Bulan, tetangga terdekat Bumi di tata surya, merupakan salah satu objek langit yang paling dikenal umat manusia. Namun, dibalik pemandangannya yang memikat, Bulan merupakan dunia ekstrem yang penuh dengan tantangan fisik. Di Bulan, tidak ada salju yang turun. Petir tidak pernah menggema. Langitnya yang gelap gulita tidak pernah dihiasi awan. “Cuaca” di Bulan sama sekali berbeda dari apa yang kita kenal di Bumi. Iklim di Bulan didominasi oleh perubahan suhu yang ekstrem, hantaman batuan luar angkasa dari berbagai ukuran, serta partikel dan energi yang datang dari Matahari dan luar angkasa.
Suhu Bulan: Panas Membakar hingga Beku Membatu
Bulan mengalami panas yang membakar dan dingin yang menusuk tulang, sering kali dalam waktu yang singkat dan perubahan yang dramatis. Hal ini terjadi karena Bulan tidak memiliki atmosfer seperti Bumi. Atmosfer Bumi sangat padat; satu sentimeter kubik atmosfer kita memiliki 100 triliun kali lebih banyak molekul daripada jumlah molekul di ruang sekitar permukaan Bulan. Dengan kata lain, lingkungan di Bulan hampir sepenuhnya kosong, meskipun tidak sepenuhnya hampa. Lapisan gas tipis yang menyelimuti Bulan ini disebut eksosfer.
Eksosfer di Bulan terlalu tipis untuk menjebak atau menyebarkan energi dari Matahari, sehingga perbedaan suhu antara daerah yang terkena sinar matahari dan daerah yang teduh sangat ekstrem. Di dekat ekuator Bulan, suhu bisa melonjak hingga 250°F (121°C) saat siang hari, lalu turun drastis setelah matahari terbenam hingga -208°F (-133°C). Di kawah-kawah yang dalam di dekat kutub Bulan, bayangan abadi menjaga permukaan tetap lebih dingin lagi. NASA, menggunakan Lunar Reconnaissance Orbiter, telah mengukur suhu serendah -410°F (-246°C) di tempat-tempat ini.
Perbedaan suhu yang ekstrem ini terjadi dalam kurun waktu yang relatif singkat, yaitu sekitar 14 hari Bumi, yang merupakan panjang “siang” di Bulan. Malam hari di Bulan juga berlangsung sekitar 14 hari Bumi, menciptakan siklus suhu ekstrem yang terjadi secara terus-menerus.
Mengapa Suhu di Bulan Sangat Ekstrem?
1. Tidak Adanya Atmosfer
Bulan tidak memiliki atmosfer yang signifikan. Di Bumi, atmosfer kita bertindak sebagai selimut termal yang menyerap, menyimpan, dan menyebarkan panas secara merata. Ini memungkinkan suhu di Bumi tetap stabil antara siang dan malam. Sebaliknya, Bulan hanya memiliki eksosfer tipis, yang tidak cukup untuk mempertahankan suhu di Bulan. Akibatnya, energi panas langsung dipantulkan atau hilang ke luar angkasa tanpa hambatan.
2. Rotasi yang Lambat
Bulan memiliki periode rotasi yang lambat, di mana satu hari penuh di Bulan setara dengan sekitar 27,3 hari di Bumi. Akibatnya, permukaan Bulan terkena radiasi Matahari selama waktu yang sangat lama, menyebabkan pemanasan ekstrem. Sebaliknya, ketika malam tiba, waktu panjang tanpa Matahari membuat permukaannya kehilangan panas sepenuhnya.
3. Albedo Bulan
Albedo adalah ukuran seberapa banyak sinar Matahari yang dipantulkan oleh permukaan suatu objek. Menghitung albedo Bulan melibatkan pengukuran berapa banyak cahaya Matahari yang dipantulkan oleh permukaan Bulan dibandingkan dengan jumlah cahaya yang mengenainya.
Permukaan Bulan memiliki albedo yang relatif rendah, sekitar 0,12, yang berarti sebagian besar energi Matahari diserap, bukan dipantulkan. Hal ini menyebabkan permukaan Bulan menjadi sangat panas selama siang hari.
4. Tanah Bulan (Regolith)
Regolith, yaitu lapisan tanah di permukaan Bulan, memiliki sifat unik. Tanah ini tidak memiliki kemampuan menyimpan panas yang baik karena tekstur dan komposisinya yang kering. Ketika malam tiba, panas yang tersisa di regolith dengan cepat hilang ke luar angkasa, menyebabkan suhu permukaan turun drastis.
Suhu di Daerah Kutub Bulan
Meskipun sebagian besar permukaan Bulan mengalami siklus suhu ekstrem, daerah kutub memiliki kondisi yang sedikit berbeda. Di kutub Bulan, terdapat kawah-kawah yang tidak pernah terkena sinar Matahari, disebut kawah bayangan permanen. Suhu di kawah-kawah ini dapat mencapai -240°C, menjadikannya beberapa tempat terdingin di tata surya. Namun, keberadaan air es di daerah ini membuatnya menarik bagi misi eksplorasi Bulan, karena air es dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya untuk mendukung keberlanjutan eksplorasi manusia.
Baca juga: NASA Hadapi Hambatan Besar dalam Misi Bulan: Teknologi atau Biaya?
Bagaimana Suhu Bulan Mempengaruhi Eksplorasi?
Ekstremitas suhu di Bulan menjadi tantangan utama bagi misi eksplorasi, baik yang dilakukan oleh robot maupun manusia. Beberapa tantangan meliputi:
1. Perlindungan Termal
Kendaraan dan peralatan yang dikirim ke Bulan harus dirancang untuk bertahan dalam suhu ekstrem. Misalnya, wahana penjelajah Bulan seperti Lunar Rovers dilengkapi dengan pelindung termal untuk menjaga perangkat elektroniknya tetap berfungsi. Sistem pemanas digunakan untuk melindungi baterai dari kerusakan akibat suhu dingin selama malam Bulan.
2. Kondisi Kehidupan Astronot
Astronot yang bekerja di permukaan Bulan harus mengenakan pakaian luar angkasa khusus yang melindungi mereka dari suhu ekstrem. Pakaian ini dilengkapi dengan sistem pendingin dan pemanas untuk menjaga suhu tubuh tetap stabil selama operasi di permukaan Bulan.
3. Penyimpanan Energi
Malam Bulan yang berlangsung selama 14 hari menjadi tantangan besar untuk menyimpan energi. Sistem tenaga surya tidak dapat digunakan di malam hari, sehingga diperlukan baterai atau sumber energi tambahan, seperti reaktor nuklir kecil, untuk menjaga peralatan tetap beroperasi.
Misi Masa Depan dan Adaptasi terhadap Suhu Bulan
Misi eksplorasi Bulan, seperti program Artemis yang dipimpin NASA, bertujuan untuk mengirim manusia kembali ke Bulan dan menjadikannya basis eksplorasi jangka panjang. Salah satu fokus utama adalah mengatasi tantangan suhu ekstrem ini.
Para ilmuwan sedang mengembangkan teknologi baru, seperti bahan pelapis reflektif untuk kendaraan dan tempat tinggal, serta sistem penyimpanan energi yang lebih efisien. Di daerah kutub, air es dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan bahan bakar roket dan sebagai sumber air minum bagi astronot.
Kesimpulan
Suhu di Bulan adalah salah satu contoh terbaik dari kondisi ekstrem di luar angkasa. Tanpa atmosfer yang melindungi, Bulan mengalami perbedaan suhu siang dan malam yang sangat tajam, dari panas membakar hingga dingin yang membeku. Kondisi ini bukan hanya tantangan besar bagi eksplorasi manusia dan robotik, tetapi juga memberikan peluang untuk memahami bagaimana teknologi dapat berkembang di lingkungan yang sulit.
Dengan kemajuan teknologi dan kerja sama internasional, manusia dapat mengatasi tantangan ini dan memanfaatkan Bulan sebagai batu loncatan untuk eksplorasi lebih jauh ke tata surya. Suhu ekstrem Bulan mengingatkan kita akan kerasnya kehidupan di luar angkasa dan betapa berharganya planet kita yang nyaman ini.
Referensi:
[1] https://www.nasa.gov/general/is-there-weather-on-the-moon-we-asked-a-nasa-scientist-episode-34/ diakses pada 13 Januari 2025.
[2] https://www.nasa.gov/solar-system/new-research-sheds-light-on-the-ages-of-lunar-ice-deposits/, diakses pada 13 Januari 2025.
[3] https://science.nasa.gov/moon/weather-on-the-moon/, diakses pada 13 Januari 2025.