Mengenal Aspal Buton: Sumberdaya Alam Eksotik di Timur Indonesia

Mari mengenal material eksotik yang satu ini Aspal adalah suatu cairan yang sangat kental berwarna coklat hingga hitam yang hampir […]

Mari mengenal material eksotik yang satu ini

Aspal adalah suatu cairan yang sangat kental berwarna coklat hingga hitam yang hampir seluruhnya terdiri dari unsur karbon dan hidrogen. Indonesia sebagai pemilik sumberdaya alam aspal buton telah menggunakannya sebagai material untuk membangun konstruksi jalan raya. Melalui Kementerian PU-PR, BUMN dan para pelaku usaha, presiden Jokowi mengarahkan agar menggunakan aspal buton di dalam negeri secara maksimal [1,2].

Lalu, sebagai sumberdaya alam hidrokarbon, bagaimana karakter aspal buton? Apa yang membedakannya dengan jenis aspal lain? Mengapa pula presiden Jokowi mengarahkan untuk memanfaatkannya di dalam negeri secara maksimal? Tulisan ini akan mencoba membahasnya.

Bersama agregat lainnya, aspal merupakan salah satu komponen pada campuran perkerasan jalan. Menurut Sukirman (2003) [3], menggunakan material tersebut memiliki beberapa manfaat, yaitu:

  1. Memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat
  2. Mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di dalam butir agregat itu sendiri.

Klasifikasi dan pemanfaatannya

Berdasarkan sumbernya, kita dapat membedakan sumberdaya alam tersebut sebagai aspal alam dan buatan. Jenis aspal buatan berasal dari residu (sisa) pengolahan minyak bumi. Sedangkan aspal alam merupakan material yang telah ada di alam. Baik aspal alam maupun buatan tetap memerlukan pengolahan lebih lanjut sebelum menggunakannya.

Sebagai negara yang tengah giat membangun infrastruktur, kebutuhan aspal Indonesia cukup besar yaitu mencapai 1,2 juta ton per tahun. Produksi dalam negeri yang notabene berasal dari PT Pertamina hanya mampu memasok 50% dan sisanya mengandalkan impor [4]. Hal inilah yang kemudian mendorong semangat beberapa pihak untuk meneliti dan mengembangkan aspal alam buton agar kelak dapat memanfaatkannya di dalam negeri secara maksimal.

Mengenal karakter dan sumbernya

Aspal alam terbentuk akibat merembesnya cairan aspal (asphalten) ke dalam batuan kapur atau batuan pasir di dalam bumi. Cadangan aspal alam tersebar meluas di Perancis, Swiss, Italia, Amerika juga Pulau Buton (Indonesia). Cara memperolehnya yaitu dengan menambang atau menggali langsung ke dalam kulit bumi (Read dan Whiteoak (2003) [5].

Pulau Buton merupakan satu-satunya pemilik aspal alam di Indonesia hingga saat ini. Laporan Dairi (1992) menyebutkan aspal buton terdapat di Teluk Sampolawa hingga Lawele sepanjang 75 km dengan lebar 27 km ditambah wilayah Enreke (kuli susu). Secara keseluruhan deposit aspal buton merupakan yang terbesar di dunia, yaitu mencapai 650 juta ton. Kita dapat menemukan sumberdaya alam khas Buton berwarna coklat hingga kehitaman ini di daerah Kabungka, Winto, Winil, Siantopina, Olala, Enreke dan Lawele [6,7].

Aspal buton mengandung beberapa senyawa-senyawa jenuh (saturates), asphaltenes, resin dan aromatik. Keempat komponen tersebut pada dasarnya merupakan senyawa hidrokarbon (organik) baik aromatik maupun alifatik (Gambar 2). Selain itu juga mengandung mineral/senyawa non organik (Tabel 1) [8]. Kusnianti dan Siswosoebrotho (2005), melaporkan bahwa material ini juga memiliki keragaman unsur kimia yang meliputi karbon/C (82-88%), hidrogen/H (8-11%), belerang/S (0-6%), Oksigen/O2 (0-1,5%), nitrogen/N (0-1%) [9].

Tabel 1. Mineral dalam aspal buton dari daerah Lawele dan Kabungka [8].

Secara umum produk aspal buton memiliki dua kelompok [3] yang terdiri atas:

  1. aspal buton yang masih mengandung material filler, yang berbentuk kasar, halus, mikro, dan butonic mastic asphalt.
  2. aspal buton murni hasil ekstraksi (pemisahan) secara kimiawi.

Ketersediaan aspal buton di alam tidak lantas membuat kita dapat langsung mengaplikannya untuk membangun jalan. Sehingga perlu memodifikasi maupun mencampurkannya dengan aspal buatan. Selain itu, beberapa pihak berpandangan untuk dapat memanfaatkannya pada bidang yang lain, misalnya energi.

Penelitian dan pengembangan serta upaya pemanfaatannya di dalam negeri

Pembangunan sarana transportasi perlu memperhatikan komposisi campuran lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan. Pada bagian ini harus memenuhi standar atau nilai struktural. Menggunakan aspal buton sebesar 2% dalam campuran telah memenuhi standar tersebut [3].

Penggunaan aspal buton dalam campuran material untuk membangun jalan pada dasarnya untuk mengurasi ketergantungan terhadap produk aspal buatan dan agregat lainnya. Karami (2007) telah melaporkan penggunaan aspal buton (6,3-8,8%) bersama dengan aspal buatan (3%) dan agregat/batu pecah (88,2-90,7%) telah memenuhi parameter acuan [10 ].

Jika pada uji coba untuk menggunakannya sebagai bahan campuran konstruksi jalan terbilang sukses, maka tidak demikian dengan upaya memanfaatkannya untuk bahan bakar roket. Harapan untuk dapat menggunakannya sebagai fuel-binder (salah satu komponen bahan bakar roket) nyatanya tidak dapat memenuhi standar acuan [8].

Menggunakan sumberdaya alam harus secara bijak

Berdasarkan beberapa kajian diatas,  kita dapat mengetahui bahwa hingga saat ini fungsi aspal buton baru sebatas untuk pembangunan konstruksi jalan. Pada 2018 pemerintah telah menggunakan aspal alam dari Buton sebesar 58.879 ton untuk membangun jalan sepanjang 709 km di beberapa provinsi di Indonesia [11].

Kita tidak dapat memperbaharui sumberdaya alam yang satu ini. Sehingga memerlukan sikap hati-hati untuk memanfaatkannya. Kita dapat belajar dari Republik Nauru dengan kekayaan alamnya berupa tambang fosfat. Namun karena keserakahannya dengan mengeksplorasi secara membabi buta telah menyebabkan Negara dan rakyatnya berada dalam kondisi ketidakpastian. Oleh sebab itu, untuk memanfaatkannya, harus dengan perencanaan yang baik, tidak berlebihan dan memperhatikan faktor lingkungan.

Referensi

  1. Hadiwisastra, S., 2009, Kondisi Aspal Alam dalam Cekungan Buton, Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan, 19, 1, 49-57.
  2. https://maritim.go.id/kemenko-kemaritiman-serius-mengoptimalisasikan-aspal-buton-demi/, mengakses pada 16 September pukul 18.30 WITA.
  3. Yukiana, I., Nasrul dan Fitriah, 2019, Penggunaan Aspal Buton sebagai Filler pada Aspal Beton, Stabilita, 7, 2, 93-97.
  4. Samadhi, T.W., Putrawan A., I., D., G., Widyastuti, P., P., Gunawan, A., 2015, Pengaruh Temperatur pada Sifat Aspal Buton  Granular Lapis, Jurnal Teknologi Bahan dan Barang Teknik, 5, 2, 53-60.
  5. Rizal, M., 2016, Ekstraksi dan Karakterisasi Aspal Buton sebagai Aditif Formulasi Aspal Lokal (Skripsi), Prodi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
  6. Kurniadji, 2014, Ekstraksi Asbuton dengan Pelarut Berbasis Bahan Organik dan Media Air, Jurnal Jalan-Jembatan, 31, 1, 12-23.
  7. https://pertamina.com/id/news-room/energia-news/riset-pemanfaatan-aspal-pulau-buton-untuk-kurangi-impor, mengakses pada 18 September 2020 pukul 09.02 WITA
  8. Sutrisno dan Nuryanto, A., 2009, Aspal Buton (Asbuton) Sebagai Bahan Bakar Roket Padat, Jurnal Teknologi Dirgantara, 7, 1, 36-45.
  9. Tamrin, 2016, Analisis Kadar Air dan Kadar Bitumen Aspal Buton (Asbuton) Desa Bungi dengan Metode Sokhlet (Skripsi), Jurusan Fisika FST UIN Alauddin, Makassar.
  10. Karami, M., 2017, Evaluasi Terhadap Penggunaan Aspal Buton Sebagai Bahan Tambah Terhadap Karakteristik dan Parameter Campuran Beraspal Modifikasi, Jurnal Kelitbangan, 5, 1, 20-29.
  11. https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/mengoptimalkan-aspal-buton-mengurangi-ketergantungan-impor, mengakses pada 21 September 2020, pukul 08.26 WITA.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *