Alam semesta sangatlah luas, bahkan di Galaksi Bima Sakti sendiri terdapat triliunan planet-planet di dalamnya[1]. Luasnya alam semesta membuat banyak orang bertanya-tanya, apakah ada bentuk kehidupan lain di luar planet yang kita tinggali? Pertanyaan ini telah ada begitu lama, mengusik keingintahuan banyak orang termasuk para ilmuwan. Seiring berjalannya waktu, begitu banyak teori-teori yang bermunculan untuk bisa menjawab petanyaan ini. Juga, lembaga-lembaga antariksa banyak yang sudah memulai langkahnya untuk membuktikan keberdaan makhluk asing yang sering kita sebut alien[2]. Salah satunya adalah lembaga antariksa Amerika Serikat atau kita kenal NASA, yang akan mempersiapkan sebuah teleskop pemburu alien[3] untuk mengungkap keberadaan makhluk asing tersebut.
Sayangnya, hingga saat ini bukti mengenai keberadaan alien masih membingungkan dan belum jelas, sehingga pertanyaan mengenai keberadaan alien ini terus eksis hingga saat ini dan banyak memunculkan pertanyaan serupa. “Paradoks Fermi” berupaya menjawab pertanyaan di mana alien itu berada. Mengingat bahwa bintang dan Bumi kita adalah bagian dari sistem planet muda dibandingkan dengan seluruh alam semesta[4].
“Paradoks Fermi” diungkapkan oleh seorang fisikawan Italia, Enrico Fermi. Saat itu, pada musim panas tahun 1950, Enrico Fermi, yang juga dikenal sebagai ‘Bapak Bom Atom’, terlibat diskusi seru dengan sesama fisikawan seperti Emil Konopinski, Edward Teller, dan Herbert York. Diskusi tersebut bermula dari sebuah kartun di majalah New Yorker yang menampilkan sosok alien yang tengah memungut sampah di jalanan kota New York[5].
Dari disikusi inilah yang memulai lahirnya sebuah “Paradoks Fermi”. Secara definisi “Paradoks Fermi” adalah sebuah paradoks antara keharusan adanya suatu peradaban ekstraterestrial yang jauh lebih cerdas dari kehidupan di bumi, dengan ketiadaan bukti ilmiah apapun tentang keberadaan mereka hingga saat ini. Paradoks fermi memiliki tiga landasan argument untuk menjawab mengenai keberadaan alien.
Pertama, berdasarkan diagram Hertzsprung–Russell[6]. Ada banyak bintang di galaksi yang jumlahnya hingga miliyaran dan memiliki kesamaan dengan matahari. Bintang-bintang ini bahkan memiliki usia yang lebih tua dari tata surya itu sendiri.
Kedua, para ilmuwan sepakat bahwa ada banyak bintang yang memiliki kemiripan dengan Bumi[7]. Dugaan mengenai adannya keberadaan alien semakin diperkuat dengan adanya fakta ini. Karena adanya lingkungan yang “serupa” dengan Bumi, maka diharapkan ada makhluk-makhluk lain yang hidup di dalamnya.
Ketiga, sebuah asumsi bahwa paradaban yang dimiliki alien sangatlah maju sehingga memunggkinkan terjaidnya perjalanan antar bintang[8].
Dalam perjalanannya, Fermi juga melakukan perhitungan kasar guna mendukung argumennya. Hingga akhirnya seorang ilmuwan astrofisika bernama Michael Hart melakukan upaya yang lebih serius dalam perhitungannya untuk bisa menjawab pertanyaan mengenai keberdaan alien. Hart meyakini dalam kajiannya tahun 1975 bahwa tidak ada bentuk kehidupan yang lebih cerdas daripada manusia[9]. Kalaupun memang ada dan mereka mengunjungi bumi, hal itu hanya dapat terjadi apabila mereka melakukan perjalananna kurang dari 2 juta tahun yang lalu.
Hart menguraikan kajiannya mengenai “Paradoks Fermi” menjadi 4 bagian argumen.
1) Alien melakukan perjalanan menuju Bumi dikarenakan mengalami kendala seperti permasalahan astronomi, biologi, serta peralatan mekanis yang mendukung untuk melakukan perjalanan tersebut.
2) Alien memang tidak melakukan perjalanan ke Bumi
3) Alien baru memulai peradaban majunya, sehingga terlalu dini bagi mereka untuk mulai mengeksplorasi alam semesta dengan menuju Bumi.
4) Alien memang pernah mengunjungi Bumu dimasa lalu ketika peradaban manusia belum ada
Selain Hart, seorang astrofisikawan Rusia bernama Nikola Kardashev juga menaggapi mengenai “Paradoks Fermi” dengan membagi tipe peradaban menjadi 3, yang dikenal dengan “Kardashev Scale”[10].
Peradaban I: Merupakan peradaban dimana makhluk yang hidup di dalamnya menggunakan sumber daya dari planetnya sendiri sebagai sumber energinya. Manusia berada pada tingkat perdaban ini walaupun belum ssepenuhnya. Karena dalam penerapannya masih banyak hal-hal di Bumi yang belum tereksplorasi.
Peradaban II: Merupakan peradaban yang sumber energinya didapat dari bintang induk mereka. Bagi umat manusia, tentunya hal ini masih belum dapat tercapai. Tetapi seorang fisikawan bernama Freemason Dyson membuat hipotesis mengenai kemungkinan adanya Peradaban II dimana peradaban tersebut membuat semacam kubah mega-raksasa yang menutupi bintang, lalu mengubah radiasi panas dari bintang itu menjadi energi. Kubah ini kelak dinamakan “Dyson Sphere”[11].
Peradaban III: Merupakan sebuah peradaban yang mampu menuai energi dari seluruh galaksi mereka.
Tiga jenis peradaban diatas merupakan batasan dalam “Paradoks Fermi” yang disetujui para ilmuwan. Tetapi diluar itu, para ilmuwan juga berspekulasi mengenai Peradaban IV dan Peradaban V[12]. Dimana pada peradaban IV, mereka mampu melakukan perjalanan antar galaksi dan bahkan mendiami Black Hole. Sementara pada peradaban V, makhluk- makhluk diperadaban tersebut sudah menyerupai Dewa yang dapat memanipulasi alam semesta yang mereka tinggali dengan sesuka hati.
Merujuk pada tingkat peradaban diatas, Bumi yang telah berusia 4,5 miliar tahun berada pada peradaban I. oleh karena itu, jika ada kemungkinan 0,1% saja terdapat peradaban selain tipe I di luar sana dan katakanlah telah berumur 2 kali umur Bumi, maka besar kemungkinan saat ini telah terjadi kolonisasi antar galaksi[13].
Kenyataannya hingga saat ini tentu tidak demikian. Dalam teori “The Great Filter”[14], dijelaskan bahwa kehidupan-kehidupan lain ini tidak mampu berevolusi dikarenkan bencana alam seperti supernova, meteor jatuh, gunung meletus dan sebagainya. Sedangkan manusia cukup beruntung untuk bisa melewati hal tersebut dan berevolusi menjadi makhluk cerdas. Sederhananya, menurut teori tersebut hanya manusia yang merupakan makhluk cerdas di jagat raya.
Kemudian, merujuk pada teori-teori yang telah berkembang, dimanakah sebenarnya posisi kita?
Hingga saat ini posisi manusia sebagai makhluk cerdas di alam semesta masih belum jelas. Dimana hal tersebut menimbulkan berbagai macam kemungkinan-kemungkinan yang terus dapat digali.
Kemnungkinan pertama, manusia merupakan satu-satunya anomali yang berhasil melewati “The Great Filter”.
Kemungkinan kedua, manusia merupakan makhluk cerdas pertama yang berhasil melewati “The Great Filter dan makhluk cerdas lainnya masih mengekor di belakang manusia.
Kemungkinan ketiga, tidak ada yang namanya “The Great Filter” dan manusia merupakan makhluk cerdas pertama di alam semesta.
Kemungkinan keempat, sebenarnya manusia belum melewati apa yang disebut dengan “The Great Filter”.
Lalu, bagaimana mengenai pencarian alien itu sendiri? Apakah selesai sampai disini? Tentu saja tidak.
Sebuah makalah berjudul “Dissolving The Fermi Paradox”[15]. yang dikeluarkan oleh tiga orang ilmuwan dari Future of Humanity Institute (FHI) di Universitas Oxford, Anders Sandberg, Eric Drexler, and Toby Ord pada Juni 2018, menyimpulkan bahwa terdapat 50% adanya peluang kehidupan di luar sana, yang berarti manusia bukan merupakan satu-satunya makhluk cerdas di alam semesta.
Belum lama ini, NASA menemukan sebuah eksoplanet mirip bumi berjarak 1400 tahun cahaya yang dinamakan Kepler425B[16]. Para ilmuwan NASA meyatakan bahwa ada 11 miliar planet di galaksi Bima Sakti yang meyerupai Bumi dan 8,8 diantaranya merupakan zona yang memiliki kondisi memunkinkan untuk makhluk dapat hidup. Zona ini dinamakan “Goldilocks Zone”[17].
Kesimpulannya, ada atau tidaknya keberadaan alien di alam semesta masih belum terjawab. Yang ada hanyalah kemungkinan-kemungikan yang terus berkembang seiring berjalannya waktu hingga akhirnya ada sebuah bukti konkret yang dapat menjawabnya. “Paradoks Fermi” mengajarkan kita untuk dapat terbuka terhadap segala macam bentuk kemungkinan, walaupun yang mustahil sekalipun.
REFERENSI
[1] https://scienceblogs.com/startswithabang/2013/01/05/how-many-planets-are-in-the-universe. Diakses pada tanggal 29 September 2019
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Alien. Diakses pada tanggal 29 September 2019
[3] https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190614204322-199-403457/nasa-buat-teleskop-pemburu-planet-alien. Diakses pada tanggal 29 September 2019
[4]https://www.space.com/25325-fermi-paradox.html
[5]https://tirto.id/paradoks-fermi-dan-upaya-ilmuwan-membuktikan-keberadaan-alien-c878. Diakses pada tanggal 29 September 2019
[6]http://www.astronomynotes.com/starprop/s13.htm. Diakses pada tanggal 29 September 2019
[7]https://www.nature.com/articles/nature11121#ref10. Diakses pada tanggal 29 September 2019
[8]https://www.bis-space.com/what-we-do/advocacy/interstellar-travel. Diakses pada tanggal 30 September 2019
[9]http://adsabs.harvard.edu/full/1975QJRAS..16..128H. Diakses pada tanggal 30 September 2019
[10]https://futurism.com/the-kardashev-scale-type-i-ii-iii-iv-v-civilization. Diakses pada tanggal 30 September 2019
[11]http://www.islandone.org/LEOBiblio/SETI1.HTM. Diakses pada tanggal 30 September 2019
[12]https://www.researchgate.net/publication/287995922_New_scale_of_advanced_civilizations. Diakses pada tanggal 30 September 2019
[13]https://www.huffpost.com/entry/the-fermi-paradox_b_5489415. Diakses pada tanggal 30 September 2019
[14]https://www.webcitation.org/5n7VYJBUd?url=http://hanson.gmu.edu/greatfilter.html. Diakses pada tanggal 30 September 2019
[15]https://arxiv.org/pdf/1806.02404.pdf. Diakses pada tanggal 30 September 2019
[16]https://www.nytimes.com/2015/07/24/science/space/kepler-data-reveals-what-might-be-best-goldilocks-planet-yet.html?module=inline. Diakses pada tanggal 30 September 2019
[17]https://www.abc.net.au/news/science/2016-02-22/goldilocks-zones-habitable-zone-astrobiology-exoplanets/6907836. Diakses pada tanggal 30 September 2019