SDG 18: Perlindungan Orbit Bumi dari Sampah Antariksa demi Keberlanjutan Masa Depan

Sejak tahun 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengadopsi 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang bertujuan untuk mengatasi berbagai […]

Sejak tahun 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengadopsi 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang bertujuan untuk mengatasi berbagai tantangan global, seperti kemiskinan, perubahan iklim, dan pelestarian lingkungan. Namun, satu aspek penting yang belum tercakup dalam SDGs saat ini adalah perlindungan terhadap orbit Bumi dari ancaman sampah antariksa. Oleh karena itu, para ilmuwan mengusulkan penambahan SDG ke-18 untuk memastikan bahwa eksplorasi luar angkasa dilakukan secara berkelanjutan dan tidak mengancam lingkungan orbit Bumi.

Apa Itu Sampah Antariksa?

Sampah antariksa (orbital debris) adalah benda-benda buatan manusia yang berada di orbit Bumi namun tidak lagi berfungsi. Ini mencakup satelit mati, pecahan roket, dan puing-puing yang dihasilkan dari tabrakan atau ledakan di luar angkasa. Sampah ini bergerak dengan kecepatan sangat tinggi dan berpotensi menimbulkan tabrakan dengan satelit aktif, mengganggu layanan komunikasi, navigasi, serta pengamatan cuaca yang bergantung pada satelit.

Orbit Bumi terdiri dari beberapa zona utama, yaitu Low Earth Orbit (LEO) yang berada pada ketinggian di bawah 2.000 km, Medium Earth Orbit (MEO) pada ketinggian 2.000 hingga 35.786 km, dan Geostationary Orbit (GEO) yang berada di atas 35.786 km. Sampah antariksa tersebar di berbagai orbit ini, dengan konsentrasi tertinggi berada di LEO karena meningkatnya jumlah satelit komersial dan komunikasi.

Baca juga: Alat-alat yang Digunakan Untuk Membuang Sampah Antariksa

Mengapa SDG 18 Dibutuhkan?

  1. Meningkatnya Jumlah Satelit Sejak tahun 1957, hampir 20.000 satelit telah diluncurkan ke luar angkasa. Saat ini, lebih dari 100 negara terlibat dalam aktivitas luar angkasa, termasuk peluncuran satelit untuk komunikasi, pemantauan cuaca, dan eksplorasi ilmiah. Tren ini diperkirakan akan terus meningkat dengan berkembangnya teknologi dan kebutuhan global terhadap layanan berbasis satelit.
  2. Ancaman Tabrakan dan Efek Domino Sampah antariksa dapat menyebabkan tabrakan beruntun yang dikenal sebagai Kessler Syndrome, di mana setiap tabrakan menghasilkan lebih banyak puing dan meningkatkan risiko tabrakan lebih lanjut. Jika tidak ditangani, ini dapat mengakibatkan orbit Bumi menjadi terlalu berbahaya untuk digunakan, membahayakan eksplorasi masa depan dan layanan berbasis satelit.
  3. Belajar dari Polusi Laut Sampah plastik di lautan memberikan gambaran bagaimana limbah yang tidak terkendali dapat merusak lingkungan. Seperti halnya plastik di laut, sampah antariksa juga dapat menumpuk dan semakin sulit untuk dibersihkan jika tidak segera ditangani. Prinsip pengelolaan limbah laut dapat diterapkan dalam mitigasi sampah antariksa untuk mencegah krisis lingkungan di luar angkasa.

Solusi dan Tindakan yang Dapat Diambil

  1. Mekanisme Pembersihan Berbagai metode telah diusulkan untuk membersihkan orbit Bumi, termasuk:
    • Astroscale (ELSA-M): Pesawat luar angkasa dengan mekanisme magnet untuk menangkap dan membawa satelit mati kembali ke atmosfer agar terbakar habis.
    • REMOVEDEBRIS: Proyek uji coba yang menggunakan jaring, harpun, dan layar drag untuk menangkap dan mengendalikan sampah antariksa.
    • Graveyard Orbit: Pemindahan satelit yang sudah tidak aktif ke orbit yang lebih tinggi dan jarang digunakan untuk mengurangi kepadatan di orbit utama.
  2. Regulasi dan Peraturan Internasional
    • Penerapan prinsip “polluter pays” (pencemar harus membayar) untuk perusahaan yang meluncurkan satelit.
    • Standarisasi desain satelit agar dapat dengan mudah dihancurkan atau ditarik kembali setelah masa pakainya berakhir.
    • Pembentukan badan internasional untuk mengawasi pengelolaan orbit Bumi, seperti yang dilakukan untuk lautan oleh PBB.
  3. Teknologi Berkelanjutan dalam Eksplorasi Antariksa
    • Penggunaan satelit biodegradable, yang terbuat dari material ramah lingkungan seperti kayu yang akan terbakar habis di atmosfer tanpa meninggalkan puing.
    • Desain roket yang dapat digunakan kembali, seperti yang telah diterapkan oleh SpaceX dengan Falcon 9, untuk mengurangi produksi sampah antariksa.
  4. Meningkatkan Kesadaran Publik Saat ini, masih sedikit orang yang menyadari bahaya sampah antariksa. Kampanye publik seperti yang dilakukan untuk pengurangan plastik di laut dapat diterapkan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kebersihan orbit Bumi. Dokumenter, seminar, dan kurikulum pendidikan sains dapat memainkan peran besar dalam menciptakan pemahaman global.

Perbandingan dengan Pengelolaan Sampah Laut

Banyak konsep dalam mitigasi sampah laut dapat diterapkan pada sampah antariksa:

  • Pencegahan: Mengurangi produksi sampah sejak awal melalui desain satelit yang lebih berkelanjutan.
  • Pengelolaan: Membuat peraturan yang ketat tentang bagaimana satelit harus dikelola setelah masa pakainya berakhir.
  • Pembersihan: Menciptakan teknologi yang dapat mengumpulkan dan menghancurkan sampah antariksa yang ada.
Perbandingan Bumi dengan lingkungan laut dan orbit di sekitarnya.

Kesimpulan

Penambahan SDG ke-18 akan memastikan bahwa eksplorasi dan penggunaan luar angkasa dilakukan secara berkelanjutan, seperti halnya SDG 14 yang berfokus pada perlindungan lautan. Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat mencegah orbit Bumi dari menjadi tempat pembuangan sampah antariksa yang tidak terkendali. Tanpa tindakan yang nyata, lingkungan orbit yang kita andalkan bisa menjadi tidak dapat digunakan dalam beberapa dekade mendatang. Oleh karena itu, saatnya dunia bersatu untuk melindungi orbit Bumi demi generasi yang akan datang.

Dengan menciptakan regulasi internasional yang ketat, mengembangkan teknologi inovatif untuk mitigasi sampah, serta meningkatkan kesadaran publik, kita dapat memastikan bahwa orbit Bumi tetap aman dan berkelanjutan untuk masa depan. SDG 18 akan menjadi langkah krusial dalam upaya global ini, menghubungkan eksplorasi luar angkasa dengan tanggung jawab lingkungan yang lebih besar.

Referensi:

[1] https://www.plymouth.ac.uk/news/a-sustainable-development-goal-for-space, diakses pada 7 Februari 2025.

[2] Imogen Ellen Napper, Richard Charles Thompson, Jim Bentley, Alasdair Davies, Thomas Philip Frederick Dowling, Moriba Jah, Huw James, Kimberley Miner, Neil Monteiro, Te Kahuratai Moko-Painting, Melissa Quinn, Heather Koldewey. A sustainable development goal for space: Applying lessons from marine debris to manage space debrisOne Earth, 2025; 101168 DOI: 10.1016/j.oneear.2024.12.004

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top