data kepadatan mineral tulang, umur, tinggi badan, berat badan, dan jenis kelamin. Kim mengembangkan sebuah algoritma komputer untuk mengidentifikasi secara alami terjadinya perbedaan jumlah genetik pada orang yang ditemukan dengan kepadatan mineral tulang yang rendah, metode ini disebut dengan pemindaian genetika (screening genetics).

Tes pemindaian genetika tentu menjadi pengukuran yang relatif sederhana untuk mengidentifikasi orang-orang yang mempunyai kepadatan mineral tulang yang rendah dan merupakan cara diawal usia untuk mengukur kesehatan tulang dimasa mendatang.

Rencana Kim sekarang adalah menyusun percobaan klinik untuk investigasi dengan algoritma pada olahragawan dan anggota militer yang dipilih teridentifikasi resiko tinggi osteoporosis dan potensi keretakan untuk dapat meningkatkan kepadatan mineral tulang mereka dengan pengukuran pencegahan yang sederhana. Dia juga tertarik melakukan studi yang hampir mirip, diantaranya orang yang lebih muda dengan gejala klinik yang sulit diterka pada pelemahan tulang.

“15 juta orang di negara ini (Inggris) siap mengakses rentetan genetika mereka menggunakan layanan langsung ke konsumen,” Kim melanjutkan. “saya pikir analisa ini berpotensi menjadi standar perawatan pada tahun-tahun mendatang. Itu mungkin pengukuran yang relatif sederhana untuk mengidentifikasi kepadatan mineral tulang dan merupakan langkah di awal usia dalam menjamin kesehatan tulang mereka nantinya.

Kesimpulannya adalah bahwa dengan adanya algoritma baru yang diciptakan Stuart Kim melalui pemindaian genetika, maka dapat menjadi salah satu langkah dalam mencegah dan menjaga kepadatan tulang lebih awal sebelum potensi osteoporosis dan keretakan tulang terjadi.

Jangan lupa untuk selalu merawat kesehatan tulang kita dengan berbagai cara seperti asupan kalsium yang cukup, vitamin D, aktivitas visik, hindari merokok, minum alkohol, dan sebagainya.

Referensi

[1] Stanford University of Medicine. Osteoporosis fracture risk with genetic screen. http://med.stanford.edu/news/all-news/2018/07/osteoporosis-fracture-risk-predicted-with-genetic-screen.html. Diakses pada 3 Agustus 2018.

[2] Pusdatin Kemkes. Data dan Kondisi Penyakit Osteoporosis di Indonesia. http://www.pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-info-datin.html. Diakses pada 4 Agustus 2018.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.