Pepaya dikenal luas sebagai buah tropis yang kaya manfaat. Kandungan vitamin C-nya tinggi, enzim papain-nya mendukung pencernaan, dan seratnya sangat baik bagi sistem pencernaan serta kekebalan tubuh. Tidak heran, pepaya sering disebut sebagai “buah sehat serbaguna” di berbagai budaya.
Namun, seperti banyak makanan alami lainnya, pepaya bukanlah buah yang bisa dikonsumsi secara bebas oleh semua orang. Data terbaru dari dunia kesehatan dan ilmu biomedis menunjukkan bahwa ada beberapa kelompok yang justru berisiko mengalami efek samping serius jika mengonsumsi pepaya, terutama dalam bentuk mentah atau setengah matang.
1. Detak Jantung Tidak Teratur: Efek Senyawa Sianogenik
Pepaya mengandung glikosida sianogenik, yaitu senyawa yang dalam kondisi tertentu dapat diubah menjadi hidrogen sianida (HCN) di dalam sistem pencernaan. Meski jumlahnya sangat kecil, pada individu dengan aritmia (detak jantung tidak teratur) atau gangguan metabolisme, senyawa ini bisa menjadi masalah.
HCN dapat mengganggu enzim mitokondria yang bernama sitokrom c oksidase. Enzim ini penting dalam produksi energi sel (ATP). Ketika fungsinya terganggu, sel-sel jantung yang sangat bergantung pada pasokan energi bisa mengalami ketidakseimbangan listrik, yang memperburuk kondisi aritmia.
Jika Anda memiliki masalah detak jantung, batasi atau hindari konsumsi pepaya, terutama dalam jumlah besar. Konsultasi dengan dokter sangat disarankan.
2. Kehamilan: Risiko Kontraksi Rahim dan Gangguan Kehamilan
Pepaya yang masih mentah atau setengah matang mengandung lateks alami dan enzim papain, dua senyawa yang terbukti secara ilmiah bisa merangsang kontraksi rahim dan melemahkan membran pelindung janin (ketuban).
Lateks dalam pepaya dapat menstimulasi prostaglandin, yang secara alami memicu kontraksi rahim.
Papain dapat melemahkan struktur kolagen, termasuk yang membentuk ketuban, sehingga berpotensi memicu pecah ketuban dini.
Wanita hamil sebaiknya menghindari pepaya mentah atau setengah matang, terutama pada trimester pertama dan kedua. Bahkan pepaya matang pun sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah sedang, hanya bila benar-benar aman dan disetujui oleh tenaga medis.
3. Batu Ginjal: Kelebihan Vitamin C Bisa Jadi Bumerang
Pepaya memang tinggi vitamin C, namun pada individu yang rentan atau memiliki riwayat batu ginjal, konsumsi berlebihan justru bisa memperburuk kondisi.
Vitamin C yang berlebih diubah tubuh menjadi oksalat, zat yang dapat berikatan dengan kalsium dan membentuk kristal kalsium oksalat, komponen utama batu ginjal. Jika seseorang kurang minum air atau mengalami dehidrasi, risiko pembentukan batu semakin meningkat.
Jika Anda punya riwayat batu ginjal, konsumsilah pepaya secara terbatas dan perbanyak asupan cairan.
4. Hipoglikemia: Pepaya Bisa Menurunkan Gula Darah Terlalu Rendah
Beberapa studi menunjukkan bahwa pepaya memiliki efek anti-hiperglikemik, artinya bisa membantu menurunkan gula darah. Ini tentu berguna bagi penderita diabetes tipe 2. Namun, bagi penderita hipoglikemia (gula darah rendah), efek ini bisa membahayakan.
Pepaya diduga dapat merangsang pelepasan insulin atau meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga kadar gula darah bisa turun dengan cepat. Pada individu dengan kecenderungan hipoglikemia, ini bisa menyebabkan gejala seperti lemas, gemetar, keringat dingin, bahkan kehilangan kesadaran.
Jika Anda sering mengalami gula darah rendah, sebaiknya berhati-hati atau hindari pepaya, terutama saat perut kosong.
5. Alergi Lateks: Reaksi Silang dengan Protein Pepaya
Orang yang memiliki alergi terhadap lateks (karet alami) juga perlu waspada. Pepaya mengandung kitinase, enzim yang mirip struktur molekulnya dengan protein lateks.
Apa Dampaknya?
- Tubuh bisa mengenali kitinase sebagai “musuh” dan memicu reaksi alergi.
- Gejalanya bisa ringan seperti ruam dan gatal, atau berat seperti pembengkakan saluran napas dan anafilaksis.
Jika Anda memiliki alergi lateks, hindari pepaya sama sekali, terutama dalam bentuk segar atau mentah.
Meski demikian, penting ditekankan bahwa pepaya tetap merupakan buah yang sangat sehat untuk sebagian besar orang. Beberapa manfaat yang telah terbukti secara ilmiah antara lain:
- Menyehatkan pencernaan (karena papain dan serat),
- Meningkatkan sistem kekebalan tubuh (berkat vitamin C dan A),
- Membantu melawan inflamasi (antioksidan seperti likopen),
- Baik untuk kulit dan jaringan (karena kandungan folat dan vitamin E).
Namun, seperti semua hal dalam ilmu gizi, tidak ada satu makanan pun yang cocok untuk semua orang dalam segala kondisi. Inilah pentingnya prinsip personalisasi dalam diet.
Pepaya adalah contoh menarik bagaimana makanan alami bisa jadi “obat” sekaligus “racun”, tergantung siapa yang mengonsumsinya dan dalam kondisi apa. Dalam dunia kedokteran modern, pendekatan personalized nutrition makin ditekankan, karena tubuh tiap orang berbeda dalam cara merespons makanan.
Jika Anda sehat secara umum, tidak memiliki kondisi medis di atas, dan mengonsumsi pepaya secara wajar, maka tidak perlu khawatir. Namun bagi mereka yang termasuk kelompok rentan, penting untuk:
- Memahami kandungan biologis makanan,
- Berkonsultasi sebelum mengonsumsi rutin,
- Tidak menganggap semua “superfood” aman untuk semua orang.
Kesehatan tidak hanya soal apa yang dimakan, tapi juga kapan, oleh siapa, dan dalam kondisi seperti apa makanan itu dikonsumsi.
Referensi:
Cherian, T. (2000). Effect of papaya latex extract on gravid and non-gravid rat uterine preparations in vitro. Journal of Ethnopharmacology, 70(3), 205-212.