Surimi adalah bahan makanan yang berasal dari daging ikan yang dicincang, dicuci, dan dicampur dengan bahan tambahan seperti gula, sorbitol, dan fosfat untuk mencegah denaturasi protein selama penyimpanan beku. Surimi telah lama digunakan dalam industri makanan, terutama di Asia Timur seperti Jepang, China, dan Korea, dimana produk seperti crabstick, fish ball, kamaboko, dan chikuwa menjadi sangat populer. Produk ini dikenal dengan kualitas gel yang unik dan nilai gizi yang tinggi.
- Proses Produksi Surimi
- Ikan yang Digunakan untuk Surimi
- Inovasi Teknologi dalam Produksi Surimi
- Krioprotektan dan Aditif dalam Surimi
- Tantangan dan Masa Depan Surimi
- Pemanfaatan Ikan Mackerel untuk Surimi melalui Strategi Pencucian Sederhana
- Proses Pembuatan Surimi dari Mackerel
- Hasil Penelitian
- Keunggulan Strategi T3
- Referensi
Proses Produksi Surimi
Produksi surimi dimulai dengan memilih bahan baku berupa ikan dengan kadar protein miofibril yang tinggi, sekitar 70%. Proses ini melibatkan beberapa tahap, termasuk pencacahan, pencucian untuk menghilangkan senyawa larut air dan lemak, serta penambahan bahan krioprotektan seperti gula, sorbitol, dan poli fosfat. Surimi yang dihasilkan kemudian dibekukan pada suhu -40°C untuk menjaga stabilitas protein.
Proses ini dapat disesuaikan berdasarkan jenis ikan, baik ikan berdaging putih (lean fish) maupun ikan berdaging merah (fatty fish). Untuk ikan berdaging putih, pencucian dilakukan hingga tiga kali untuk memastikan kualitas gel yang optimal. Sedangkan untuk ikan berdaging merah, diperlukan tambahan langkah untuk mengurangi oksidasi lipid dan aktivitas proteolitik.
Ikan yang Digunakan untuk Surimi
Surimi biasanya dibuat dari ikan seperti Alaska Pollock, namun berbagai spesies lain juga telah digunakan, termasuk threadfin bream, lizardfish, dan tilapia. Kualitas surimi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti musim, perilaku makan ikan, dan kadar lipid dalam daging. Dengan berkurangnya hasil tangkapan ikan laut, ikan air tawar mulai dipertimbangkan sebagai bahan baku alternatif untuk surimi.
Inovasi Teknologi dalam Produksi Surimi
Untuk meningkatkan kualitas produk berbasis surimi, berbagai teknologi baru telah diperkenalkan. Salah satu masalah utama dalam produk surimi adalah degradasi protein selama pemrosesan termal. Oleh karena itu, teknik non-termal menjadi perhatian utama dalam industri surimi.
- High-Pressure Processing (HPP)
HPP merupakan teknologi non-termal yang menggunakan tekanan tinggi untuk mengubah struktur protein tanpa merusak kualitas tekstur dan gizi produk. HPP mampu meningkatkan kemampuan pengikatan air dan kekuatan gel surimi dengan mencegah oksidasi protein. - Ultrasonikasi
Teknologi ini menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk meningkatkan struktur dan tekstur gel surimi. Ultrasonikasi juga membantu mengurangi oksidasi protein dan meningkatkan interaksi hidrofobik dalam jaringan protein. - Pemanasan Gelombang Mikro
Pemrosesan gelombang mikro mempercepat waktu pemrosesan surimi, meningkatkan kapasitas retensi air, dan memperkuat ikatan protein melalui pembentukan disulfida. - Pemrosesan Ultraviolet (UV)
Teknologi UV digunakan untuk meningkatkan kekerasan dan stabilitas jaringan gel surimi dengan menciptakan ikatan protein baru. Selain itu, UV juga efektif dalam mengurangi mikroba, sehingga memperpanjang umur simpan produk. - Pemanasan Ohmik
Pemanasan ini mengubah energi listrik menjadi panas dalam makanan, memberikan distribusi panas yang merata dan cepat. Teknologi ini meminimalkan kehilangan nutrisi dan menjaga sifat sensoris produk.
Krioprotektan dan Aditif dalam Surimi

Sumber: id.pinterest.com
Krioprotektan seperti sukrosa, sorbitol, dan maltodekstrin ditambahkan untuk melindungi protein miofibril selama penyimpanan beku. Selain itu, berbagai aditif lain, seperti pati, gum, dan protein seperti putih telur, digunakan untuk meningkatkan tekstur, elastisitas, dan kekuatan gel surimi.
Tantangan dan Masa Depan Surimi
Permintaan konsumen untuk produk makanan yang sehat dan siap saji terus meningkat. Oleh karena itu, inovasi dalam penggunaan aditif alami, pengurangan kadar garam, dan pengembangan teknologi untuk mencegah kerusakan produk menjadi fokus utama dalam penelitian surimi. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan produk berbasis surimi dapat memenuhi kebutuhan konsumen modern yang menginginkan makanan praktis namun bergizi tinggi.
Pemanfaatan Ikan Mackerel untuk Surimi melalui Strategi Pencucian Sederhana
Meskipun kebanyakan surimi dibuat dari ikan berdaging putih seperti ikan threadfin bream, tetapi keterbatasan bahan baku ini telah mendorong penelitian terhadap ikan berotot gelap seperti mackerel tropis (Auxis thazard). Sebuah studi mengeksplorasi cara optimal untuk mencuci ikan mackerel agar menghasilkan surimi berkualitas tinggi, sambil memaksimalkan pemanfaatan sumber daya ikan.
Proses Pembuatan Surimi dari Mackerel
Proses pembuatan surimi melibatkan pencacahan ikan, pencucian untuk menghilangkan pigmen, lemak, dan protein larut, serta stabilisasi dengan krioprotektan seperti sukrosa dan sorbitol. Pencucian adalah langkah paling kritis, terutama untuk ikan berotot gelap, karena dagingnya mengandung myoglobin, lipid, dan besi non-heme yang dapat memengaruhi warna, aroma, dan kualitas gel.
Studi ini menguji berbagai media pencucian, termasuk air berkarbonasi dingin (CW) dengan penambahan natrium klorida (NaCl) pada siklus pertama, diikuti pencucian dengan air dingin biasa pada dua siklus berikutnya. Pendekatan ini dirancang untuk mengurangi pigmen dan lemak tanpa kehilangan banyak protein miofibril.
Baca juga artikel tentang Garda Pangan: Solusi Inovatif untuk Sampah Makanan di Indonesia
Hasil Penelitian
Pencucian dengan air berkarbonasi dan NaCl 0,6% (metode T3) menghasilkan surimi dengan kualitas terbaik. Surimi ini memiliki kekuatan gel tertinggi, kemampuan menahan air (~65%), dan jaringan gel yang halus. Pencucian ini juga menghilangkan sekitar 80% lipid, 64% myoglobin, dan 94% besi non-heme, meningkatkan kecerahan warna hingga 45%. Selain itu, tingkat oksidasi lipid dan aroma amis berkurang secara signifikan. Sebaliknya, penggunaan NaCl yang lebih tinggi dari 0,6% atau mencuci dengan NaCl selama tiga siklus mengurangi hasil karena pelarutan protein miofibril yang berlebihan.
Keunggulan Strategi T3
Strategi T3 memanfaatkan interaksi ionik dari NaCl untuk meningkatkan pelarutan myoglobin dan lemak dari jaringan ikan tanpa merusak protein miofibril. Proses ini menghasilkan surimi dengan:
- Kekuatan Gel Tinggi: Kandungan sulfihidril reaktif dan sifat hidrofobik meningkat, mendorong pembentukan jaringan protein tiga dimensi yang kuat.
- Kecerahan Optimal: Penghilangan pigmen seperti myoglobin menghasilkan warna yang lebih cerah.
- Stabilitas Oksidatif: Penurunan lipid mengurangi risiko oksidasi selama penyimpanan.
Meskipun strategi T3 meningkatkan kualitas surimi dari ikan mackerel, ada tantangan dalam penghilangan pigmen secara menyeluruh. Studi lanjutan diperlukan untuk mengatasi hal ini, misalnya dengan menambahkan bahan alami yang membantu mengikat pigmen tanpa mengurangi hasil. Selain itu, efisiensi proses ini pada skala industri perlu diuji lebih lanjut.
Penggunaan ikan berotot gelap seperti mackerel tropis juga mendukung keberlanjutan industri surimi, mengurangi ketergantungan pada ikan berdaging putih yang persediaannya semakin menurun.
Pencucian dengan air berkarbonasi dan NaCl 0,6% adalah pendekatan sederhana namun efektif untuk meningkatkan kualitas surimi dari ikan mackerel tropis. Strategi ini tidak hanya menghasilkan produk dengan sifat gel dan kecerahan tinggi tetapi juga mendukung pemanfaatan sumber daya ikan yang lebih baik. Pendekatan ini membuka peluang baru bagi diversifikasi bahan baku dalam industri surimi, menuju keberlanjutan yang lebih besar.
Referensi
DaÄŸtekin, B.B. 2022. Surimi Technology and New Techniques Used For Surimi-Based Products. Aquatic Food Studies, 2(1), AFS105. Diakses pada 31 Januari 2025 dari https://doi.org/10.4194/AFS105
Panpipat, W., Thongkam, P., Boonmalee, S., Çavdar, H. K., & Chaijan, M. 2023. Surimi Production from Tropical Mackerel: A Simple Washing Strategy for Better Utilization of Dark-Fleshed Fish Resources. Resources, 12(10), 126. Diakses pada 31 Januari 2025 dari https://doi.org/10.3390/resources12100126

